Indonesia
merupakan salah satu negara bahari yang terbesar di dunia, dengan karakterisiik
geografisnya sebagian besar merupakan lautan. Salah satu sumberdaya kelautan
yang dominan yaitu rumput laut. Rumput laut merah (rhodophyceae) merupakan salah satu penghasil karagenan. Menurut
Distantina et al. dalam tulisannya
yang dipaparkan pada Seminar Rekayasa Kimia dan Proses pada tahun 2010, karagenan
merupakan galaktan tersulfatasi linear hidrofilik. Polimer ini merupakan
pengulangan unit disakarida yang diklasifikasi menurut adanya unit 3,6-anhydro
galactose (DA) dan posisi gugus sulfat. Menurut Sormin et al. dalam tulisannya yang disajikan pada journal.ipb.ac.id pada
tahun 2018, karagenan secara luas digunakan dalam industri pangan karena sifat
fisik dan fungsionalnya, misalnya sebagai pengental, pembentuk gel, dan
memiliki kemampuan stabilisasi, suspensi protein, juga dalam bidang industri
farmasi sebagai bahan pembungkus pil atau tablet, kosmetik, percetakan dan
industri tekstil
Jurnal
Ilimiah Tindalung tahun 2015 mengungkapkan bahwa Semi Refined Carrageenan (SRC) merupakan salah satu produk
karagenan dengan tingkat kemurnian lebih rendah dibandingkan dengan Refined Carrageenan (RC) karena masih mengandung
sejumlah kecil selulosa
yang ikut mengendap
bersama karagenan. Refined
carrageenan sendiri merupakan getah rumput laut yang diekstraksi
dengan air atau larutan alkali dari kelas rhodophycae
(alga merah).
Jurnal
Teknologi Kimia dan Industri, Universitas Diponegoro, vol.2, no.3, tahun 2013,
mengungkapkan cara pembuatan SRC dan RC adalah sebagai berikut : rumput laut
kering direndam dengan menggunakan aquadest selama 2 jam, saring rumput laut
tersebut kemudian direndam dengan larutan HCl encer (pH 5 – 6) selama 15 menit.
Selanjutnya rumput laut tsb dicuci dengan air kemudian direndam dengan larutan
KOH selama 24 jam pada pH 9 – 10. Rumput laut kemudian disaring, dibilas dengan
air, dan dikeringkan di bawah sinar matahari. Setelah kering, rumput laut
diekstraksi dengan perbandingan rumput laut kering : aquadest = 1 g : 60 ml
pada suhu 75 - 85°C pH 8 – 9 selama 3 jam kemudian
saring. Filtrat diendapkan dengan menggunakan larutan KCl 2,5% dengan
perbandingan filtrate : volume KCl yaitu 1 : 2. Gel yang diperoleh dikeringkan
dan ditepungkan, hasilnya berupa SRC. SRC yang sudah kering kemudian dilarutkan
kembali pada suhu 75 - 85°C selama 30 menit kemudian disaring dengan Whatman No. 41
dan 42 lalu dikeringkan dan ditepungkan sehingga diperoleh RC.
Berdasarkan
hasil uji laboratorium, perbedaan antara tepung SRC dan RC ini dapat dilihat
dari segi :
1. Kenampakan
Tepung
SRC berwarna kuning kecoklatan, sementara tepung RC berwarna putih.
2. Ukuran
partikel
Ukuran
partikel tepung SRC lebih besar dibandingkan tepung RC. Tepung SRC berukuran
sekitar 60 mesh, sedangkan tepung RC berukuran sekitar 80 mesh.
3. pH
pH
tepung SRC bersifat sedikit basa dibandingkan dengan tepung RC. Tepung SRC
memiliki pH sekitar 8, sedangkan tepung RC memiliki pH sekitar 7.
4. Kekuatan
gel atau gel strength
Gel
strength menunjukkan kemampuan karagenan dalam pembentukan gel. Kekuatan gel tepung SRC jauh lebih
rendah dibandingkan dengan tepung RC. Tepung SRC memiliki kekuatan gel sekitar
560 g/cm2 sedangkan tepung RC memiliki kekuatan gel sekitar 1140
kg/cm2
5. Viskositas
Viskositas
tepung SRC lebih tinggi dibandingkan dengan tepung RC. Viskositas tepung SRC
sekitar 80 mPas sedangkan viskositas tepung RC sekitar 35 mPas.
Dengan
demikian, tepung RC memiliki sifat yang lebih unggul dibandingkan dengan tepung SRC, namun hal itu menjadikan harga
tepung RC lebih mahal.
Penulis : Putri Wullandari, Peneliti LRMPHP
0 comments:
Posting Komentar