Menteri KKP Edhy Prabowo |
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo
melakukan pertemuan virtual dengan 25 pemimpin redaksi media cetak, online dan
juga elektronik, Selasa (12/5/) sore. Dalam pertemuan tersebut membahas
sejumlah isu-isu hangat seputar kelautan dan perikanan, salah satunya
tentang izin ekspor benih lobster sesuai Permen KP No. 12 tahun 2020
sebagai pengganti Permen KP No. 56 Tahun 2015.
“Aturan itu dibuat berdasarkan kajian para ahli.
Sehingga kita lihat saja dulu. Kita bikin itu juga berdasarkan perhitungan,”
ujar Menteri Edhy.
Sebagaimana diketahui, pada Permen KP No. 12
Tahun 2020 diatur tentang diperbolehkan ekspor benih lobster namun
dengan syarat yang cukup ketat, di antaranya mengenai kuota, lokasi
penangkapan benih, kewajiban budidaya, pelepasliaran sebanyak 2% dari hasil
panen, dan syarat-syarat lainnya. (Pasal 5, poin a – j)
Secara umum perbedaan dari Permen KP 56/2016
dengan Permen KP 12/2020 meliputi: (1) Permen 56 tidak dilengkapi
definisi fase pertumbuhan lobster, (2) Dilarang menjual benih untuk
budidaya (pasal 7 ayat 1), dan (3) Dilarang memindahkan (ekspor) benih
lobster (pasal 7 ayat 3).
Adapun Permen KP No. 12 Tahun 2020 mengatur
tentang: (1) Definisi fase pertumbuhan lobster (Pasal 1, poin 7 dan 8); (2)
Diperbolehkan budidaya benih lobster disertai tanggung jawab pelepasliaran 2%
dari hasil panen (Pasal 3, poin e); dan, (3) Diperbolehkan ekspor benih lobster
disertasi syarat ketat.
Menteri Edhy menjelaskan, telah memiiki jawaban
mengenai kekhawatiran banyak pihak bahwa izin ekspor benih lobster akan
mengancam populasi komoditas tersebut. Dari hasil pertemuannya dengan ahli
lobster Universitas Tasmania Australia, kata dia, krustasea ini sudah bisa
dibudidaya. Ditambah lagi, potensi hidup lobster budidaya sangat besar mencapai
70 persen, jauh lebih tinggi dibanding hidup di alam.
Edhy menambahkan, aturan izin ekspor benih
lobster sebenarnya sangat mengedepankan keberlanjutan. Pasalnya, eksportir baru
boleh mengekspor benih lobster setelah melakukan budidaya dan melepas-liarkan 2
persen hasil panen ke alam.
“Kita minta mereka peremajaan ke alam 2 persen.
Saya pikir ini bisa menjaga keberlanjutan,” tambahnya.
Di samping keberlanjutan, alasan ekonomi menjadi
pertimbangan diterbitkannya aturan ekspor benih lobster. Edhy mengaku banyak
nelayan yang kehilangan mata pencaharian setelah adanya Permen KP Nomor 56
tahun 2016. Apalagi, permen tersebut tidak memperbolehkan lobster dibudidaya.
“Kita mendorong keberlanjutan sekaligus
mendorong pertumbuhan ekonomi. Keduanya harus sejalan. Tidak bisa hanya
keberlanjutan saja tapi nelayan kehilangan penghasilan, tidak bisa juga
menangkap saja tanpa mempertimbangkan potensi yang dimiliki,” jelasnya.
Meeting virtual yang dipandu oleh Staf Khusus
Menteri Kelautan dan Perikanan, TB Ardi Januar itu berlangsung sekitar dua jam.
Selain soal izin ekspor benih lobster, isu lain yang dibahas di antaranya
eksploitasi ABK di luar negeri, dampak pandemi Covid-19 terhadap nelayan dan
ekspor produk perikanan, hingga pengembangan sektor budidaya di Indonesia.
0 comments:
Posting Komentar