Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman dan kelimpahan rumput laut yang sangat tinggi. Produksi rumput laut Indonesia tercatat sebesar 3,082 juta ton pada tahun 2010, meningkat dibandingkan pada tahun 2009 yakni sebesar 2,574 juta ton, sedangkan pada tahun 2014 mencapai 10,2 juta ton (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2015). Namun demikian, potensi yang ada tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal.
Salah satu pemanfaatan rumput laut yang ada yaitu
dapat digunakan
sebagai bahan baku pupuk organik. Hal ini dikarenakan rumput
laut kaya akan unsur hara dan zat pemacu tumbuh (ZPT)
seperti auksin, sitokinin, giberelin, asam abisat, dan etilen. Unsur hara yang
terdapat dalam rumput laut tersebut berasal
dari air laut karena di dalam air laut banyak mengandung mineral seperti
natrium, klor, bromida, yodium, fosfor, nitrogen, dan karbondioksida. Sargassum
Sp. merupakan jenis rumput laut yang memiliki kandungan zat
besi dengan
bioavailabilitas yang tinggi sehingga potensial
untuk dijadikan bahan baku pupuk organik.
Pupuk organik memiliki beberapa macam bentuk seperti tablet,
briket, curah, dan granul. Bentuk granul adalah yang paling diminati di pasaran
karena bentuk granul lebih mudah diaplikasikan dan mudah meresap ke tanaman. Oleh karena itu, diperlukan proses granulasi partikel dimana
partikel-partikel kecil disatukan untuk membentuk gumpalan (aglomerat) yang
kuat secara fisik. Metode granulasi yang biasa digunakan dapat dibagi menjadi 5
metode, yaitu granulasi
basah (wet granulation), granulasi dengan memberikan
umpan (feeded granulation), granulasi dengan menggunakan
bahan kimia (chemical granulation), pembentukan
butiran (drop Formation atau Prilling) dan granulasi dengan pemadatan (Compaction granulation)
LRMPHP telah
melakukan penelitian
tentang pembuatan
pupuk organik granul dari tepung rumput laut Sargassum sp. dengan granulator hasil rancang bangun
LRMPHP (Gambar 1.). Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui penambahan volume air yang tepat untuk
menghasilkan rendemen pupuk organik granul tertinggi, dan mengetahui kualitas
pupuk organik granul yang dihasilkan bila dibandingkan dengan pupuk organik
granul komersial. Metode
granulasi yang digunakan yaitu metode granulasi basah (wet granulation) dengan variasi
rasio air dengan bahan (tepung Sargassum sp.
dan kapur
pertanian) yaitu 10 : 30, 11 : 30, 12 : 30, dan 13 : 30.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen
tertinggi pupuk
granul (ukuran mesh 2 – 4 mm) sebesar 26,43% pada rasio
air : bahan sebesar 12 : 30 (ml air/g bahan). Kadar karbon (C) organik pupuk granul dari
tepung rumput laut Sargassum sp. dan
pupuk granul komersial berturut-turut 15,1 dan 20,2%. Rasio kabon/nitrogen
(C/N) pupuk granul dari tepung
rumput laut Sargassum sp. dan pupuk
granul komersial berturut-turut 18,41 dan 3,10%. Kadar air pupuk granul dari
tepung rumput laut Sargassum sp. dan
pupuk granul komersial berturut-turut 19,47 dan 13,79%. Kadar timbal (Pb) pupuk granul
dari tepung rumput laut Sargassum sp.
kurang dari
0,04 ppm, sedangkan pupuk granul komersial sebesar 6,20 ppm. Sementara itu,
kadar besi
(Fe) total pupuk granul dari tepung
rumput laut Sargassum sp. dan pupuk
komersial berturut-turut 8.031 dan 5.316 ppm. Kualitas pupuk organik granul
yang berasal dari tepung rumput laut tersebut sebagian besar sudah memenuhi
Permentan No.70/Permentan/SR.140 /10/2011. Keunggulan
pupuk organik granul dari tepung rumput laut yaitu memiliki kandungan C/N ratio
sebesar 18,41, ikutan logam berat yang sedikit, kadar airnya sebesar 19,47% dan
kadar hara makronya (N + P2O5 + K2O) sebesar
4,72%.
0 comments:
Posting Komentar