Perikanan budidaya harus mampu mengambil peran dalam membangkitkan ekonomi ditengah pandemi ini. Hal ini disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, SE., MM., MBA. saat membuka Webinar Nasional SFH Budidaya Lobster di Indonesia yang diselenggarakan oleh Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada 28 Mei 2020. Lebih lanjut disampaikan bahwa komoditas perikanan budidaya berfokus pada budidaya udang vannamei dan lobster. Benih lobster yang diambil dari alam, harga minimalnya ditetapkan Rp. 5.000,-/ekor melalui peraturan khusus di level petani/nelayan penangkap. Dari sisi riset, selain lembaga litbang internal KKP, perguruan tinggi diharapkan mampiu mengambil bagian didalamnya.
Potensi keberlanjutan ekonomi
lobster dan alam di Indonesia masih menjadi perdebatan, sedangkan Vietnam telah
lebih dulu berhasil membudidayakan lobster meskipun dalam prakteknya masih
menggunakan berbagai macam obat-obatan termasuk antibiotik untuk menunjang
kelangsungan hidupnya. Cepat atau lambat, produk lobster Vietnam akan dibanned oleh pasar internasional karena
hal tersebut. Pengembangan budidaya lobster di Indonesia, harus diawali dengan
cara budidaya yang baik tanpa bergantung pada obat-obatan tersebut. Di Indonesia
budidaya lobster sebenarnya sudah mulai dirintis sejak 1999 di Awang, Gerupuk
Lombok, Nusa Tenggara Barat dengan mengadalkan benih dari alam. Penangkapan
benih di alam menggunakan alat bantu berupa kertas semen yang dibentuk menjadi
seperti kipas dan diletakkan diatas jaring. Permasalahan yang hingga kini masih
dihadapi dalam budidaya lobster adalah : kematian yang tinggi, rendahnya mutu
ikan rucah, penyakit, kebersihan karamba jaring apung, kanibalisme yang tinggi
pada fase peurulus dan aturan dari maskapai yang mewajibkan lobster masuk kargo
5 jam sebelum keberangkatan pesawat pengangkut yang menyebabkan lobster sampai tujuan dalam kondisi tidak
segar/mengalami kematian. Hal tersebut disampaikan oleh Bayu Priyambodo,Ph.D.,
Wakil Ketua Bidang Riset dan Pengembangan KP2 KKP.
Sedangkan Suadi, Ph.D., salah
satu dosen Departemen Perikanan Universitas Gadjah Mada menyampaikan bahwa
dengan terbitnya Permen KP no 12 Tahun 2020, maka pembatasan ruang gerak
perikanan lobster berakhir disertai dengan regulasi-regulasi baru mengenai
pengelolaan yang berkelanjutan. Hal ini cukup menggembirakan, akan tetapi
memonitor pelaksanaan kebijakan ini juga merupakan suatu hal yang cukup berat
dan tidak dapat dilakukan oleh satu pihak saja.
Apalagi penangkapan udang karang
termasuk lobster di beberapa daerah seperti Kepualauan Pangkep, Sulawesi
Selatan, sudah overfishing atau melebihi kuota penangkapan yang diperbolehkan.
Hal ini disebabkan pengawasan yang lemah karena minimnya armada pengawas serta
kondisi kepulauan yang cukup menyulitkan armada pengawas yang ada. Selain itu,
kesadaran masyarakat mengenai alat tangkap yang ramah lingkungan sangat rendah
dengan masih digunakannya bom ikan dan racun. Demikian ditambahkan oleh Dr.
Hasrun dari FPIK Universitas Muslim Indonesia pada webinar yang sama.
Sumber : webinar dengan tema SFH
Budidaya Lobster di Indonesia
0 comments:
Posting Komentar