PELATIHAN

LRMPHP telah banyak melakukan pelatihan mekanisasi perikanan di stakeholder diantaranya yaitu Kelompok Pengolah dan Pemasar (POKLAHSAR), Kelompok Pembudidaya Ikan, Pemerintah Daerah/Dinas Terkait, Sekolah Tinggi/ Universitas Terkait, Swasta yang memerlukan kegiatan CSR, Masyarakat umum, dan Sekolah Menengah/SMK

Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan

LRMPHP sebagai UPT Badan Riset dan SDM KP melaksanakan riset mekanisasi pengolahan hasil perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 81/2020

Tugas Pokok dan Fungsi

Melakukan tugas penelitian dan pengembangan strategis bidang mekanisasi proses hasil perikanan di bidang uji coba dan peningkatan skala teknologi pengolahan, serta rancang bangun alat dan mesin untuk peningkatan efisiensi penanganan dan pengolahan hasil perikanan

Kerjasama

Bahu membahu untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan dengan berlandaskan Ekonomi Biru

Sumber Daya Manusia

LRMPHP saat ini didukung oleh Sumber Daya Manusia sebanyak 20 orang dengan latar belakang sains dan engineering.

Jumat, 18 Agustus 2017

Pembuatan Pupuk Granul Rumput Laut Menggunakan Prototipe Granulator Vertikal dengan Variasi Kecepatan Putaran Chopper

Pemakaian pupuk kimia untuk pertanian yang melebihi ketentuan dosis dapat mengakibatkan menurunnya kualitas lahan dan berimbas pada penurunan hasil panen. Oleh karena itu para petani mulai beralih menggunakan pupuk organik untuk merawat/menjaga tingkat kesuburan tanah. Salah satu bahan yang potensial digunakan dalam pembuatan pupuk organik adalah rumput laut. Bahan ini kaya kandungan mineral, nutrien anorganik dan bahan organik seperti hormon pemacu tumbuh (sitokinin, auksin, dan giberelin).

Pupuk organik memiliki beberapa macam bentuk seperti tablet, briket, curah, dan granul. Bentuk granul adalah yang paling diminati di pasaran karena granul lebih mudah ditaburkan/diaplikasikan dan mudah meresap ke tanaman. Massa granul lebih ringan daripada bentuk curah, sehingga memudahkan dan mengurangi biaya tranportasi. Pada proses granulasi, partikel-partikel kecil disatukan dan dipadatkan untuk membentuk gumpalan yang kuat secara fisik dengan struktur permanen dimana partikel aslinya masih bisa dibedakan. Cara yang paling sederhana dalam pembuatan granul adalah dengan menggunakan nampan. Metode ini biasanya digunakan untuk membuat granul skala kecil. Dalam perkembangannya terdapat beberapa tipe granulator yang umum digunakan di industri yaitu: fluidized bed granulator, high shear granulator, disc granulator (pan granulator) dan drum granulator.

LRMPHP telah mengembangkan granulator dengan mengadopsi granulator tipe vertical high shear. Granulator tipe ini menggunakan impeller yang berfungsi sebagai pengaduk untuk membentuk gumpalan basah dan chopper yang berfungsi sebagai pemecah gumpalan sehingga menghasilkan granul dengan densitas tinggi. Impeller berputar pada kecepatan rendah sampai tinggi untuk menciptakan kondisi pengadukan yang diharapkan. Setelah tepung (powder) tercampur rata maka ditambahkan air untuk membasahi adonan sehingga saling terikat dan membentuk gumpalan basah (metode granulasi basah).  

