PELATIHAN

LRMPHP telah banyak melakukan pelatihan mekanisasi perikanan di stakeholder diantaranya yaitu Kelompok Pengolah dan Pemasar (POKLAHSAR), Kelompok Pembudidaya Ikan, Pemerintah Daerah/Dinas Terkait, Sekolah Tinggi/ Universitas Terkait, Swasta yang memerlukan kegiatan CSR, Masyarakat umum, dan Sekolah Menengah/SMK

Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan

LRMPHP sebagai UPT Badan Riset dan SDM KP melaksanakan riset mekanisasi pengolahan hasil perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 81/2020

Tugas Pokok dan Fungsi

Melakukan tugas penelitian dan pengembangan strategis bidang mekanisasi proses hasil perikanan di bidang uji coba dan peningkatan skala teknologi pengolahan, serta rancang bangun alat dan mesin untuk peningkatan efisiensi penanganan dan pengolahan hasil perikanan

Kerjasama

Bahu membahu untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan dengan berlandaskan Ekonomi Biru

Sumber Daya Manusia

LRMPHP saat ini didukung oleh Sumber Daya Manusia sebanyak 20 orang dengan latar belakang sains dan engineering.

Selasa, 26 Maret 2019

Penerapan Teknologi Microwave untuk Pengeringan Rumput Laut

Rumput laut merupakan komoditas kelautan dan perikanan yang cukup melimpah di Indonesia. Salah satu jenis rumput laut yang melimpah di perairan Indonesia adalah E. Cottonii. Mongabay (2018) menyampaikan bahwa sebesar 80% rumput laut di Indonesia dijual dalam bentuk kering. Kendala yang dihadapi oleh para petani rumput laut di Indonesia adalah proses pengeringan yang lama karena masih mengandalkan pengeringan secara konvensional, yaitu menggunakan sinar matahari langsung. 

Beberapa metode dan alat pengeringan sudah dikembangkan, umumnya adalah pengeringan secara konveksi. Sulaiman (2009) dalam Rubrik Teknologi menyampaikan bahwa pengeringan secara konveksi memiliki kelemahan yaitu energi yang tidak efisien karena waktu pengeringan yang lama dan kualitas produk yang kurang baik karena mengalami penyusutan ukuran dan perubahan bentuk produk. Selain itu pengeringan konvensional menyebabkan perubahan yang tidak diinginkan pada warna, tekstur, flavour dan kualitas nutrisi bahan pangan 

Menurut Orsat et al. (2017) yang disampaikan di artikel Microwave technology for food processing menyatakan bahwa masalah-masalah yang terkait dengan pengeringan konveksi dapat diatasi dengan metode pengeringan berbasis microwave dimana pemanasan yang terjadi adalah pemanasan volumetrik. Artikel lain yang dimuat di https://www.powderbulksolids.com/article (2012) menjelaskan bahwa pemanasan volumetrik adalah pemanasan dari bagian dalam ke luar material yang diakibatkan karena gesekan molekul air di dalam material. Akibat panas tersebut maka sebagian besar uap air diuapkan sebelum meninggalkan material. Hal ini menciptakan semacam pemompaan cairan dari dalam material ke permukaan. Prinsip pengeringan microwave seperti ditunjukkan pada gambar 1.

Gambar 1. Prinsip pengeringan microwave (Sumber : DOI: 10.1039/C7SE00254H (Review Article) Sustainable Energy Fuels, 2017, 1, 1664-1699)
Aplikasi pengeringan produk-produk pertanian dan pangan menggunakan microwave sudah banyak diteliti dan sudah di aplikasikan pada industri. Hal ini dilakukan karena pengeringannya lebih cepat dan tidak merusak kualitas produk. Dalam Handbook of microwave technology for food applications yang disampaikan oleh Datta & Anantheswaran (2001), microwave adalah gelombang elektromagnetik dengan interval frekuensi antara 300 MHz hingga 300 GHz dan panjang gelombang antara 1 mm hingga 1 m. Wray & Ramaswamy (2015) dalam Jurnal Drying Technology menyatakan bahwa frekuensi yang digunakan untuk aplikasi pemanasan microwave yaitu 915 MHz, 2450 MHz, dan 5800 MHz, tetapi yang umum digunakan untuk pengolahan makanan dan khususnya untuk oven microwave adalah 2450 MHz. 

