Jalur produksi tuna kaleng umumnya sudah diotomatisasi secara lengkap kecuali untuk inspeksi mutu pada divisi Quality Assurance (penjaminan mutu atau QA). Tugas penting ini biasanya diserahkan pada 1 orang yang tetap mengawasi jalur produksi dengan laju aliran kaleng 300 kaleng per menit dengan tugas utama mengawasi tuna kaleng yang cacat dan di saat bersamaan harus menyusun atau mengisi ulang sejumlah tuna kaleng yang ditolak dari jalur produksi. Untuk mengatasi masalah sistem penjaminan mutu yang usang dan sangat subjektif diperlukan otomatisasi sehingga ketangguhan dan konsistensi dari kendali mutu dapat ditingkatkan sekaligus mencapai kinerja produksi keseluruhan lebih tinggi.
Dua faktor pembatas untuk mengembangkan sistem inspeksi otomatis adalah lingkungan operasi yang penuh peralatan elektronik dan secara bersamaan harus mampu beroperasi pada kecepatan tinggi. Sistem inspeksi mutu kaleng yang dikembangkan oleh MartÃn-Herrero & Alba-Castro dari University of Vigo Hasil dan telah dipublikasikan pada Mechatronics and Machine Vision 200: Future Trends, tersusun dari Personal Computer (PC) dengan media penyimpan hasil rekaman foto atau video, kamera CCD scan line untuk citra grayscale (keabuan), sistem pencahayaan halogen terhubung serat optik, dan sistem udara terkompresi untuk memisahkan kaleng yang ditolak sistem, dan semua terprogram dengan bahasa C++.
Sistem inspeksi mutu kaleng yang dikembangkan memiliki algoritma untuk (1) Deteksi cacat pada tepi kaleng sehingga dapat diketahui penyimpangan dari standar bentuk kaleng oval atau bulat. Analisis keberadaan cacat tepi kaleng menggunakan parameter Goresan, Lubang, kekurangan lapisan pelindung, kegagalan pengelasan sambungan, keberadaan material asing. Parameter uji lainnya yaitu lebar tepi kaleng yang diukur pada sekeliling kaleng untuk menentukan bahwa tepi kaleng memiliki lebar yang cukup untuk proses seaming; (2) Inspeksi mutu daging. Pada algoritma ini lebih fokus pada deteksi daging dalam kaleng sebagai Region of Interest (ROI). Dua parameter tekstur citra digunakan sebagai penentu mutu daging yaitu korelasi spasial dan karakterisasi Gray Level Cooccurence Matrix (GLCM).
Dalam analisis tekstur citra alan diperoleh informasi tentang keberadaan fragmen daging tuna dan kenampakan umum; (3) Segmentasi. Metode ini digunakan untuk menentukan kualitas daging tuna dalam kaleng berdasarkan proporsi relatif daging merah dan daging putih serta cacat fisik seperti jumlah lubang dan memar. (4) Analisis profil. Pada analisis fragmen dan retakan pada daging tunda dalam kaleng digunakan citra grayscale dari area daging yang dicurigai memiliki fragmen. Area tersebut dibatasi oleh bounding box dan memilki luas total tertentu. Dari area target tersebut dapat ditentukan profil garis untuk menentukan keberadaan fragmen. Tiap objek dalam area target memiliki karakteristik profil berbeda yang dapat digunakan untuk menentukan apakah termasuk lubang, retakan, atau perubahan karakteristik objek karena pencahayaan yang berubah.
Dari hasil uji sistem pada kaleng tuna diameter 7 cm menunjukkan diperlukan waktu kurang dari 60 milidetik per kaleng untuk melakukan proses inspeksi mutu tuna kaleng secara menyeluruh: deteksi tepi, transfer data, Pengolahan citra (ekstraksi tepi kaleng dan penghitungan parameter, segmentasi dan analisis daging dalam kaleng), keputusan penerimaan atau penolakan, dan jika diperlukan aktivasi sistem penolakan.
Contoh Analisis profil dari citra daging tuna dalam kaleng untuk deteksi keberadaan lubang, retakan, dan memar. Sumber Gambar: MartÃn-Herrero & Alba-Castro. (2003)
Penulis : I Made Susi Erawan - LRMPHP
0 comments:
Posting Komentar