Granulator yang dikembangkan LRMPHP tersebut, pada proses pemadatan granul terdapat 2 drum yang berfungsi untuk memadatkan granul yang sudah terbentuk pada drum 1. Kecepatan putar pada chopper merupakan salah satu faktor utama dalam pembentukan granul karena berpengaruh terhadap rendemen granul. Oleh karena itu kecepatan putar chopper menjadi hal penting dalam pembuatan granulator. Uji coba granulasi dilakukan menggunakan model alat granulator vertikal rancangan LRMPHP (Gambar 1 dan 2).
Gambar 1. Alat uji granulator rancangan LRMPHP
Prinsip kerja alat tersebut dengan memanfaatkan impeller sebagai pengaduk dan chopper sebagai pemecah untuk membentuk campuran tepung menjadi bentuk granul. Pada drum 1 terdapat impeller yang berputar dengan kecepatan tertentu. Dengan tambahan air dan diaduk menggunakan impeller dalam waktu tertentu maka adonan akan membentuk gumpalan basah. Gumpalan basah tersebut akan dipecah oleh chopper yang berputar dengan kecepatan tertentu sehingga membentuk butiran (granul). Kombinasi dan variasi kecepatan putar antara impeller dan chopper akan menghasilkan ukuran granul yang bervariasi. Pada drum 2 dan 3 terdapat piringan yang berputar dengan kecepatan tertentu. Piringan yang berputar tersebut mengakibatkan gaya sentrifugal sehingga granul yang sudah terbentuk akan berputar-putar dan menjadi semakin padat.  
Gambar 2. Ilustrasi drum 1 alat uji granulator LRMPHP
Hasil uji coba pembuatan pupuk granul rumput laut dengan variasi kecepatan putar chopper ditunjukkan pada gambar 3. Perbandingan nilai rendemen pada granul ukuran kecil (D < 4 mm), granul ukuran sedang (3 – 4 mm)  dan granul ukuran besar (D > 4 mm) pada pengaturan kecepatan chopper 1070 : 896 rpm, berturut turut yaitu sebesar 93,38 % : 98,95 %, 61,76 % : 23,04 %, 15,46 % : 33,22 % dan 16,17 % : 42,69 %. Hasil analisis statistik data dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa kecepatan putar chopper tidak berpengaruh signifikan terhadap rendemen granul total tetapi berpengaruh cukup signifikan terhadap rendemen pada berbagai ukuran granul yang dihasilkan. Dengan kecepatan putar chopper sebesar 1070 rpm menghasilkan lebih banyak granul dengan ukuran kecil, sedangkan pada 896 rpm menghasilkan lebih banyak granul berukuran sedang sampai besar dibandingkan dengan granul ukuran kecil. Oleh karena itu, kombinasi antara kecepatan putar impeller dan chopper perlu diperhatikan untuk memperoleh ukuran granul yang diharapkan. 
Gambar 3. Granul yang dihasilkan pada dua variasi putaran; a). Hasil granul pada putaran 896 rpm;
b). Hasil granul pada putaran 1070 rpm


Sumber : Prosiding Semnaskan UGM

Selasa, 15 Agustus 2017

Uji Lapang Alat Deteksi Kesegaran Ikan Berbasis Non Desktruktif

Saat ini pengujian kesegaran ikan diperlukan dalam upaya mengetahui mutu serta keamanan produk perikanan Indonesia. Berbagai metode pengujian telah dikembangkan untuk memperoleh metode pengujian yang lebih baik. Beberapa metode pengujian tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing sehingga masih perlu pengembangan lebih lanjut.

Gambar 1. Pelaksanaan uji lapang

LRMPHP sedang mengembangkan peralatan uji kesegaran ikan berbasis nondestruktif dengan menggunakan sensor dan software. Prinsip kerja alat ini adalah pendeteksian bau ikan menggunakan sensor dan citra mata ikan menggunakan kamera. Desain peralatan yang dikembangkan berbentuk kotak (bok) dengan sensor dan kamera diletakkan di dalamnya. Ikan yang akan diuji dimasukan dalam kotak pengujian tersebut. Data sensor dan citra mata dikirim ke komputer selanjutnya diolah menggunakan software.