Bahan yang menyerap microwave adalah bahan yang memiliki sifat dielektrik yang baik. Bahan-bahan tersebut adalah bahan yang memiliki kandungan air yang banyak. Berdasarkan studi literatur semakin tinggi kadar air material maka akan semakin tinggi pula loss factor material tersebut dan semakin cepat pula panas yang ditimbulkan. Rumput laut E. Cottonii memiliki kadar air yang cukup besar, menurut Muharany et al. (2017) yang dimuat dalam Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia melaporkan bahwa kadar air rumput laut sebesar 76,15% sehingga penerapan microwave untuk pengeringan rumput laut E. Cottonii sangat mungkin. 

Beberapa penelitian terkait dengan pengeringan rumput laut menggunakan microwave diantaranya oleh Kim & Shin (2017) yang dimuat dalam Korean Journal of Chemical Engineering yang melakukan penelitian untuk meningkatkan kualitas agar rumput laut Glacilaria verrucosa dengan menggunakan perendaman alkali dan pengeringan menggunakan microwave. Proses thawing dan pengeringan menggunakan metode konveksi dapat mengurangi sifat fisik dan kimia agar karena membutuhkan waktu yang lama. Oleh karena itu microwave dapat menjadi solusi karena dapat mempercepat proses pengeringan dibandingkan dengan pengeringan menggunakan udara panas. Serowik et al. (2017) disampaikan dalam Journal of Food Engineering melaporkan bahwa pengeringan menggunakan microwave secara substansi tidak merubah warna karagenan kering dan juga tidak memberi efek pada sifat-sifat hidrokoloid. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengeringan menggunakan microwave dapat dipertimbangkan untuk digunakan pada produksi karagenan. 

Penulis : Wahyu Tri Handoyo

Senin, 25 Maret 2019

Visitasi Kementerian PANRB di LRMPHP Bantul

Visitasi Tim Kementerian PANRB di LRMPHP, didampingi sejumlah Pejabat KKP

Tim visitasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PANRB) meninjau kesiapan Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan (LRMPHP) untuk peningkatan status kelembagaan. Visitasi oleh Tim Kementerian PANRB yang dipimpin oleh Deputi Kelembagaan dan Tata Laksana dilakukan pada tanggal 22 Maret 2019. Turut hadir mendampingi visitasi, Pejabat dari KKP diantaranya Sekretaris BRSDM, Kepala Biro Hukum dan Organisasi KKP dan Kepala Pusat Riset Perikanan (Pusriskan).

Visitasi oleh tim Kementrian PANRB ini dalam rangka kunjungan lapang terkait usulan penataan organisasi Unit Pelaksana Tenis (UPT) lingkup KKP, salah satunya usulan peningkatan status kelembagaan LRMPHP dari UPT setingkat Eselon IV menjadi UPT setingkat Balai (Eselon III). Sekretaris BRSDM, Dr. Maman Hermawan, M.Sc., saat membuka kegiatan visitasi menyampaikan bahwa saat ini inovasi alat dan mesin perikanan buatan dalam negeri masih sangat terbatas dibandingkan dengan alat pertanian. Sementara itu, inovasi yang dihasilkan LRMPHP sudah banyak, namun mandat yang diberikan kepada LRMPHP masih sempit dan berbasis riset murni, sehingga perlu peningkatan status kelembagaan LRMPHP.

Pernyataan yang disampaikan oleh Sekretaris BRSDM tersebut didukung oleh Kepala Pusriskan, Waluyo Sejati Abutohir, S.H., M.M, yang menyatakan bahwa dengan peningkatan status kelembagaan, LRMPHP diharapkan dapat mengambil peran yang lebih luas dalam melayani masyarakat. Kepala Pusriskan mendorong agar inovasi alat dan mesin perikanan yang dihasilkan LRMPHP dapat segera dihilirisasi. Oleh karena itu perlunya dukungan dari semua pihak agar proses paten segera selesai sehingga alat dan mesin tersebut dapat diindustrialisasi.

Forum Visitasi Tim Kementerian PANRB di LRMPHP
Sementara itu, Tim visitasi dari Kementerian PANRB sangat mengapresiasi atas capaian yang dihasilkan oleh LRMPHP. Dengan semakin banyak hasil inovasi alat dan mesin perikanan rancang bangun LRMPHP yang digunakan stakeholder, menunjukkan peran sebenarnya dari UPT Riset Kementerian KP yang seharusnya banyak bersifat teknis dan dapat memberikan manfaat langsung kepada masyarakat. Dijelaskan oleh Tim visitasi bahwa para pengambil kebijakan seharusnya melihat hasil riset yang telah dihasilkan UPT dibawahnya sebagai pedoman dalam menentukan arah kebijakan riset. Tim visitasi berharap agar LRMPHP mengembangkan inovasi teknologi yang mampu mendukung industri 4.0 baik dari kekuatan sisi desain maupun digitalisasinya.


