PELATIHAN

LRMPHP telah banyak melakukan pelatihan mekanisasi perikanan di stakeholder diantaranya yaitu Kelompok Pengolah dan Pemasar (POKLAHSAR), Kelompok Pembudidaya Ikan, Pemerintah Daerah/Dinas Terkait, Sekolah Tinggi/ Universitas Terkait, Swasta yang memerlukan kegiatan CSR, Masyarakat umum, dan Sekolah Menengah/SMK

Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan

LRMPHP sebagai UPT Badan Riset dan SDM KP melaksanakan riset mekanisasi pengolahan hasil perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 81/2020

Tugas Pokok dan Fungsi

Melakukan tugas penelitian dan pengembangan strategis bidang mekanisasi proses hasil perikanan di bidang uji coba dan peningkatan skala teknologi pengolahan, serta rancang bangun alat dan mesin untuk peningkatan efisiensi penanganan dan pengolahan hasil perikanan

Kerjasama

Bahu membahu untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan dengan berlandaskan Ekonomi Biru

Sumber Daya Manusia

LRMPHP saat ini didukung oleh Sumber Daya Manusia sebanyak 20 orang dengan latar belakang sains dan engineering.

Kamis, 18 Juli 2019

Microwave-Assisted Extraction (MAE)


Inovasi teknologi pengolahan pangan yang tengah berkembang ialah Microwave-assisted extraction (MAE). Recovery senyawa bernilai tinggi dari limbah perikanan akan mudah dilakukan dengan menggunakan teknologi ini. Microwave adalah salah satu gelombang elektromagnetik, dengan interval panjang gelombang antara 1 mm hingga 1 m dan interval frekuensi antara 300 MHz dan 300 GHz. Gelombang elektromagnetik yang dihasilkan oleh microwave bersifat seperti magnet yang memiliki 2 ion kutub (positif dan negatif). Bahan yang mengandung ion positif dan negatif seperti air, lemak, gula akan ikut berputar ketika gelombang mikro berputar akibat adanya gaya tolak kutub yang sama. Putaran / frekuensi golombang miko umumnya sebesar 2450 kali per detik menyebabkan molekul air dan lemak yang berputar sedemikian cepat akan menghasilkan gesekan sehingga menimbulkan panas. Model teknologi MAE diilustrasikan pada Gambar 1. Peningkatan suhu selama proses MAE mengakibatkan kenaikan proses evaporasi cairan dalam sel dan terjadi peningkatan tekanan. Hal ini memberikan efek perubahan porositas dinding sel. Peningkatan porositas matrik sel biomaterial yang dikombinasikan dengan kenaikan suhu serta tekanan mendorong terjadinya transfer massa (Gambar 2). Efisiensi proses MAE dipengaruhi beberapa variabel diantaranya daya keluaran microwave, frekuensi, kadar air bahan, siklus ekstraksi, waktu proses, tekanan, viskositas,ukuran sampel dan bahan pelarut alami. 
Gambar 1. Ilustrasi teknologi MAE (sumber : Hoi Po Cheng, 2007)
Alishashi dalam Journal of Polymers and the Environment tahun 2011, berhasil melakukan ekstraksi kitosan dari limbah kepala udang (Metapeneus monodon) dan membandingkannya dengan ekstraksi menggunakan autoclave. Derajat deacetylation kitosan yang dihasilkan adalah 95% dalam waktu proses selama 35 menit sedangkan ekstraksi menggunakan autoclave diperoleh deacetylation kitosan 93% dalam proses selama 3 jam. Selain itu kitosan dari proses MAE memiliki struktur crystalline lebih baik serta kandungan anti bakteri yang lebih tinggi.

Gambar 2. Proses pengeluaran bioaktif sampel menggunakan gelombang mikro (sumber : Ying Li, 2013)
Berdasarkan hal tersebut, keunggulan MAE diantaranya adalah proses ekstraksi yang lebih cepat, mengurangi kebutuhan pelarut dan rendemen yang diperoleh tinggi. Namun MAE juga memiliki kekurangan yaitu masih diperlukan proses lanjutan berupa sentrifugasi ataupun filtrasi untuk memisahkan residu padat yang dihasilkan, efisiensi MAE akan menjadi sangat rendah jika senyawa target dan media pelarutnya bukan berupa senyawa polar dan atau senyawa volatile.

