Penggunaan formalin sebagai
bahan pengawet produk pangan terbukti berbahaya dan sudah melampaui ambang
batas aturan pemakaiannya. Pengujian formalin saat ini lebih banyak dilakukan
dengan uji laboratorium dan test kit uji formalin. Uji laboratorium memerlukan
biaya mahal dan waktu lama, sedangkan pengujian menggunakan test kit uji
formalin terbatas pada hasil kualitatif dan rentan rusak. Alternatif
pendeteksian keberadaan formalin dapat menggunakan sensor gas dikarenakan sifat
formalin mudah menguap dan berbau. Untuk menggunakan sensor gas sebagai alat
uji formalin diperlukan artificial intelegent/kecerdasan buatan sebagai
pengolah data.
Perkembangan teknologi memungkinkan
penggunaan polimer untuk alat test formalin. Polimer memliki kelebihan
kemudahan pengaturan komposisi polimer dan karbon untuk memperoleh polimer yang
peka terhadap formalin. Uap gas pada bahan pangan dapat dipengaruhi oleh keberadaan
formalin, maka dengan mengukur uap yang mengalir secara natural atau melalui perlakuan
pemanasan bahan pangan, dapat mengindikasikan ada tidaknya formalin. Teknologi
lain yang digunakan selain polimer adalah menggunakan mikrokontroler, (Singgih,
2013) melakukan pengujian kandungan formalin dengan metode Spot Test. Prinsip
kerjanya yaitu dengan menambahkan cairan (reagent) pada bahan makanan.
Mikrokontroler ATMega8 digunakan untuk pengolahan data dan output dapat ditampilkan
pada LCD. Penelitain ini menggunakan nilai RGB sebagai indikator formalin yang pada
bahan pangan. Sa’adiyah et al (2014) merancang Digital Formaldehyde Meter yang disesuaikan
dengan standar pasar dan keergonomisan. Alat ini menggunakan teknologi electronic
nose dengan sensor gas array yang terdiri dari sensor TGS 2600 dan TGS 2611. Pada
penelitian tersebut pengambilan keputusan nilai formalin berdasarkan tiga
sistem deteksi, yaitu lampu hijau menandakan kadar deteksi formalin aman,
kemudian lampu kuning menandakan masuk pada batas kritis, dan lampu merah untuk
sedangkan batas kritis. Penggunaan lebih dari satu sensor gas biasa disebut
deret sensor. Hal ini dilakukan untuk menambah akurasi nilai prediksi.
Gambar 1. Komponen deret sensor (a) MQ135, (b) MQ136
LRMPHP telah melakukan
penelitian tentang pengujian deret sensor gas MQ135 dan MQ136 untuk mendeteksi
keberadaan formalin. Hasil
penelitian tersebut disampaikan dalam Prosiding Semnaskan UGM XIV. Untuk mendapatkan hasil yang kuantitatif data diolah
menggunakan kecerdasan buatan jaringan syaraf tiruan. Data latih yang digunakan
sebagai dasar jaringan syaraf tiruan memperoleh output adalah larutan formalin
berseri (0,25%; 0,5%; 0,75%; 1%) yang dideteksi oleh deret sensor. Sebanyak 50
gr fillet ikan tuna direndam masingmasing ke dalam larutan formalin berseri
(0,025%; 0,05%; 0,075%; 0,1%) sebagai bahan untuk pengujian deret sensor. Filet
ikan tuna tersebut diuji menggunakan metode spektrofotometri UV-vis sebagai
validasi output deret sensor. Data yang diperoleh diolah menggunakan jaringan
syaraf tiruan untuk mendapatkan prediksi nilai formalin pada sampel. Hasil yang
diperoleh perhitungan pertama pada jaringan syaraf tiruan didapatkan nilai Mean
Square Error (MSE) 0,05, nilai Mean Absolute Percentage Error (MAPE)
96,2%. Perhitungan selanjutnya didapatkan nilai terendah MSE 0,001, dan nilai
MAPE 24,2%. Penurunan nilai MSE, dan MAPE menandakan hasil prediksi jaringan
syaraf tiruan mendekati nilai sebenarnya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut
deret sensor MQ135 dan MQ136 dapat digunakan sebagai pendeteksi keberadaan
formalin pada fillet ikan tuna.