Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Aryo Hanggono mengatakan Pengembangan Wisata Bahari berbasis desa perlu dilakukan untuk memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat pesisir.
Dalam pengembangannya, masyarakat didorong untuk berperan aktif sebagai pelaku usaha dengan memanfaatkan jasa ekosistem kelautan dan perikanan.
“Program Dewi Bahari merupakan upaya meningkatkan
nilai tambah ekonomi masyarakat pesisir dengan mengoptimalkan peran masyarakat
berbasis desa dalam mendukung pengembangan wisata bahari berkelanjutan,” terang
Aryo di Jakarta (15/5).
Aryo menambahkan, selain meningkatkan nilai
tambah ekonomi pemanfaatan jasa lingkungan oleh masyarakat, Dewi Bahari juga
bertujuan untuk memperbaiki ekosistem dan lingkungan.
“Selain itu juga untuk perbaikan perilaku
masyarakat pesisir dalam pengelolaan lingkungan dan pelestarian budaya
pesisir,” pungkasnya.
Direktur Jasa Kelautan (Jaskel), Miftahul Huda
dalam Webinar “Sharing Pengelolaan Wisata Bahari Berbasis Desa”, menjelaskan
beberapa kriteria sebuah desa pesisir yang dapat dikembangkan sebagai lokasi
Dewi Bahari, yaitu desa pesisir memiliki potensi daya tarik wisata (alam,
buatan, budaya) dan potensi kunjungan wisata, mendapat dukungan dari pemerintah
daerah, ketersediaan fasilitas dasar, dan adanya komitmen dari kelompok
masyarakat.
“Agar dapat ditetapkan sebagai lokasi Dewi
Bahari, desa dapat mengusulkan ke KKP melalui Kepala Desa atau Kepala Dinas
Kelautan dan Perikanan. Penetapan lokasi Dewi Bahari juga dapat dilakukan
melalui penunjukan suatu desa yang pernah mendapat bantuan pemerintah. Pada
tahun 2016 hingga 2019, KKP melalui Direktorat Jaskel telah memberikan bantuan
sarana prasaran wisata bahari di 46 kawasan,” jelas Huda.
Lebih lanjut, Huda menerangkan tahapan pengembangan
Dewi Bahari terdiri dari perencanaan berbasis komunitas, pembinaan, pembangunan
infrastruktur, pengembangan ekonomi/kemitraan, dan monitoring evaluasi. “Dengan
adanya intervensi Dewi Bahari pada desa pesisir, kami berharap ada peningkatan
nilai tambah ekonomi dari pemanfaatan jasa lingkungan oleh masyarakat desanya,”
tutupnya.
Webinar yang bertujuan sebagai ajang diskusi dan
pembelajaran pengembangan wisata bahari diikuti lebih dari 150 orang peserta
dari berbagai daerah, instansi, komunitas, dan praktisi wisata bahari. Selain
Direktur Jaskel, hadir narasumber lainnya yaitu WWF Indonesia sebagai lembaga
yang terlibat mendampingi pengelola wisata (community based tourism), serta
Raja Muda Petuanan Kataloka , Clungup Mangrove Conservation, dan Bangsring
Underwater yang berbagi pengalaman mengenai pengelolaan eko wisata berbasis
masyarakat lokal dan potensi lokal.
Sumber : KKPNews
0 comments:
Posting Komentar