PELATIHAN

LRMPHP telah banyak melakukan pelatihan mekanisasi perikanan di stakeholder diantaranya yaitu Kelompok Pengolah dan Pemasar (POKLAHSAR), Kelompok Pembudidaya Ikan, Pemerintah Daerah/Dinas Terkait, Sekolah Tinggi/ Universitas Terkait, Swasta yang memerlukan kegiatan CSR, Masyarakat umum, dan Sekolah Menengah/SMK

Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan

LRMPHP sebagai UPT Badan Riset dan SDM KP melaksanakan riset mekanisasi pengolahan hasil perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 81/2020

Tugas Pokok dan Fungsi

Melakukan tugas penelitian dan pengembangan strategis bidang mekanisasi proses hasil perikanan di bidang uji coba dan peningkatan skala teknologi pengolahan, serta rancang bangun alat dan mesin untuk peningkatan efisiensi penanganan dan pengolahan hasil perikanan

Kerjasama

Bahu membahu untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan dengan berlandaskan Ekonomi Biru

Sumber Daya Manusia

LRMPHP saat ini didukung oleh Sumber Daya Manusia sebanyak 20 orang dengan latar belakang sains dan engineering.

Jumat, 07 Juli 2017

Para Nelayan Ini Sebagian Beralih Menggunakan Energi Surya Saat Melaut

Sejumlah kapal nelayan di Brondong yang Mulai Menggunakan Panel Surya beberapa tahun ini. (Foto: Luh De Suriyani)
Di sebuah aliran sungai yang bermuara di pesisir utara Laut Jawa, belasan perahu terlihat menonjol dengan panel-panel energi surya. Perahu-perahu motor ini mengalihkan penggunaan energi terutama untuk penerangan dari aki setrum ke energi terbarukan, solar panel.

Ketika negara sibuk menggelar konferensi-konferensi tingkat tinggi energi terbarukan, puluhan nelayan ini sudah mendahului mengeksekusinya secara swadaya. Pun banyak proyek besar energi terbarukan mangkrak. 

Para nelayan tak banyak pertimbangan teori soal ramah lingkungan karena alasannya praktis, sesuai kebutuhan nelayan di pesisir pantai utara Lamongan ini. Aki-aki yang disetrum listrik rumahan mudah rusak karena tiap hari bongkar pasang dari perahu.

Aki yang digunakan untuk menyimpan energi dari panas matahari ini sekitar 70 ampere. Tak pernah kehabisan daya untuk lampu-lampu penerangan yang dipasang di perahu dan sangat membantu saat melaut malam.

Sementara sebelumnya mereka tergantung pada listrik PLN. Aki harus dicabut untuk disetrum dengan biaya sekitar Rp15 ribu sekali setrum. Masalahnya bukan di biaya saja, tetapi juga pada umur aki. Menurut mereka daya cepat habis dan umur aki pendek atau cepat rusak karena sering bongkar pasang.

Pemasangan Panel Surya di Kapal (Foto: Luh De Suriyani)
Modal awal sekitar Rp 2 juta untuk membeli aki dan panel suryanya. Tapi investasi ini menurut mereka sepadan dengan mudahnya menggunakan energi surya dan hemat waktu untuk menyetrum aki yang membutuhkan waktu berjam-jam. 

Saat ini ada sekitar 200 nelayan yang sudah menggunakan panel surya sebagai sumber energi. Faktor pendukungnya adalah kebutuhan yang sama yaitu untuk mendapat energi yang mudah dikelola.

Sumber : http://www.mongabay.co.id

Kamis, 06 Juli 2017

Nelayan Pantai Depok Memilih Tidak Menjual Ikan di TPI

(foto : Arief Junianto/JIBI/Harian Jogja)
Meskipun sudah disediakan fasilitas Tempat Pelelangan Ikan (TPI), nelayan Pantai Depok ternyata belum sepenuhnya memanfaatkan fasilitas tersebut. Mereka lebih memilih menjual ikan hasil tangkapannya secara langsung kepada pembeli. Dengan cara ini, mereka menilai keuntungan yang diperoleh jauh lebih besar ketimbang melelangnya di TPI.

Terkait hal itu, Kepala Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan dan Perikanan Bantul Pulung Haryadi menjelaskan bahwa TPI Depok memang perlu segera dilakukan penataan, baik secara fisik maupun sistem pelelangannya. Itulah sebabnya, di tahun ini pihaknya memang sudah berencana akan melakukan perbaikan TPI Depok tersebut.

Sementara menyinggung soal banyaknya nelayan yang memilih menjual ikan secara langsung kepada pengunjung tanpa harus melalui TPI, ia menganggap hal itu wajar dilakukan oleh nelayan, terutama nelayan perahu. Pasalnya, hasil tangkapan ikan dari nelayan perahu harian itu memang tak begitu banyak.