Kunjungan Tim visitasi Kementerian PANRB di LRMPHP diakhiri dengan melihat beberapa peralatan yang ada di ruang display peralatan. Pada kesempatan tersebut dilakukan demo pengujian alat uji kesegaran ikan berbasis android (alat UKI) menggunakan ikan tuna. Selain itu juga dilakukan pemaparan mengenai fungsi dan mekanisme kerja beberapa peralatan hasil rancang bangun LRMPHP diantaranya alat transportasi ikan segar roda dua (ALTIS-2) dan teknologi peralatan pengolahan fish jelly.



Kunjungan Tim Visitasi  dan Pejabat KKP di ruang display peralatan




Jumat, 22 Maret 2019

Kotak Penjaga Ikan Segar

Pedagang ikan keliling dengan kontainer pendingin mini buatan Balitbang KKP.

Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan berhasil membuat kontainer pendingin mini yang bermanfaat bagi pedagang ikan keliling. Mutu ikan lebih terjaga, pedagang dan konsumen diuntungkan.
Sudah belasan tahun Kasman menjadi pedagang ikan keliling. Pria berusia 45 tahun ini mengandalkan sepeda motornya untuk menjajakan ikan dari satu kampung ke kampung lain di Kecamatan Patuk, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Uniknya, di belakang sepeda motornya terdapat kontainer mini yang dilengkapi sistem pendingin layaknya kulkas.
Kontainer pendingin mini bertenaga batere itu digunakan Kasman untuk menyimpan ikan dagangannya agar tetap segar hingga ke tangan konsumen. Berkat kontainer pendingin mini, Kasman mengungkapkan, ia bisa menyimpan ikan hingga tiga hari. Walaupun disimpan berhari-hari, ikan tetap segar. “Setelah menggunakan alat ini, pembelinya tambah mantap. Bahkan, mereka ada yang pesan 20 kilo tuna,” kata Kasman, semringah.

Sebelum menggunakan kontainer pendingin mini, Kasman menyimpan ikan di kontainer yang materialnya terbuat dari stirofoam. Agar ikan tetap segar, kontainer diberi bongkahan batu es. Namun boks stirofoam tidak memenuhi standar higienis. Seringkali kotoran menempel di bagian dinding. Akibatnya, ikan yang disimpan rentan tercemar bakteri. Kesegaran ikan juga hanya mampu bertahan beberapa jam. Semua sisi lemah boks stirofoam itu kini terpecahkan oleh kontainer pendingin mini.

Kontainer pendingin mini yang kini menjadi andalan Kasman itu dikenal dengan sebutan Altis-2, singkatan dari Alat Transportasi segar untuk Kendaraan Roda Dua. Alat yang bertujuan membantu para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di sektor perikanan merupakan hasil inovasi teknologi dari Loka Riset Mekanisasi Hasil Perikanan (LRMPHP), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). "Altis-2 dimanfaatkan untuk pengusaha kelas menengah kebawah atau (UMKM),"kata Kepala LRMPHP, KKP Luthfi Assadad kepada GATRA.

Artikel lebih lengkap baca Majalah GATRA edisi 21 Tahun XXV/ 21 - 27 Maret 2019

Sumber: GATRA

LRMPHP MENGHADIRI MUSYAWARAH I HIMPENINDO DIY

Musyawarah I Himpenindo DIY
Peneliti dari Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan menghadiri undangan Musyawarah I Himpenindo DIY, di ruang Auditorium Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir BATAN Yogyakarta pada tanggal 20 Maret 2019. Musyawarah ini dihadiri oleh perwakilan dari berbagai instansi litbang/riset yang ada di DIY diantaranya:

