Ikan merupakan sumber bahan pangan yang
bermutu tinggi, terutama karena banyak mengandung protein yang sangat
dibutuhkan oleh tubuh manusia. Namun demikian ikan merupakan bahan pangan yang
mudah mengalami kerusakan atau kemunduran mutu (perishable food) terutama pada daerah tropis. Untuk mencegah
kemunduran mutu pada ikan pada umumnya menggunakan suhu rendah. Bahan yang
sering digunakan untuk menjaga suhu tetap rendah adalah es tetapi karena daya
tahan es yang terbatas dan ada penambahan biaya untuk pembelian es maka sering
diabaikan oleh nelayan. Oleh karena itu sering digunakan bahan kimia untuk
pengawet. Salah satu bahan kimia yang digunakan adalah formalin Penggunaan formalin dimaksudkan untuk
memperpanjang umur simpan, karena formalin adalah senyawa anti mikroba yang
efektif dalam membunuh bakteri. Menurut WHO formaldehid (senyawa yang terdapat
pada formalin) terdapat dalam produk makanan karena kegunaannya sebagai zat
bakteoristik yaitu dapat menghambat pertumbuhan mikroba dalam produk pangan
sehingga umur simpan produk tersebut meningkat.
Formalin merupakan bahan kimia berbahaya yang
dilarang digunakan untuk bahan tambahan makanan menurut peraturan Menteri
Kesehatan No. 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. Formalin sangat
berbahaya bagi kesehatan manusia. Kandungan formalin yang tinggi di dalam tubuh
dapat menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan
kanker) dan bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan) serta
orang yang mengonsumsinya akan muntah, diare bercampur darah dan kematian yang
disebabkan adanya kegagalan peredaran darah.
Kandungan formalin pada bahan makanan sulit
untuk diidentifikasi menggunakan panca indera manusia karena sifatnya yang
sangat berbahaya. Berdasarkan sifat fisik formalin yang memiliki bau yang tajam
maka dapat digunakan teknologi sensor gas untuk mendeteksi adanya kandungan
formalin pada bahan makanan. Sensor gas yang dipilih adalah sensor MQ 3 dan MQ
137. Sensor
diuji pada larutan formalin dengan kosentrasi 0.025%, 0.05%, 0.075% dan 0.1%.
Dengan cara yang sama dilakukan pengujian pada daging fillet ikan tuna dengan
berat 50 gr yang telah direndam selama 10 menit. Hasil pengujian sensor MQ 3
pada daging ikan tuna menunjukkan adanya korelasi dengan nilai koefisien
korelasi 0.99 sedangkan pada sensor MQ 137 menunjukkan adanya korelasi dengan
nilai koefisien korelasi sebesar 0.98. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan
bahwa sensor MQ 3 dan MQ 137 dapat digunakan untuk mendeteksi kadar formalin
pada daging ikan tuna.
Diagram modul sensor gas
|
Penulis : Toni Dwi Novianto, Peneliti LRMPHP
0 comments:
Posting Komentar