Itulah sebabnya, ia berharap nelayan di Bantul mengubah pola kerjanya, dari nelayan harian menjadi nelayan kapal. Harapannya saat ombak tinggi mereka tetap bisa melaut. Harapan Pulung ini mengacu karakteristik Pantai Selatan, yang ombaknya lebih besar dibanding gelombang di Pantai Utara Jawa. Menurutnya dari 596 nelayan di Bantul, tidak lebih dari 15 orang saja yang menjadi nelayan kapal.


Sumber: http://www.solopos.com

Minggu, 25 Juni 2017

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1438 H



Kamis, 15 Juni 2017

Learning Session LRMPHP


Dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan kemampuan pegawai, LRMPHP mengadakan acara learning session. Acara ini dihelat di aula lantai 2 gedung LRMPHP mulai pukul 09.00 pagi. Khusus bulan Juni ini, pelaksanaan learning session dilaksanakan setiap hari, mulai tanggal 14 Juni sampai dengan tanggal 23 Juni 2017.

Disamping untuk wahana untuk saling belajar dan berdiskusi, kegiatan ini diharapkan juga mampu untuk mengasah dan meningkatkan kemampuan dalam menyajikan karya ilmiah atau presentasi.

Untuk kali pertama, bertindak sebagai pemateri yaitu Sdr. Ahmat Fauzi, ST yang membawakan materi bertema Perancangan Mesin Refrigerasi Absorpsi untuk Produksi Es Berkapasitas 10 ton/hari dengan dimoderatori oleh Sdr. Tri Nugroho Widianto, M.Si. Acara ini dihadiri oleh kakelti, peneliti, calon peneliti dan teknisi serta beberapa staf manajerial LRMPHP.

Bagi bapak/ibu yang berkenan meluangkan waktu untuk hadir di acara learning session LRMPHP di bulan Juni ini, berikut adalah jadwal dan materi yang akan dipaparkan.


Senin, 12 Juni 2017

Menteri Kelautan dan Perikanan Sampaikan Intervensi pada Konverensi Kelautan PBB

dok. humas kkp
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyampaikan intervensi Indonesia dalam “Dialog Kemitraan 4: Menjaga Keberlanjutan Perikanan” pada rangkaian acara Konferensi Laut PPB, di UNHQ, New York, Rabu (7/6) lalu. Dalam kesempatan tersebut, Menteri Susi menyarankan berbagai langkah yang dapat dilakukan bersama untuk menjaga keberlanjutan kelautan dan perikanan dunia.

Menurut Menteri Susi, untuk dapat menjaga lautan, semua masyarakat dunia harus memahami bahwa lautan dan kehidupan yang terkandung di dalamnya berhak untuk hidup lestari. Untuk itu, dunia memerlukan suatu badan global untuk mengatur perlindungan terhadap hak laut, yang tak akan terganggu oleh agenda politik apapun.

Menteri Susi menyarankan negara-negara dunia melakukan penangkapan menggunakan peralatan dan metode yang aman, mengontrol Fish Agregating Device (FAD), dan tidak menguras induk-induk ikan yang bermigrasi menuju zona perkembangbiakan mereka. “Ketika induk-induk ikan tidak kembali ke zona perkembangbiakan (akibat ditangkap), bayi-bayi ikan tidak akan lahir untuk menjaga keberlanjutannya, sehingga dunia akan kehabisan stok ikan,” tambahnya.

Pada kesempatan tersebut, Menteri Susi juga menekankan pentingnya melindungi laut lepas sebagai upaya melindungi industri skala kecil. Menurutnya nelayan-nelayan terutama nelayan kecil harus sejahtera dengan menggantungkan hidup dari laut. Laut harus dapat menjadi sarana nelayan kecil untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.

Terakhir, Menteri Susi meminta dunia memahami bahwa IUU Fishing adalah kejahatan transnasional yang terorganisir. Dalam praktiknya, selain melakukan pencurian ikan juga terjadi perdagangan manusia, penyelundupan narkoba, transaksi bahan bakar minyak (BBM) ilegal, penyelundupan binatang langka, dan sebagainya.

Sebagai informasi, Konferensi Laut PBB berlangsung tanggal 5-9 Juni 2017 dengan mengusung tema “Our Ocean, Our Future: Partnering for the Implementation of SDG’s 14”. Tujuannya untuk mengidentifikasi upaya-upaya yang diperlukan guna mendukung implementasi Sustainable Development Goals (SGD’s) 14 melalui keterlibatan seluruh pemangku kepentingan terkait, baik tingkat regional, nasional, maupun global. SDG’s 14 sendiri bertujuan untuk melestarikan dan memanfaatkan secara berkelanjutan sumber daya kelautan dan samudera untuk pembangunan berkelanjutan.


