Petani Bantul Sukses Uji Coba Budidaya Mina Padi |
Musim tanam kali ini digunakan oleh para petani yang
tergabung di Kelompok Tani Dwi Manunggal untuk ujicoba budidaya mina padi.
Dengan difasilitasi Kementrian Kelutan dan Perikanan (KKP) RI, ujicoba ini
berhasil menghasilkan panen lebih banyak dibanding sebelumnya. Meski dilakukan
saat musim kemarau, ikan nila dari sawah dapat berkembang dengan baik.
Dengan sistem budidaya mina padi mampu hasilkan gabah 11
ton perhektar
Penyuluh
Perikanan Badan Riset SDA Kelautan dan Perikanan, Sulistyatmoko menjelaskan
bahwa fasilitasi dari KKP RI untuk lahan seluas 15 hektar. Hasil panen, Sulis
menilai jauh lebih baik karena satu hektar dapat menghasilkan padi hingga 11
ton. Padahal rata-rata lahan di wilayah itu tanpa mina padi hanya menghasilkan
9,93 ton. Angka ini jauh lebih baik jika dibandingkan dengan hasil panen
rata-rata Kabupaten Bantul yang hanya sekitar 6 ton perhektarnya. “Untuk
ikan bisa sampai 800 kilogram,” imbuhnya disela panen raya di Dusun Nglebeng,
Tamanan, Banguntapan, Jumat (4/10).
Ikan nila mampu membantu
pertumbuhan padi
Sulis
menambahkan dengan sistem ini petani selain mendapat hasil lebih banyak, dapat
memanen ikan yang dibudidaya. Menurutnya ikan jenis nila yang dibesarkan di
sawah tersebut bukan hanya sebagai penunjang pemanfaatan lahan. Namun juga
dapat membantu pertumbuhan padi. Nila akan memakan hama sehingga petani tidak
perlu melakukan penyemprotan pestisida. Selain itu pemupukan juga hanya
dilakukan cukup sekali dari mulai tanam hingga panen. Kotoran ikan dinilai
dapat memberikan nurisi tambahan bagi tanaman, sehingga dapat berkembang dengan
lebih baik. “Hasil panen tambah dan biaya produksi petani menurun,” paparnya.
Ketua
Kelompok Tani Manunggal, Subandi membenarkan hal ini. Bahkan menurutnya sejak
ikan nila dimasukkan ke sawah dia tidak lagi menemui tanaman padi yang tidak
produktif atau biasa disebut gabuk. Tanaman padi yang gabuk akan menjadi
makanan ikan nila termasuk rumput-rumput pengganggu diantara tanaman
padi. “Tidak perlu disorok, karena tidak ada rumput yang perlu
dibersihkan,” paparnya.
Tak butuh air yang berlimpah
agar ikan nila tetap hidup
Subandi
menambahkan seluruh lahan di kelompoknya sekitar 18 hektar namun yang
digunakan ujicoba baru 15 hektar saja. Pada saat usia padi 20 hari bibit nila
mulai ditebar di sawah. Perawatannya hanya diberi pakan yang juga bantuan dari
KKP. Rata-rata setiap seribu meter persegi sawah, menghabiskan pakan jenis
pellet B78 sebanyak 100 kilogram hingga panen. Saat dipanen dalam satu kilogram
terdiri dari 8-10 ekor ikan nila. “Pertumbuhannya cepat kalau nila,”
sebutnya.
Penerapan
sistem mina padi ini hanya sedikit merubah teknis persawahan. Di tepi sawah
akan dibuat kolam dalam, meskipun tidak lebar namun kedalaman air sekitar 40
cm. Sedangkan kedalam air dibagian lain tetap sama seperti sawah pada umumnya,
sekitar 10 cm. Menurutnya lokasi persawahan itu tidak pernah kekurangan air.
Selama ini mengandalkan saluran irigasi Bendung Mrican dengan air yang
bersumber dari Sungai Gajahwong. Subandi mengatakan syarat utamanya adalah
ketersediaan air, sehingga air di sawah harus tetap terjaga. “Tidak harus
dalam, yang penting air itu ada terus,” tandasnya.
Hama regul
jadi ancaman utama budidaya mina padi
Sejauh
ini kendala yang dihadapi oleh petani justru pada hama ikan berupa regul. Hewan
pemakan ikan ini menjadi musuh petani, karena jaring yang dipasang mengelilingi
sawah tidak mampu menghalau regul. Selain itu belum adanya jaringan pemasaran
ikan yang membeli ikan hasil petani. Namun begitu Subandi mengaku akan
melanjutkan sistem mina padi tersebut. Meskipun diperkirakan lahan akan
berkurang, Subandi yakin petani lain mulai tertarik untuk melanjutkan sistem
ini. “Kalau selanjutnya kan petani harus mandiri ya, tidak bisa mengandalkan
bantuan lagi jadi tidak bisa sebanyak sekarang,” pungkasnya.
0 comments:
Posting Komentar