Uji lapang peralatan dilakukan di pasar Kobong Rejomulyo, Semarang, Jawa tengah. Ikan tuna dengan tingkat kesegaran berbeda diuji menggunakan peralatan ini. Pengujian dilakukan untuk melihat performansi alat (pembacaan data maupun perakitan sensor dan kamera). Sebagai data pembanding dilakukan pengujian sampel secara kimia (TVB) yang dilakukan di LPPMHP (sekarang BP2MHP), Semarang.

Peralatan yang sedang dikembangkan LRMPHP tersebut diharapkan dapat membantu stake holder dalam menentukan kesegaran ikan secara cepat dan praktis tanpa merusak tubuh ikan (non destruktif).

Senin, 14 Agustus 2017

Karakterisasi Proses Produksi dan Kualitas Tepung Ikan di Beberapa Pengolah Skala Kecil

Tepung ikan merupakan salah satu bentuk pemanfaatan hasil samping pengolahan utama ikan maupun dari hasil tangkapan sampingan. Produk ini biasanya digunakan sebagai bahan baku utama dalam pembuatan pakan ternak, baik pakan ternak ruminansia, ternak unggas maupun pelet ikan. Permasalahan yang sering dihadapi oleh pengolah skala kecil adalah kualitas tepung ikan yang dihasilkan tidak seragam dan masih dibawah kualitas tepung impor.

Pengolahan tepung ikan di dalam negeri umumnya dilakukan oleh industri rumah tangga (gambar 1) dan industri pabrik yang keduanya memiliki perbedaan baik dalam teknik pengolahannya maupun sumber bahan baku yang digunakan sehingga menghasilkan kualitas tepung ikan yang bervariasi. Sumber bahan baku tepung ikan yang digunakan selama ini umumnya berupa jenis-jenis ikan yang kurang ekonomis (ikan rucah), hasil tangkapan samping (HTS) dan sisa-sisa olahan ikan yang berasal dari limbah pengolahan ikan kaleng.


Gambar 1. Salah satu peralatan pengolah tepung ikan pada industri rumah tangga

Berdasarkan SNI, pengolahan tepung ikan dilakukan melalui proses pencucian, pengukusan atau perebusan, pengepresan, pengeringan, dan penggilingan/penepungan. Peralatan yang digunakan oleh pengolah tepung ikan skala UKM masih sangat sederhana. Beberapa peralatan yang biasa digunakan yaitu drum perebus atau tangki pengukus yang memiliki keterbatasan untuk kapasitas produksi. Proses yang dilakukan juga tidak seragam, misalnya melalui perebusan, pengukusan maupun presto, sehingga kualitas produk yang dihasilkan tidak sama, padahal kualitas tepung ikan yang diproduksi harus memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI Nomor 1715:2013).

Atas dasar hal tersebut, LRMPHP telah melakukan penelitian untuk mempelajari karakteristik proses produksi tepung ikan, bahan baku tepung ikan dan mengetahui kualitas tepung ikan yang diproduksi oleh beberapa pengolah tepung ikan skala kecil di kabupaten Wonogiri, Gunungkidul dan Pacitan. Hasil penelitian ini telah dipublikasikan dalam Semnaskan Perikanan Dan Kelautan XIV UGM tanggal 22 Juli 2017 di Yogyakarta. Dari penelitian ini diharapkan diperolah informasi tentang permasalahan kualitas tepung ikan skala UKM dan dapat dijadikan bahan referensi bagi instansi atau pihak terkait untuk meningkatkan kualitas tepung ikan sehingga memenuhi standar SNI.

Adapun rangkaian penelitian dimulai dengan survei dan wawancara kepada para pengolah tepung ikan di kabupaten Wonogiri, Gunungkidul dan Pacitan. Sampel responden diambil dengan cara purposive sampling, selanjutnya diambil sampelnya untuk diuji kandungan kimianya.

Dari hasil wawancara dan pengamatan langsung ke pengolah tepung ikan skala kecil di tiga lokasi tersebut diketahui bahwa para pengolah menggunakan metode, peralatan dan bahan baku tepung ikan yang bervariasi. Para pengolah tepung ikan di Gunungkidul dan Pacitan menggunakan metode perebusan dan juga melalui proses pengepresan, sedangkan pada pengolah di Wonogiri menggunakan metode pengukusan dan tidak melalui proses pengepresan. Metode dan bahan baku yang berbeda ini akan menyebabkan kualitas tepung ikan yang dihasilkan juga bervariasi.