1.   Pusat Sains dan Teknologi Akselerator BATAN
2.   Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan TanamanHutan
3.   Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial
4.   Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik
5.   Balai Besar Kerajinan dan Batik
6.   Balai Pelestarian Nilai Budaya DIY
7.   Balai Arkeologi DIY
8.   Balai Penelitian Teknologi Bahan Alam LIPI
9.   Balai Penelitian dan Pengembangan SABO
10. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Penerapan Teknologi Permukiman
11. Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan
12. Balai Teknologi Infrastruktur Pelabuhan dan Dinamika Pantai (BTIPDP)-BPPT
13. Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta (BBDIY)
14. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta
15.Balai Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Penelitian Komunikasi dan Informatika 
     (BPSDMP Kominfo)
16. Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir BATAN
17. Balai Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya BAPEDDA DIY
18. Perwakilan BKKBN Yogyakarta

Agenda utama kegiatan Musyawarah I Himpenindo DIY ini adalah pemilihan dan penetapan Ketua Pengurus Himpenindo DIY periode 2019-2024, pembahasan struktur organisasi dan pembahasan program kerja. Kegiatan diawali dengan laporan Ketua Panitia Ibu Emy Mulyani, yang menyampaikan bahwa Musyawarah I dihadiri oleh 18 instansi dan  peneliti anggota Himpenindo di wilayah DIY. Dijelaskan bahwa musyawarah ini penting untuk meningkatkan kompetensi melalui pemahaman regulasi, jenjang karir dan kerjasama hukum para peneliti dalam menjalankan tugas dan mensinergiskan advokasi terhadap kebijakan. Selain itu Himpenindo berperan sebagai mitra pemda dalam menentukan arah tujuan dan sasaran pembangunan jangka pendek menengah dan panjang. Pembentukan kepengurusan Himpenindo ini sebagai tingkat lanjut adanya Perka LIPI No. 14/2018 dan merupakan kepengurusan ke-4 di Indonesia. Kepengurusan Hipemnindo yang sudah terbentuk, yakni Lampung, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan.

Pembukaan Musyawarah Himpenindo I DIY
Pemilihan Ketua Himpenindo DIY
Hasil Musyawarah I Himpenindo DIY menetapkan Prof. Dr. Ir. Gunawan, MS sebagai Ketua Himpenindo DIY Tahun Anggaran 2019-2024. Prof. Dr. Ir. Gunawan, MS merupakan peneliti utama pada Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. Pada sidang pleno juga menetapkan struktur organisasi Himpenindo DIY yang terdiri dari Dewan Pembina, Ketua, Sekretaris, Bendahara dan wakil-wakilnya. Dewan pembina terdiri dari Ketua Dewan Riset Daerah DIY, Kepala BPTBA LIPI, BRAY Pambayun, Kepala PSTA BATAN dan Balitbangtan BPTP. Adanya usulan Kepala BAPPEDA DIY untuk dimasukkan Dewan Pembina akan dibahas lebih lanjut. Selain itu pada sidang pleno juga menetapakan ada empat bidang dalam kepengurusan yaitu Bidang Diseminasi dan Rekomendasi Hasil Litbang, Bidang Pembinaan dan Pengembangan SDM, Bidang Humas dan Kemitraan dan Bidang Pengembangan Budaya dan Kearifan Lokal. Pembahasan program kerja juga telah ditetapkan dan disesuaikan dengan struktur organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya, diantaranya fokus pada pembinaan/pengembangan anggota dan pengembangan budaya/kearifan lokal DIY.

Senin, 18 Maret 2019

Pelantikan dan Pengambilan Sumpah Pejabat Fungsional Lingkup BRSDM di LRMPHP

Pelantikan Pejabat Fungsional Lingkup LRMPHP
Sekretaris Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM), Dr. Maman Hermawan, M.Sc melantik lima pejabat fungsional dalam kegiatan Pelantikan dan Pengambilan Sumpah Jabatan Pejabat Fungsional Lingkup BRSDM di Aula LRMPHP pada 16 Maret 2019. Hadir mendampingi Sekretaris BRSDM, Kepala Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BP3) Tegal, Moch. Muchlisin, A.Pi, M.P, Kepala LRMPHP, Luthfi Assadad, M.Sc, rohaniawan dari Kemenag Bantul dan staf kepegawaian lingkup LRMPHP.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan, kelima pejabat fungsional Lingkup BRSDM yang dilantik yaitu Singgih, S.St.Pi (Instruktur Muda pada BP3 Tegal), Widiarto sarwono, A.Md dan Adrianto Widi Prasetyo, A.Md (Teknisi litkayasa Pelaksana pada LRMPHP), serta Rofiqoh Nur Su’udiyah, S.Pi dan Agustinus Sanca Leonardo, S.Pi (Penyuluh Perikanan Pertama pada BP3 Tegal).


