Status kesegaran
ikan berkaitan erat dengan keamanan makanan bagi konsumen dan cita rasa ikan. Metode
uji kesegaran ikan yang sering digunakan saat ini adalah uji organoleptik yang
didasarkan pada bau ikan, tekstur daging ikan dan kondisi visual ikan. Validitas
uji ini bergantung pada panelis terlatih
yang berpengalaman sehingga hal ini dapat menjadi kendala terkait ketersediaan
panelis terlatih. Selain uji organoleptik, uji kimiawi dan bakteri lazim
digunakan dilaboratorium pengujian. Uji kimiawi didasarkan pada produksi senyawa
gas volatil yang dihasilkan saat proses pembusukan ikan. Senyawa gas volatil
tersebut diikat oleh asam borat dan pengukuran kadarnya dengan titrasi HCl. Untuk
meningkatkan keakurasian pendeteksian produksi senyawa volatil dapat dilakukan dengan menggunakan
kromatografi cair (HPLC) atau kromatografi gas (GC). Sampai saat
ini, metode kromatografi memiliki akurasi yang paling baik namun memberikan biaya
pemeriksaan yang mahal dan hanya bisa dilakukan di dalam laboratorium dengan
peralatan khusus. Sementara
itu, pengujian bakteri yang didasarkan pada jumlah populasi bakteri
total pada ikan
memerlukan waktu yang relatif lama untuk inkubasi penumbuhan total bakteri. Tingginya populasi bakteri pada ikan tersebut dianggap sebagai penanda peningkatan aktivitas
bakteri pembusuk.
Metode lain yang lebih fleksibel dan praktis adalah pengukuran
kesegaran ikan menggunakan alat Torry meter. Prinsip kerja alat tersebut dengan
mengukur konduktivitas jaringan ikan. Konduktivias jaringan ikan didefinisikan
sebagai sifat elektrokimia yang semakin meningkat seiring tingkat pembusukan
ikan. Namun alat tersebut hanya bisa digunakan pada permukaan kulit ikan, tidak bisa digunakan
pada fillet ikan dan ikan yang di bekukan.
Ditengah
kekurangan metode pemeriksaan kesegaran ikan saat ini, aplikasi sensor gas
semikonduktor sebagai pendeteksi kesegaran ikan menawarkan metode yang relatif
cepat, murah dan mudah. Sensor gas semikonduktor menggunakan sebuah material
(SnO2, ZnO dan TiO2) dengan konduktivitas berubah ubah
menyesuaikan absorbsi gas. Aplikasi sensor gas semikonduktor untuk keperluan
deteksi kesegaran ikan telah banyak dilaporkan. Ho Park, et al (2013) menggunakan deret sensor gas untuk pendeteksian
senyawa trimethylamin dan amonia. Barbri et
al (2009) dapat memanfaatkan deret sensor untuk menentukan kesegaran ikan
sarden. Bahkan secara lebih jauh Olafsdottir, et al (2006) melaporkan menggunakan elektronic nose untuk mendefinisikan sisa metabolism spesifik
sebuah bakteri pembusuk. LRMPHP juga telah mengembangkan penggunaan sensor gas
untuk pemeriksaan kemunduran mutu ikan. Salah
satu jenis sensor yang digunakan adalah sensor jenis MQ-136 untuk pendeteksian
gas H2S pada ikan tuna.
Saat ini sensor
gas telah diproduksi masal dengan harga yang relatif murah, variatif dan
spesifik dalam mendeteksi gas. Sensor MQ-3 merupakan sensor yang sensitif untuk
mendeteksi gas alkohol sedangkan sensor MQ-9 merupakan sensor yang memiliki kemampuan
untuk mendeteksi gas CO pada sumber daya rendah dan mendeteksi gas metana pada
sumber daya tinggi. Sensor gas hanya mampu membaca data analog berupa gas,
sehingga masih diperlukan mikrokontroler sebagai pengubah sinyal analog dari
sensor ke data digital berupa deretan angka. Sensor MQ-3 atau MQ-9 dapat dengan
mudah ditemui di toko elektronik robotika, hal ini dapat menjadikan sensor MQ-3
atau MQ-9 sebagai alternatif yang cepat, mudah dan murah untuk pendeteksian
kebusukan ikan.
Atas dasar itu maka LRMPHP telah
melakukan penelitian tentang perbandingan pembacaan sensor gas (MQ-3 dan MQ-9)
pada proses pembusukan ikan tuna seperti dipublikasikan dalam SIMNASKP
IV UNHAS 19-20
Mei 2017 di Makasar. Penelitian untuk mengetahui respon terbaik dua sensor tersebut
terhadap perubahan bau ikan tuna sehingga diperoleh sensor gas yang paling baik untuk
mendeteksi pembusukan ikan tuna.
Rangkaian
pembacaan sensor gas MQ-3 dan MQ-9 terhadap
kebususkan ikan pada
penelitian tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
|
Gambar 1. Rangkaian pembacaan sensor gas MQ-3 dan Mq 9 terhadap kebusukan ikan |
Hasil pembacaan
sensor MQ-3 dan
MQ-9 terhadap sampel
ikan tuna masing-masing dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3 berikut:
|
Gambar 2. Grafik regresi pembacaan sensor MQ 3 terhadap
waktu
|
|
Gambar 3. Grafik
regresi pembacaan sensor MQ-9 terhadap waktu
|
Berdasarkan hasil uji
regresi sensor gas terhadap waktu pengamatan, terdapat korelasi
yang kuat antara pembacaan sensor MQ-3 dan MQ-9 terhadap pembusukan ikan. Nilai R2 sebesar 0,945 volt untuk sensor MQ-9, lebih tinggi
dibandingkan nilai
R2 untuk
sensor MQ-3 sebesar
0,847 volt, hal ini menunjukkan waktu
lebih berpengaruh terhadap pembacaan sensor MQ-9 dari pada sensor MQ-3.
Sumber : Prosiding SIMNASKP IV UNHAS 2017