Produk tepung ikan di kabupaten Pacitan dibedakan menjadi 3 jenis yaitu tepung daging tuna, tepung tulang tuna dan tepung kepala tuna, di kabupaten Wonogiri hanya satu jenis tepung yaitu tepung ikan nila, sedangkan di kabupaten Gunungkidul ada 3 jenis yaitu tepung mutu A, B, dan C yang dibedakan berdasarkan kualitas bahan baku awal. Data rata-rata komposisi kimia tepung ikan asal Pacitan, Wonogiri dan Gunungkidul disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia tepung ikan asal kabupaten Pacitan, Wonogiri dan Gunungkidul (%)
Keterangan:
*           Produk tepung ikan asal Pacitan
**         Produk tepung ikan asal Wonogiri
***        Produk tepung ikan asal Gunungkidul
  
Berdasarkan data kimia yang diperoleh dan mengacu pada standar SNI 2715:2013 maka produk tepung ikan berbahan baku daging ikan di kabupaten Pacitan dengan metode perebusan sudah memenuhi standar, sedangkan untuk produk tepung ikan lainnya belum memenuhi standar.

Sumber : Prosiding Semnaskan UGM

Rabu, 09 Agustus 2017

Produksi Ikan di Sadeng Selama 2017 Meningkat

Aktivitas Nelayan di Sadeng (dok LRMPHP)
Data produksi ikan PPI Sadeng Januari-Juli 2017 sebesar 1437 ton atau mencapai 23 milyar. Jika dibandingkan 2016, produksi Januari-Juli 2017 melampaui data produksi 2016 (mengalami peningkatan). Sepanjang 2016 (1 tahun) data produksi hanya mencapai 1578 ton. Pada 2016 persentase jenis ikan tangkapan berupa tuna (25%), cakalang (22%) dan layur (46%), sedangkan 2017 untuk tuna (27%), cakalang (66%) dan layur dengan jumlah sedikit (minor). Meskipun terjadi peningkatan hasil tangkapan, namun beberapa kendala yang dialami para nelayan di Sadeng yaitu selisih harga jual ikan di tingkat nelayan dengan di pasar masih cukup tinggi. Sebagai contoh, harga jual ikan tuna saat ini di tingkat konsumen sebesar 20-25 ribu/kg, jauh lebih tinggi dibanding harga jual nelayan sebesar 12-15 ribu/kg.

Selain harga, kendala yang dihadapi adalah perijinan dokumen kapal. Jauhnya proses pengurusan izin dokumen menyebabkan beberapa nelayan PPI Sadeng tak memiliki dokumen kapal yang lengkap. Para pemilik kapal harus mengurus ke Cilacap atau Semarang, Jawa Tengah, bahkan sampai Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat. Pernah dilaporkan bahwa sekali mengurus izin menghabiskan biaya diatas tarif yang ditentukan, itupun prosesnya sulit dan memerlukan waktu hingga 6 bulan, padahal perijinan kapal hanya berlaku satu tahun.

Harapan yang disampaikan oleh para nelayan Sadeng kepada instansi terkait adalah kemudahan pengurusan dokumen kapal tidak perlu ke luar daerah, prosesnya tidak dipersulit dan biayanya yang terjangkau. Sebagai tambahan, harapanya ke depan yaitu kolam dermaga pelabuhan Sadeng diperlebar dan diperdalam sehingga kapal bertonase besar bisa masuk dermaga.

