Tepung ikan merupakan produk penting untuk menunjang usaha peternakan dan budidaya perikanan karena menjadi komponen utama sumber protein dalam formulasi pakan. Hal ini mengingat kandungan protein pada ikan yang cukup besar dan mencapai lebih dari 20%. Sejalan dengan berkembangnya industri peternakan dan budidaya perikanan, kebutuhan tepung ikanpun semakin meningkat. Permintaan tepung ikan berkisar antara 150.000 - 200.000 ton per tahun, dan diprediksi setiap tahunnya mengalami kenaikan 10 -15%. Dengan produksi lokal sekitar 45.000 ton, kebutuhan tepung ikan di dalam negeri harus dipenuhi dari impor. Sampai saat ini impor bahan baku pakan ikan, terutama tepung ikan setiap tahunnya mencapai 35% dari total impor perikanan Indonesia, padahal Indonesia memiliki banyak potensi perikanan yang dapat dimanfaatkan menjadi tepung ikan, misalnya udang dan rajungan rucah.
Udang dan rajungan merupakan komoditas penting perikanan di tingkat internasional. Namun demikian, terdapat udang maupun rajungan dalam jumlah besar yang tidak laku terjual oleh pemasar ikan lokal, baik karena kualitas yang tidak memenuhi standar maupun penurunan daya beli konsumen. Udang dan rajungan yang tidak laku terjual ini nilai ekonomisnya menjadi turun, tidak layak dikonsumsi manusia dan dapat dikategorikan sebagai udang dan rajungan rucah.
Melihat besarnya potensi udang dan rajungan rucah, serta kebutuhan akan bahan alternatif sebagai bahan baku pakan ikan, maka LRMPHP telah melakukan penelitian potensi pemanfaatan udang dan rajungan rucah sebagai bahan baku alternatif pakan ikan. Bahan untuk pembuatan tepung berupa udang dan rajungan yang diperoleh dari pasar ikan di pantai Depok, Bantul, DIY. Udang dan rajungan dicuci menggunakan air, lalu dikukus dengan menggunakan alat pengukus selama 30 menit, selanjutnya dilakukan proses penirisan dan penggilingan dengan menggunakan grinder. Material dalam kondisi lumat kemudian dijemur di bawah sinar matahari selama 2-3 hari hingga kering (estimasi kadar air w/w = 10%).
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap tepung udang dan rajungan rucah yang diperoleh, keduanya mempunyai kenampakan warna khas tepung ikan sebagaimana terlihat pada Gambar 1 di bawah ini.
Gambar 1. Tepung udang dan rajungan rucah
Rendemen tepung udang dan rajungan yang diperolah masing-masing sebesar 15,87% dan 23,20%, penurunan bobot tersebut terjadi karena proses pengolahan dan pada saat pengeringan. Hasil pengujian kadar nutrisi, kimia, organoleptik dan mikrobiologi (Salmonella) tepung udang dan rajungan selengkapnya disajikan pada Tabel berikut.
Tabel. Hasil pengujian nutrisi, kimia, organoleptik dan Salmonella tepung udang dan tepung rajungan
Produk
|
Kadar Nutrisi dan
Kimia (%)
|
Organo-leptik
|
Salmo-nella
|
Kalsi-um
|
Fos-for
|
NaCl
|
Air
|
Abu
|
Protein
|
Lemak
|
Serat
|
Tepung udang rucah
|
7,36
|
4,88
|
1,07
|
7,01
|
48,39
|
45,61
|
3,78
|
5,32
|
3,53
|
negatif
|
Tepung rajungan rucah
|
15,75
|
5,04
|
1,11
|
6,46
|
47,84
|
35,91
|
1,00
|
11,52
|
4,38
|
negatif
|
SNI
Tepung Ikan 2016 (Mutu III)
|
2,5-7,0
|
1,6-4,0
|
≤4
|
≤12
|
≤30
|
≥45
|
≤12
|
≤3
|
≥6
|
negatif
|
Berdasarkan hasil pengujian tersebut terlihat bahwa kadar air, lemak, protein (tepung udang) dan NaCl masih memenuhi standar SNI, sedangkan kalsium, fosfor belum memenuhi standar SNI sehingga perlu dilakukan modifikasi/penambahan nutrien tertentu agar dapat memenuhi standar SNI. Hasil pengujian secara organoleptik juga menunjukkan bahwa tepung udang dan rajungan rucah yang dihasilkan dari percobaan ini belum memenuhi persyaratan yang ditetapkan SNI. Selain pengujian secara kimia dan organoleptik, pengujian secara mikrobiologi (Salmonella) kedua jenis tepung juga dilakukan dan hasilnya negatif sehingga memenuhi persyaratan SNI.
Sumber : Prosiding Semnaskan UGM 2015