Ikan rucah merupakan hasil samping pengolahan utama ikan maupun dari
hasil tangkapan sampingan yang dipandang tidak memiliki nilai ekonomis,
sehingga cenderung tidak diproses dan dibuang oleh pengolah atau nelayan. Jenis
ikan ini memiliki kandungan protein yang cukup tinggi, sehingga dapat
dimanfaatkan untuk diproses menjadi suatu produk dalam rangka pemanfaatan hasil
samping, penerapan konsep zero waste dan peningkatan nilai tambah. Salah satu
solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan
memanfaatkan ikan rucah sebagai bahan baku tepung ikan.
Tepung ikan merupakan produk hasil pengeringan dan penggilingan dari
ikan atau hasil samping pengolahan ikan tanpa penambahan material apapun.
Proses pengolahan tepung ikan sangat beragam, tergantung pada komposisi kimia
dan ketersediaan teknologi yang ada. Proses pengolahan tepung ikan secara umum
dibagi menjadi dua metode yaitu metode kering dan metode basah berdasarkan
kandungan lemak ikan, dimana pada metode basah dilakukan dengan cara perebusan.
Penelitian pengolahan tepung ikan dengan proses perebusan yang dilanjutkan
dengan pengepresan, pengeringan dan penggilingan telah dilakukan oleh beberapa
peneliti sebelumnya. Beberapa penelitian lain juga menggunakan proses
pengukusan dan presto sebagai proses utama untuk pembuatan tepung ikan.
Perbedaan proses pengolahan tersebut diduga mempengaruhi kualitas mutu tepung
ikan yang dihasilkan.
Kajian mutu tepung ikan berdasarkan perbedaan proses pengolahan ini
telah dilakukan oleh beberapa penelitian terdahulu, namun belum memberikan
informasi mutu tepung ikan secara lengkap sebagaimana tercantum dalam standar
mutu tepung ikan SNI 01-2715-1996. Oleh karena itu, LRMPHP melakukan penelitian
tentang mutu tepung ikan rucah pada berbagai proses pengolahan. Bahan utama penelitian
berupa ikan rucah, dicuci menggunakan air lalu diolah dengan tiga macam
perlakuan, yaitu perebusan selama 30 menit, pengukusan selama 30 menit dan
presto selama 15 menit. Selanjutnya dilakukan proses penirisan dan penghalusan
dengan menggunakan grinder. Material dalam kondisi lumat kemudian dijemur di
bawah sinar matahari selama 2-3 hari hingga kering (estimasi kadar air <
10%), selanjutnya dilakukan proses penepungan dengan menggunakan blender. Tepung
ikan yang diperoleh dianalisis dengan parameter pengujian kimia, mikrobiologi
dan organoleptik sesuai Standar Nasional Indonesia SNI 01-2715- 1996.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kestabilan suhu selama proses
dapat tercapai pada perlakuan perebusan dengan rendemen akhir tertinggi pada
perlakuan pengukusan, yaitu sebesar 23.04%. Seluruh perlakuan memberikan nilai
kadar protein di atas 50% dan kadar lemak di bawah 14% (memenuhi persyaratan
SNI). Hasil pengujian mikrobiologi terhadap tepung ikan rucah menunjukkan
negatif Salmonella untuk semua perlakuan sehingga memenuhi persyaratan SNI.
Perlakuan perebusan mempunyai nilai tertinggi untuk parameter kenampakan dan
tekstur pada pengujian organoleptik. Secara umum, perlakuan perebusan
memberikan mutu tepung ikan rucah terbaik, dengan kadar air, protein, serat,
abu, lemak, kalsium, fosfor dan NaCl berturut-turut sebesar 5,62%, 58,02%,
1,46%, 15,79%, 13,39%, 4,36%, 4,13%, dan 0,36%.