Selasa, 08 Agustus 2017

Nelayan Sadeng Sepakat Tidak Akan Menggunakan Cantrang

Kapal Nelayan di Sadeng Gunungkidul (dok. LRMPHP)
Sadeng merupakan salah satu pelabuhan perikanan utama di Yogyakarta selain Depok di Bantul dan Adikerto di Kulon Progo. Terletak di daerah Songbanyu, Girisubo, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta, Pelabuhan Perikanan Sadeng yang dikelola UPTD (Unit Pelaksana Teknis Dinas) propinsi, banyak mensuplai ikan keluar daerah karena mutu ikan yang ditangkap baik dan banyaknya permintaan. Mutu ikan yang baik tersebut salah satunya tidak terlepas dari penggunaan alat tangkap yang digunakan nelayan di Sadeng. Selama ini nelayan di Sadeng hanya menggunakan alat tangkap ramah lingkungan seperti gillnet, mini purse seine, pancing longline dan alat tangkap tradisional lainnya.

Salah satu nelayan (Bp. Sarpan) sekaligus sebagai ketua kelompok nelayan Mino Raharjo menuturkan bahwa para nelayan sudah cocok dengan alat tangkap tersebut karena selain dasar lautnya yang berkarang dan gelombangnya yang besar juga demi kelestarian sumber daya lautnya. Penggunaan alat tangkap lain (cantrang) di perairan Sadeng oleh nelayan luar daerah pernah dilaporkan sebelum tahun 2005, namun oleh nelayan setempat jaring cantrangnya langsung dilepas dan dibuang di laut karena ikan-ikan kecil juga ikut tertangkap. Sejak saat itu tidak ada lagi yang berani menggunakan alat cantrang di daerah perairan Sadeng.

Aktivitas Nelayan di Sadeng Gunungkidul (dok. LRMPHP)
Sebagai nelayan selama 30 tahun lebih, Bp. Sarpan mempunyai kapal motor tempel (Sri Rejeki) 7-8 GT dengan wilayah tangkapan selatan Jawa (WPP-RI 573) menggunakan alat tangkap gillnet dan pancing ulur untuk menangkap ikan hingga sejauh 150 mil. Dengan modal sebesar 5 juta untuk melaut selama 1 minggu dan jumlah ikan yang diperoleh sebanyak 1 ton maka penghasilan bersih yang diperolah nelayan tersebut mencapai 5 juta (sistem pembagian keuntungan 50% untuk pemilik kapal dan sisanya ABK dengan harga jual ikan ke pengepul rata-rata 15 ribu/kg). Selama melaut kebanyakan ikan yang diperoleh berupa tuna, cakalang, kemadang dan sulir. Kebanyakan ikan-ikan tersebut diperoleh dari alat tangkap pancing sebesar 70%, sedangkan 30% sisanya diperoleh dari alat tangkap lainnya.  Menurut Bp. Sarman perolehan ikan yang ditangkap pada bulan januari- juli 2017 cukup baik, dengan harga jual yang relatif tinggi dan stabil. Hasil tangkapan pada 2017 lebih banyak dibandingkan pada 2016, hal ini sesuai dengan data produksi tangkapan ikan yang dikeluarkan oleh UPTD PPI Sadeng.

Senin, 07 Agustus 2017

Simulasi Model Aliran Udara Dalam Ruang Pengering Rumput Laut

Rumput laut merupakan salah satu komoditas perikanan Indonesia yang potensial untuk dikembangkan. Data FAO tahun 2014 menyebutkan bahwa sebanyak  5.738.688 ton rumput laut jenis Eucheuma sp dibudidayakan di Indonesia. Salah satu cara penanganan rumput laut agar dapat bertahan lama setelah proses panen adalah dengan cara pengeringan. Rumput laut yang telah dikeringkan dapat diolah lebih lanjut menjadi berbagai macam olahan seperti agar-agar kertas, ATC dan lain sebagainya. Permasalahan yang timbul di tingkat petani dan pengolah rumput laut skala UKM adalah pengeringan rumput laut pada musim penghujan yang hanya mengandalkan panas matahari. Rumput laut di musim penghujan tidak dapat dikeringkan dengan baik sehingga menyebabkan penurunan mutu, bahkan dapat mengakibatkan rumput laut menjadi busuk.  Rumput laut yang mutunya kurang baik tersebut tidak dapat diterima oleh pengepul/perusahaan dan banyak yang terbuang percuma. Oleh karena itu, penggunaan alat pengering rumput laut menjadi sangat penting bila kondisi cuaca tidak optimal.