Sumber : IG KKP >> @kkpgoid

Mesin Pembuat Pakan Ikan Bantuan Pemerintah Perlu Dimodifikasi

Sejumlah kelompok pembudidaya memodifikasi mesin pembuat pakan ikan bantuan dari pemerintah agar bisa dipakai lebih optimal. Program bantuan mesin tersebut bertujuan mendukung gerakan pakan mandiri untuk menghasilkan produk pakan ikan yang lebih terjangkau.

Hangabdi Wiyono, Ketua Kelompok Pembudidaya Mina Mulya di Dusun Babatan, Kelurahan Wedo Martani, Kecamatan Ngemplak, Sleman, DI Yogyakarta, mengemukakan, modifikasi dilakukan sejak kelompok menerima bantuan mesin pakan tahun 2015. Saat bantuan mesin pakan diterima, kinerja mesin tergolong lamban dan banyak masalah. Awalnya, bantuan mesin pakan penghasil pelet tenggelam tersebut dijanjikan memiliki kapasitas 500 kg per jam, tetapi hanya terealisasi 70 kg per jam. Pihaknya melakukan modifikasi penggantian beberapa komponen dengan biaya swadaya kelompok sekitar Rp 20 juta. ”Kami berupaya mencari cara agar mesin bisa bekerja lebih baik. Kami bekerja lebih baik untuk bisa mendorong produksi,” kata Wiyono, yang juga Ketua Asosiasi Produsen Pakan Mandiri Yogyakarta, Selasa (23/5), di Sleman, DI Yogyakarta.

Dengan uji coba dan modifikasi beberapa kali, produktivitas mesin pakan kini bisa mencapai 250 kg per jam. Proses produksi pelet memakan waktu rata-rata 3 hari. Wiyono menambahkan, dengan pola pakan mandiri, harga pakan ikan untuk budidaya terjaga stabil dalam kurun dua tahun terakhir. Sebelumnya, harga pakan tiap tahun naik Rp 300 per zak. Saat ini, harga pelet tenggelam hasil produksi pakan mandiri sebesar Rp 180.000 per zak ukuran 30 kg dengan kandungan protein 25 persen. Namun, di tengah harga pakan rakyat yang terjaga stabil, mereka juga harus bersaing dengan harga pelet apung produksi pabrikan berkisar Rp 195.000 per zak ukuran 30 kg dengan kandungan protein 20 persen.

Selama 2014-2016, jumlah bantuan mesin pakan ikan ke Provinsi DI Yogyakarta mencapai 14 unit. Dari jumlah tersebut, bantuan ke Kabupaten Sleman sebanyak 9 unit. Terdapat satu mesin pakan yang belum bisa beroperasi karena modifikasi gagal. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan DI Yogyakarta Sigit Sapto Raharjo mengemukakan, potensi usaha penghasil pakan dan budidaya ikan di Yogyakarta masih terbuka lebar. Kebutuhan pakan di wilayah itu mencapai sekitar 46.000 ton per tahun. Sebagian kebutuhan dipasok dari luar Yogyakarta. Sigit menambahkan, modifikasi bahan baku pakan dengan menggunakan komponen lokal merupakan kreasi pembudidaya mencari formula yang pas untuk menghasilkan pakan. Modifikasi bahan baku antara lain menggunakan sampah tumbuhan, seperti daun talas, bungkil kedelai, dan daun pepaya. Namun, tidak semua bahan baku dapat disubstitusi. Kebutuhan tepung ikan sejauh ini masih mengandalkan pasokan dari pabrikan dan produk impor. Berdasarkan data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, produksi pakan mandiri dalam dua tahun terakhir meningkat pesat sebanyak 300 persen, yakni dari 16.800 ton tahun 2015 menjadi 62.160 ton pada 2016.

Kebutuhan konsumsi ikan hasil budidaya di Yogyakarta terus meningkat, yakni mencapai 108.000 ton. Jumlah tersebut belum bisa terpenuhi oleh produksi budidaya ikan di Yogyakarta yang jumlahnya hanya 76.780 ton pada 2016. Komoditas utama yang dikonsumsi antara lain lele, nila, gurami, bawal, dan udang vaname. ”Kami masih mengambil ikan yang dipasok oleh wilayah lain,” kata Sigit.


Sumber : Harian Kompas, 24 Mei 2017

Kamis, 08 Juni 2017

PARTISIPASI LRMPHP DI WORLD OCEANS DAY


Aksi LRMPHP di World Oceans Day :
1. Sosialisasi tentang pentingnya kebersihan pantai dan laut "saya ikut melindungi laut dari plastik"
2. Bersih-bersih pantai dari sampah plastik yang sebagian besar berasal dari daratan

-Pantai Parangtritis dan Depok, Bantul, DI Yogyakarta, 8 Juni 2017-

#untukINDONESIA
#lindungilautdariplastik