Menteri Edhy bersama Dirjen PRL Aryo Hanggono |
Rapat Koordinasi tentang Pembahasan Otoritas
Pengelola CITES untuk Jenis Ikan yang dipimpin oleh Menko Bidang Kemaritiman
dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, memutuskan Otoritas Pengelola CITES
(Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and
Flora) untuk Jenis Ikan secara resmi dialihkan dari Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (KLHK) ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Ke depan, Indonesia akan memiliki 2 Otoritas
Pengelola (Management Authority/MA) CITES yaitu sesuai PP No. 8 tahun 1999
tentang Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar oleh KLHK sebagai MA CITES untuk
Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar dan PP No. 60 tahun 2007 tentang Konservasi
Sumber Daya Ikan yang menetapkan KKP sebagai MA CITES untuk Jenis Ikan.
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo
menegaskan salah satu tujuan pemisahan MA jenis ikan dilakukan untuk
mempercepat proses perizinan pemanfaatan jenis-jenis ikan yang masuk dalam
daftar Appendiks CITES.
“Saat ini, untuk mengekspor jenis-jenis ikan
yang masuk dalam daftar Appendiks CITES, seperti kuda laut dan ikan arwana,
pelaku usaha perikanan membutuhkan perizinan yang diterbitan oleh Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan KKP, sehingga proses perizinan
menjadi lebih panjang dan menghambat ekspor perikanan,” jelas Menteri Edhy
dalam Rapat Koordinasi MA CITES yang diselenggarakan secara telekonferensi oleh
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
Proses pengelolaan sumber daya ikan mencakup
mata rantai proses dari hulu sampai ke hilir, dimulai dari pengaturan kapal dan
alat tangkap, pengaturan daerah penangkapan, penerapan standar budidaya
perikanan, pendaratan dan pencatatan hasil perikanan di pelabuhan, penerapan
standar mutu pengolahan ikan, pemberdayaan/ pembinaan dan pengawasan kegiatan
nelayan dan pembudidaya ikan serta penerapan dilakukan oleh KKP.
“Proses pemisahan MA CITES ini pada dasarnya
merupakan hal yang biasa sebagai implikasi terbentuknya KKP yang salah satu
fungsi utamanya adalah mengelola sumber daya ikan, termasuk dalam konteks
pelaksanaan CITES, sehingga beberapa urusan yang sebelum adanya KKP dilakukan
oleh KLHK saat ini menjadi tanggung jawab dan kewenangan KKP,” pungkas Menteri
Edhy.
Ketentuan Konvensi CITES memperbolehkan setiap
negara untuk menetapkan 1 (satu) atau lebih MA dan 1 (satu) atau lebih
Scientific Authority/SA, sehingga pemisahan MA ini sejalan dengan ketentuan
Konvensi CITES.
Melanjutkan keterangan Menteri Kelautan dan
Perikanan, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Dirjen PRL), Aryo Hanggono
menerangkan bahwa dalam rangka pelaksanaan mandat sebagai MA CITES jenis ikan,
KKP telah menerbitkan aturan pelaksanaannya melalui Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor 61 tahun 2018 tentang Pemanfaatan Jenis Ikan yang
Dilindungi dan/atau yang tercantum dalam Appendiks CITES.
“Dengan diputuskannya Otoritas Pengelola CITES
untuk Jenis Ikan ke KKP maka KKP akan terus memperkuat aspek kelembagaan,
pengawasan, dan karantina termasuk penguatan aspek budidaya khususnya untuk
Ikan Arwana juga Ikan Napoleon,” ungkap Aryo.
“Kita (Ditjen PRL) tidak sendiri dalam
menjalankan mandat CITES ini, kita berbagi tugas dan didukung oleh unit kerja
lainnya, seperti aspek karantina, budidaya, pengawasan, tangkap akan menjadi
satu kesatuan dalam pelaksanaannya ke depan,” tutup Aryo.
Kesiapan KKP sebagai MA telah ditunjukkan
melalui pelayanan perizinan yang dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT)
Ditjen PRL yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia untuk memastikan bahwa
jenis-jenis ikan yang akan diperdagangkan atau diekspor sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan di bidang konservasi jenis ikan.
Sumber : KKPNews
0 comments:
Posting Komentar