Tepung
ikan merupakan salah satu bentuk pemanfaatan hasil samping pengolahan utama
ikan maupun dari hasil tangkapan sampingan. Produk ini biasanya digunakan
sebagai bahan baku utama dalam pembuatan
pakan ternak, baik pakan ternak ruminansia, ternak unggas maupun pelet ikan. Permasalahan yang sering dihadapi oleh pengolah skala
kecil adalah kualitas tepung ikan yang dihasilkan tidak seragam dan masih
dibawah kualitas tepung impor.
Pengolahan
tepung ikan di dalam negeri umumnya dilakukan oleh industri rumah tangga (gambar 1) dan
industri pabrik yang keduanya memiliki perbedaan baik dalam teknik
pengolahannya maupun sumber bahan baku yang digunakan sehingga menghasilkan
kualitas tepung ikan yang bervariasi. Sumber bahan baku tepung ikan yang
digunakan selama ini umumnya berupa jenis-jenis ikan yang kurang ekonomis (ikan
rucah), hasil tangkapan samping (HTS) dan sisa-sisa olahan ikan yang berasal
dari limbah pengolahan ikan kaleng.
Gambar 1. Salah satu peralatan pengolah tepung ikan pada industri rumah tangga
Berdasarkan
SNI, pengolahan tepung ikan dilakukan melalui proses pencucian, pengukusan atau
perebusan, pengepresan, pengeringan, dan penggilingan/penepungan. Peralatan
yang digunakan oleh pengolah tepung ikan skala UKM masih sangat sederhana.
Beberapa peralatan yang biasa digunakan yaitu drum perebus atau tangki pengukus
yang memiliki keterbatasan untuk kapasitas produksi. Proses yang dilakukan juga
tidak seragam, misalnya melalui perebusan, pengukusan maupun presto, sehingga
kualitas produk yang dihasilkan tidak sama, padahal kualitas tepung ikan yang
diproduksi harus memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI Nomor 1715:2013).
Atas
dasar hal tersebut, LRMPHP telah melakukan penelitian untuk mempelajari
karakteristik proses produksi tepung ikan, bahan baku tepung ikan dan
mengetahui kualitas tepung ikan yang diproduksi oleh beberapa pengolah tepung
ikan skala kecil di kabupaten Wonogiri, Gunungkidul dan Pacitan. Hasil
penelitian ini telah dipublikasikan dalam Semnaskan Perikanan Dan Kelautan XIV UGM tanggal 22 Juli 2017 di
Yogyakarta. Dari penelitian
ini diharapkan diperolah informasi tentang permasalahan kualitas tepung ikan skala
UKM dan dapat dijadikan bahan referensi bagi instansi atau pihak terkait untuk
meningkatkan kualitas tepung ikan sehingga memenuhi standar SNI.
Adapun rangkaian
penelitian dimulai dengan survei dan wawancara kepada para pengolah tepung
ikan di kabupaten Wonogiri, Gunungkidul dan Pacitan. Sampel responden diambil
dengan cara purposive sampling, selanjutnya
diambil sampelnya untuk diuji kandungan kimianya.
Dari
hasil wawancara dan pengamatan langsung ke pengolah tepung ikan skala kecil di
tiga lokasi tersebut diketahui bahwa para pengolah menggunakan metode,
peralatan dan bahan baku tepung ikan yang bervariasi. Para pengolah tepung ikan
di Gunungkidul dan Pacitan menggunakan metode perebusan dan juga melalui proses
pengepresan, sedangkan pada pengolah di Wonogiri menggunakan metode pengukusan
dan tidak melalui proses pengepresan. Metode dan bahan baku yang berbeda ini akan
menyebabkan kualitas tepung ikan yang dihasilkan juga bervariasi.
Produk tepung
ikan di kabupaten Pacitan dibedakan menjadi 3 jenis yaitu tepung daging tuna,
tepung tulang tuna dan tepung kepala tuna, di kabupaten Wonogiri hanya satu
jenis tepung yaitu tepung ikan nila, sedangkan di kabupaten Gunungkidul ada 3
jenis yaitu tepung mutu A, B, dan C yang dibedakan berdasarkan kualitas bahan
baku awal. Data rata-rata komposisi kimia tepung ikan asal Pacitan, Wonogiri
dan Gunungkidul disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia tepung ikan asal kabupaten Pacitan, Wonogiri dan Gunungkidul (%)
Keterangan:
* Produk tepung ikan asal Pacitan
** Produk tepung ikan asal Wonogiri
*** Produk tepung ikan asal Gunungkidul
Berdasarkan data kimia yang
diperoleh dan mengacu pada standar SNI 2715:2013 maka produk tepung ikan
berbahan baku daging ikan di kabupaten Pacitan dengan metode perebusan sudah
memenuhi standar, sedangkan untuk produk tepung ikan lainnya belum memenuhi
standar.
Sumber : Prosiding Semnaskan UGM