Pelaksanaan pelantikan dan pengambilan sumpah pejabat fungsional
Kepada para pejabat fungsional yang dilantik, Sekretaris BRSDM menyampaikan bahwa pelantikan ini sebagai tindak lanjut dari pelantikan yang telah dimulai oleh Kepala BRSDM di Jakarta beberapa waktu lalu dan akan diteruskan di daerah-daerah. Pelantikan ini sebagai pedoman dalam melakukan aktivitas kerja di kantor. Sumpah/janji jabatan pada hakekatnya merupakan amanah yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya karena pertanggungjawabannya tidak hanya kepada atasan yang berwenang tapi juga kepada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, profesionalisme dalam bekerja harus ditingkatkan. Selain itu beliau juga menyampaikan  pesan dan amanat agar pejabat fungsional yang baru dilantik amanah dan menekankan kembali peran ASN untuk memberikan pelayanan publik dengan sebaik-baiknya, serta menjaga netralitas sebagai ASN pada tahun politik ini.

Sekretaris BRSDM juga menyampaikan bahwa pada tahun 2019 ini adalah tahun terakhir dalam pelaksanaan rencana pembangunan tahun 2015-2019 dimana target-target yang belum selesai harus diselesaikan. Tuntutan masyarakat terhadap pemerintah yang semakin tinggi harus siap dan mampu diemban aparatur pemerintahan dalam menghadapi berbagai dinamika yang terjadi.

Rabu, 13 Maret 2019

Bioetanol dari Limbah Rumput Laut (Bagian I)

Pasokan energi dunia yang berasal dari energi tidak terbarukan seperti fosil dan petrokimia kian menipis. Oleh karena itu, upaya pencarian energi terbarukan terus dilakukan, terutama energi terbarukan yang ramah lingkungan, seperti bioetanol. Etanol dapat dihasilkan dari rumput laut dengan cara merubah serat (komponen penyimpanan) dan selulosa (komponen penyusun dinding sel). Limbah rumput laut, khususnya limbah agar, memiliki beberapa komponen serat (Tabel 1) sehingga perlu dilakukan pemurnian untuk mengekstrak selulosanya agar dapat digunakan dalam pembuatan bioetanol.

Metode pemurnian selulosa yang sudah pernah dilakukan yaitu dengan menggunakan enzim xylanase (enzim yang memiliki kemampuan untuk memecah ikatan antara xilosa di xilan) yang dihasilkan dari jamur Aspergillus niger, yang kedua yaitu dengan menggunakan proses alkalisasi. Namun pemurnian dengan enzim xylanase membutuhkan waktu lama dan biaya yang tidak sedikit, sedangkan pemurnian dengan proses alkalisasi ini memiliki kelemahan yaitu masih ada sisa kadar lignin. Oleh karena itu perlu dicari cara pemurnian selulosa yang lebih efektif dan biayanya lebih terjangkau, salah satunya yaitu organosol. Organosol adalah salah satu metode yang telah dikomersialisasikan untuk memperoleh selulosa dari biomassa dengan menggunakan pelarut organik, misalnya dengan menggunakan etanol, asam asetat, atau aqueous methanol.

Selulosa sebagai bahan baku pembuatan bioetanol dapat diperoleh dari hasil samping pengolahan rumput laut (agar – agar). Pengolahan agar – agar menghasilkan residu sebanyak 65 – 70% dari keseluruhan bahan baku yang digunakan. Kelimpahan limbah agar ini belum termanfaatkan dengan baik, sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol. Komponen serat yang terdapat pada beberapa bahan rumput laut disajikan pada Tabel 1. LRMPHP telah melakukan penelitian dalam rangka mendapatkan selulosa dari limbah agar. Salah satu metode yang dikembangkan disajikan pada Gambar 1.

Tabel 1. Komponen Serat pada Beberapa Bahan Rumput Laut

Bahan
Hemiselulosa (%)
Selulosa (%)
Lignin (%)
Bahan Ekstraktif Lainnya (%)
Limbah agar
13,89
59,69
2,37
24,05
Limbah karaginan
6,03
26,72
6,63
60,62
E. spinosum
45,27
4,08
10
40,65
G. salicornia
36,02
4,11
5
54,87
Ulva lactuca
16,42
19,58
2,9
61,1
C. crassa
43,73
25,5
4
26,77
S. polycystum
10,11
24,07
9,27
56,55


Gambar 1. Proses pemurnian selulosa dari limbah agar

Gambar 2. Limbah agar
Dengan menggunakan penambahan asam asetat 0,6 N sebesar 0,05%, rasio limbah agar dengan air 1 : 20, dan suhu pemanasan 80°C dapat diperoleh kadar selulosa sekitar 24 - 26%. Hasil selulosa selanjutnya dapat dipergunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan bioetanol.

