Perhatian
masyarakat akhir-akhir ini makin serius terkait mutu kesegaran ikan laut maupun
prosedur penilaian mutunya. Metode penilaian yang saat ini ada dan sudah
diterapkan mencakup TVBN (Total Volatile Base Nitrogen), TMA (Trimethylamina),
Rasio TVBN/TMA, senyawa nukleotida, dan perhitungan amina biogenik (histamin). Prinsip
penilaian sejumlah metode tersebut adalah meningkatnya konsentrasi senyawa amina
biogenik selama penyimpanan ikan laut. Keberadaan senyawa amina biogenik pada
ikan laut selama penyimpanan mengindikasikan adanya senyawa toksik bersifat
karsinogenik yang mengancam kesehatan manusia.
Meskipun metode
penilaian kesegaran ikan laut berbasis senyawa amina biogenik telah diterapkan
cukup lama namun masih terdapat sejumlah keterbatasan antara lain metode
tersebut khusus mengukur kadar histamin, karena berbagai senyawa amina biogenik
belum terbentuk pada fase awal penyimpanan penggunaan metode tersebut lebih
terfokus pada fase pertengahan dan akhir penyimpanan; penerapan metode sangat
dipengaruhi oleh perbedaan spesies ikan ; belum terdapat batas nilai /
konsentrasi yang jelas tentang batas penolakan kualitas kesegaran; pola
pembentukan senyawa yang berbeda selama
penyimpanan sangat mempengaruhi hasil metode penilaian; serta belum
diterapkannya pembobotan yang seimbang antara berbagai senyawa amina biogenik
(histamin, putresin, kadaverin, dan tyramin).
Sejumlah
keterbatasan tersebut mendorong Zare dan Ghazali (2016) menggunakan teknik
pemodelan fuzzy logic sebagai upaya
mengatasi sejumlah variabel input dengan batas yang bersifat tidak crisp (tegas) dalam penilaian kesegaran
ikan laut. Pertimbangan penggunaan fuzzy
logic dalam penilaian kesegaran ikan karena selama penyimpanan dapat
terjadi peningkatan senyawa amina biogenik yang sangat fluktuatif dan
bervariasi, spesies ikan yang sangat beragam, dan level toksisitas yang sangat
bervariasi karena peran senyawa amina biogenik yang berlainan.
Prinsip kerja
aplikasi fuzzy logic terbagi menjadi 3 tahap utama yaitu: (1) Fuzzifikasi
merupakan tahap untuk mendefinisikan variabel
input dan keanggotaan pada uji mutu ikan yang meliputi level amina
biogenik dan level temperatur selama penyimpanan ikan sarden. Konsentrasi amina
biogenik diukur dengan metode HPLC (kromatografi); (2) Penerapan fuzzy rules
yaitu tahapan untuk menerapkan aturan IF…THEN pada variabel input yang
menjelaskan berbagai kemungkinan kondisi berdasarkan interaksi yang dimiliki.
Tahap ini ditampilkan pada Tabel 1; (3) Pemrosesan fuzzy untuk variabel output
yaitu tahap kalkulasi output untuk persiapan proses defuzzifikasi sehingga
dihasilkan grade (level) kesegaran sarden. Grade mutu ikan yang digunakan
meliputi: (1) Grade 1-2 (Kualitas bagus) yaitu ikan segar dengan kadar amina
biogenik paling rendah, dengan skor 0-2.; (2) Grade 2-4 (Kualitas sedang) mutu ikan sarden dengan
level putresin dan kadaverin rendah hingga sedang, kemungkinan bebas histamin,
skor 2-4; dan (3) Grade 4-12 (Kualitas rendah) merupakan tingkat mutu kesegaran
sarden dengan level putresin dan kadaverin sedang hingga tinggi, kadar histamin
bisa 0 hingga menunjukkan level tertentu. G12 menunjukkan mutu ikan busuk (tidak
bisa digunakan sebagai ikan konsumsi).
Hasil penelitian
Zare dan Ghazali yang dipublikasikan pada Jurnal Food Chemistry (2016) menunjukkan kemampuan fuzzy logic untuk
menjelaskan mutu sarden segar pada tahap awal penyimpanan dimana senyawa amina
biogenik lebih banyak terdeteksi pada bagian pertengahan dan akhir penyimpanan
dengan metode non fuzzy logic, kisaran kesegaran ikan sarden dapat didetilkan
hingga 12 grade/level meskipun dengan batas nilai antar kelas yang saling
berdekatan. Hasil validasi metode fuzzy logic dengan Indeks Amina Biogenik
(BAI) dan Indeks Mutu (QI) menunjukkan kemampuan untuk mengklasifikasikan
sarden sesuai grade tertentu yang tidak dapat dicapai dengan kedua Indeks
tersebut.
Sumber : Zare dan Ghazali (2016) |
Penulis : I Made Susi Erawan (Peneliti Pertama LRMPHP)
0 comments:
Posting Komentar