|
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto meninjau pembuatan pakan ikan mandiri dalam kunjungan kerjanya di Kabupaten Kampar, Riau, Selasa (20/3). Dok. Humas DJPB |
Mulai tingginya minat pengguna terhadap pakan ikan mandiri menuntut pemenuhan kebutuhan bahan baku pakan secara kontinyu. Kondisi ini masih menjadi tantangan para pelaku usaha pakan mandiri di beberapa daerah. Demikian disampaikan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto dalam kunjungan kerjanya di Kabupaten Kampar, Riau, Selasa (20/3). Sebagaimana diketahui, Kabupaten Kampar merupakan sentra budidaya patin nasional yang memberikan kontribusi besar terhadap produksi nasional.
“Pada beberapa daerah memang masih ada kendala dalam penyediaan alternatif bahan baku pakan yang efisien. Sebenarnya bukan karena bahan baku yang langka, tapi lebih pada belum optimalnya sistem logistik pakan, utamanya konektivitas dari sumber bahan baku ke unit usaha pakan mandiri. Ini yang akan kita cari jalan keluarnya,” jelas Slamet saat mengunjungi kelompok pakan mandiri mutiara feed Kab. Kampar.
Jalan keluarnya, menurut Slamet yakni mempermudah akses sumber bahan baku dengan koperasi induk pakan mandiri yang ada di daerah melaui kemitraan. Ini penting, apalagi menurutnya ikan yang dibudidayakan sudah sangat adaptif terhadap pakan mandiri. Oleh karenanya, penggunaan bahan protein nabati menjadi alternatif untuk mengurangi porsi penggunaan tepung ikan.
Manfaatkan PKM Kelapa Sawit
Salah satu upaya mengurangi porsi penggunaan tepung ikan tersebut yakni dengan memanfaatkan bunhkil (palm karnel meal/PKM) kelapa sawit, di mana di Provinsi Riau ketersediaannya sangat melimpah.
PKM sawit merupakan produk sampingan dari pembuatan minyak kelapa sawit. Ketersediaan PKM di dalam negeri sangat melimpah, bahkan 94% PKM yang diproduksi justru di ekspor. Data Kementerian Perindustrian mencatat, Indonesia negara penghasil PKM nomor 2 di dunia setelah Malaysia.
Slamet menilai kondisi ini menjadi peluang besar untuk memanfaatkan PKM ini sebagai bahan baku pakan ikan.
“Bayangkan kita produsen PKM sawit terbesar, artinya suplai sangat melimpah. Di sisi lain, berbagai hasil kajian menunjukkan bahwa PKM ini sangat potensial untuk bahan baku pakan, bahkan bisa diberikan langsung sebagai salah satu bahan baku pakan, tanpa harus dibuat maggot dulu. Ini yang harus kita manfaatkan segera,” ungkapnya.
Slamet juga menambahkan, protein dari PKM dapat mengurangi penggunaan protein dari tepung ikan, sehingga harga pakan akan menjadi lebih murah.
Ia juga meminta Kepala Daerah untuk memfasilitasi kerja sama antara pabrik pengolah sawit dengan koperasi pakan mandiri dalam hal pemanfaatan PKM kelapa sawit melalui program Corporate Social Responsibility (CSR).
“Saya berharap pak Gubernur atau Bupati bisa memberikan edaran ke semua perusahaan pengolah sawit di Riau ini untuk memberikan CSR kepada koperasi pakan mandiri yaitu dalam bentuk dukungan pemenuhan kebutuhan PKM sawit bagi bahan baku pakan secara kontinyu. Riau akan dijadikan percontohan nasional pemanfaatan sumber protein nabati PKM sawit ini,” imbuh Slamet
Sebagaimana ketahui, di Riau ada sekitar 48 pabrik industri pengolah sawit, di mana ada sekitar 3 perusahaan yang mengolah PKM sawit. Kalau 10-20 % bisa dialokasikan melalui CSR, bisa lebih dari cukup untuk menyuplai kebutuhan pakan mandiri yang ada dan tidak menutup kemungkinan bisa disuplai ke luar Riau.
Ketua Asosiasi Pakan Mandiri Nasional, Syafruddin dalam keterangannya mengakui bahwa penggunaan PKM kelapa sawit telah menjadi alternatif untuk memenuhi kebutuhan protein nabati dalam pakan mandiri. Menurutnya, penggunaan PKM sawit dalam pakan ikan berkisar antara 8-10 %. Ia juga mengakui keuntungan lain memanfaatkan bahan baku ini yakni adanya tambahan kandungan lemak hingga 10%, sehingga diharapkan dapat meningkatkan performa pertumbuhan ikan.
“Saat ini kebutuhan PKM sawit masih disuplai melalui kerja sama dengan Sinar Mas Group yaitu PT. Rama-rama. Di Kabupaten Kampar ada lebih dari 300 pelaku pakan mandiri, dari semuanya dibutuhkam sedikitnya 33 ton PKM sawit per hari,” ungkapnya
Ia menambahkan seiring mulai menggeliatnya industrialisasi perikanan budidaya di Riau, dipastikan kebutuhan bahan baku pakan lokal akan terus meningkat.
“Kami berharap pemerintah bisa mengeluarkan semacam aturan kepada seluruh perusahaan pengolah sawit baik BUMN/BUMD maupun swasta untuk mengalokasikan 10 % saja PKM sawit bagi kebutuhan bahan baku pakan ikan di Provinsi Riau. Jangan sampai seluruhnya diekspor,” tegas Syafruddin.
Sebagai gambaran hasil uji yang dilakukan Institut Pertanian Bogor (IPB), komposisi kandungan nutrisi PKM sawit antara lain: kadar protein berkisar 15-18%; mengandung sekitar 10 kandungan asam amino esensial; kadar lemak sebesar 9,5%; serat kasar 25,19%; dan rasio Ca:P adalah 1:2,4. PKM juga mengandung trace mineral mangan (Mn) yang baik.
Sebuah hasil penelitian yang dilakukan oleh menunjukkan bahwa penggunaan PKM sawit sebanyak 8% dalam pakan dapat menghasilkan kinerja pertumbuhan yang optimal bagi ikan lele. (Humas DJPB/AFN)
Sumber : KKPNews