Penulis : Putri Wullandari, Peneliti Muda LRMPHP

Senin, 11 Maret 2019

THAWING IKAN BEKU MENGGUNAKAN TEKNOLOGI NON THERMAL

Ikan tuna merupakan komoditas perikanan yang menyumbang devisa negara terbesar kedua setelah udang. Produksi ikan Tuna mencapai 293,233 ton pada tahun 2017. Tuna sebagian besar tidak bisa sampai di tangan konsumen dalam keadaan segar. Hal ini karena lokasi penangkapannya yang jauh di tengah laut sehingga kapal penangkap tuna akan beroperasi dalam jangka waktu cukup lama (> 6 bulan), lokasi pasar ikan atau pelabuhan tuna jauh dari konsumen, dan juga dipengaruhi oleh adanya musim tangkapan. Oleh karena itu diperlukan teknologi pengawetan untuk mempertahankan kualitas tuna. Teknologi pengawetan yang paling banyak dilakukan ialah dengan pembekuan. Proses selanjutnya dalam pemanfaatan tuna ialah pengolahan menjadi produk pangan baik melalui pengalengan maupun jenis olahan lain. Pada industri pengolahan ikan, proses thawing bahan baku merupakan tahapan yang sangat krusial. Diperlukan metode thawing yang tepat agar bisa meminimalisir kerusakan dan kemunduran mutu tuna yang lebih besar. Metode-metode thawing yang banyak digunakan saat ini antara lain menggunakan hembusan udara, air panas, tekanan tinggi, frekuensi radio, microwave, gelombang infra-merah dan ultrasonik. Permasalahan yang dihadapi dengan menggunakan metode tersebut ialah waktu proses yang lama, penurunan bobot yang tinggi, peningkatan jumlah bakteri pembusuk, terjadi proses pembusukan secara kimia, suhu terlalu panas dan biaya tinggi. Padahal idealnya selama proses thawing diharapkan mampu mempertahankan kualitas ikan beku dengan proses cepat dalam suhu rendah. Karena waktu thawing yang lebih lama dapat menyebabkan pertumbuhan mikroba yang lebih cepat pada produk, mengurangi kelarutan protein dan peningkatan konsumsi energi. Thawing cepat pada suhu rendah dengan menggunakan metode non-thermal akan membantu mencegah penurunan kualitas bahan pangan beku selama produksi. Salah satu teknologi baru yang digunakan untuk thawing makanan beku ialah menggunakan metode High voltage electrostatic field (HVEF).

Tegangan tinggi atau medan listrik dapat meningkatkan molekul ionik pada udara dan mempercepat pergerakan ion tersebut. Perubahan transfer massa ion pada udara berkaitan dengan munculnya lecutan corona pada medan listrik. Lecutan ini akan memaksa ion-ion diudara melewati dan merubah struktur materi yang dilewati (kristal es pada daging) yang mengakibatkan kristal es mencair. 

LRMPHP telah melakukan penelitian pembuatan prototipe HVEF untuk thawing ikan tuna beku. Komponen HVEF terdiri dari generator daya tegangan tinggi yang dapat diatur hingga 200 kV oleh pengontrol dan arus keluaran maksimum 5 mA, dudukan berbahan kayu, plate electrode ukuran 8 x 12 cm berbahan tembaga, jarum tembaga berdiameter 0,4 mm dan panjang 60 mm. Elektroda ini terhubung ke kutub positif dari power supply. Alat thawing HVEF dan diagram kelistrikannya disajikan pada gambar 1.
Gambar 1. Prototipe alat thawing dan diagram kelistrikannya
Pada pengujian prototipe HVEF menunjukkan bahwa laju peningkatan suhu inti tuna beku lebih cepat 68 % dibandingkan tuna beku yang dithawing pada air mengalir. Tuna beku yang dithawing tersebut juga mengalami susut bobot sebesar 14%, nilai ini lebih rendah dibandingkan metode konvensional dengan nilai susut sebesar 22 %.

Penulis : Arif Rahman Hakim, Peneliti Muda LRMPHP