Alat pengering umumnya terbagi menjadi dua macam yaitu pengeringan menggunakan matahari dan pengering konvektif. Untuk mendapatkan alat pengering diperlukan aliran udara yang homogen dalam ruangan. Proses penguapan cairan dalam bahan dengan pemberian panas menyebabkan terjadinya proses pengeringan. Panas yang dibawa oleh media seperti udara menyebabkan uap air akan dilepaskan dari permukaan bahan ke udara pengering. Proses pengeringan dapat mempengaruhi mutu produk yang akan dihasilkan. Dalam proses pengeringan rumput laut perlu suhu yang konstan agar mutu yang dihasilkan tetap terjaga. Oleh karena itu desain alat pengering yang dapat menjaga suhu yang stabil diperlukan dalam proses pengeringan rumput laut tersebut.

LRMPHP telah melakukan penelitian tentang alat pengeringan rumput laut. Salah satu tahapan penelitian tersebut adalah simulasi model aliran udara dalam ruang pengering rumput laut. Rangkaian percobaan diawali dengan merancang ruang pengering jenis arc/dome. Pemilihan jenis ruang pengering arc/dome disesuaikan dengan jenis produk rumput laut eucheuma yang digunakan dalam penelitian. Rumput laut jenis eucheuma memiliki banyak komposisi air sehingga diharapkan ruang pengering jenis arc/dome dapat menampung lebih banyak uap air di bagian atas.

Gambar 1. merupakan desain arc/dome yang akan digunakan pada penelitian tersebut. Sumber panas akan diletakan dibawah yang diharapkan aliran panas akan mengalir ke bagian atas melalui euchema sehingga terjadi proses pengeringan. Ruangan desain memerlukan outlet (lubang udara) agar terjadi perputaran aliran udara dan suhu dalam ruangan. Selain lubang udara, penambahan kipas diperlukan sebagai pendorong udara dari bawah.

Gambar 1. Desain Ruang Pengering
Salah satu desain simulasi yang dikembangkan pada ruang pengering tersebut adalah penggunaan dua kipas pendorong pada bagian bawah dengan satu outlet pada bagian atas (Gambar 2.).

Tampak Samping
Tampak Atas
Gambar 2. Analisa Desain
Berdasarkan hasil simulasi yang dilakukan diperoleh hasil kecepatan udara panas pada ruang pengering antara 0 - 0,5 m/s, sehingga panas yang dihasilkan pada ruang pemanas bertahan lama di ruang pengering. Dengan demikian, hasil desain tersebut dapat dijadikan acuan sebagai rancang bangun alat pengering rumput laut. 

Kamis, 03 Agustus 2017

Pembinaan Pegawai LRMPHP oleh Tim Biro SDMA KKP

Dalam rangka pembinaan kepegawaian, pada tanggal 3 Agustus 2017 tim dari Biro SDM Aparatur mengunjungi Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan (Bapak M. Iqbal, Kasubag jabatan Fungsional III; dan Pak Wahyu). Acara ini diikuti oleh peneliti, calon peneliti, asisten peneliti, teknisi dan staf Tata Usaha LRMPHP.





Dalam kesempatan ini, Bapak Iqbal dan tim menyampaikan mengenai
- Peraturan Pemerintah Nomor 11/2017,
- pemberlakuan mengenai impassing jabatan fungsional sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 26/2016 (juga diatur oleh peraturan dari kementerian/lembaga yang menaungi/membina Jabatan Fungsional tertentu)
- pelaksanaan edaran MenKP tentang tunjangan kinerja untuk pejabat fungsional yang melaksanakan tugas belajar

Acara ini diakhiri dengan sesi diskusi/tanya jawab.