Penulis : Arif Rahman Hakim (Peneliti Muda LRMPHP)

Jumat, 12 Juli 2019

Kunjungan Dinas KP dan Nelayan Kota Pekalongan di LRMPHP

Kunjungan Dinas KP dan nelayan Kota Pekalongan di LRMPHP
LRMPHP menerima kunjungan Dinas Kelautan dan Perikanan serta nelayan Kota Pekalongan pada 11 Juli 2019. Kunjungan yang dipimpin Plt. Kepala Dinas KP,  Ir. Sochib Rochmat, M.Pi,  diterima oleh Kepala LRMPHP, Luthfi Assadad, S.Pi, M.Sc beserta staf pelayanan teknis. Kunjungan Dinas Kelautan dan Perikanan serta nelayan Kota Pekalongan ini dalam rangka kunjungan lapangan pelatihan diversifikasi olahan ikan dan kelembagaan kelompok nelayan dan wanitan nelayan.

Plt. Kepala Dinas KP Kota Pekalongan menjelaskan bahwa kedatangannya ini untuk sharing pengetahuan dan pengalaman sekaligus melihat peralatan hasil inovasi LRMPHP. Harapannya para nelayan dan pengolah hasil perikanan mendapatkan manfaat atas kunjungannya ini. Plt. Kepala Dinas KP juga berharap dengan kunjungannya ini dapat menginisiasi kerjasama lanjutan antara LRMPHP dengan Dinas KP Kota Pekalongan. Kerjasama yang sudah terjalin saat ini tentang uji terap ALTIS-2 kepada pedagang ikan keliling di Pekalongan. ALTIS-2 merupakan salah satu inovasi riset dari LRMPHP dan masuk dalam kegiatan prioritas INTAN (Inovasi Adaptif Lokasi Perikanan) tahun 2019. Kegiatan ini merupakan program prioritas nasional untuk mendekatkan hasil-hasil riset dan inovasi kepada masyarakat sehingga dapat memberikan nilai tambah pemanfaatan alat bagi pengguna.  

Sejalan dengan pemaparan Plt. Kepala Dinas KP, Kepala LRMPHP berharap dengan kunjungan ini, pengetahuan nelayan dan pengolah di bidang kelautan dan perikanan khususnya mekanisasi hasil pengolahan perikanan semakin bertambah. Kepala LRMPHP juga menawarkan kesempatan kerjasama program magang maupun pelatihan dan akan memfasilitasi dengan memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya. Hal ini sudah menjadi kewajiban LRMPHP sebagai institusi riset untuk mendiseminasikan hasil-hasil riset kepada masyarakat agar termanfaatkan dengan baik.



Pemaparan dan diskusi di Aula LRMPHP
Pada kesempatan ini, Dinas KP dan nelayan Kota Pekalongan  juga mengunjungi  ruang display peralatan LRMPHP, workshop dan bengkel konstruksi serta fasilitas pendukungnya. Selama kunjungannya ini dilakukan pemaparan mengenai fungsi dan mekanisme kerja beberapa peralatan hasil rancang bangun LRMPHP diantaranya peralatan  alat uji kesegaran ikan berbasis sensor (alat UKI),  alat transportasi ikan segar roda dua (ALTIS-2), alat pengisi adonan tahu tuna (ALPINDAL), meat bone separator dan  peralatan lainnya. Para nelayan dan pengolah juga antusias melihat demo alat ALPINDAL dan meat bone separator. 






Kunjungan ke ruang display peralatan dan workshop LRMPHP







Rabu, 10 Juli 2019

Pemerintah berkomitmen kembangkan industri rumput laut

Rumput Laut (Foto: Dok: Wikimedia Commons)
Pemerintah berkomitmen mendorong pengembangan industri rumput laut nasional yang berdaya saing dan berkelanjutan guna meningkatkan kegiatan ekonomi di masyarakat pesisir, wilayah perbatasan, dan  daerah tertinggal.

"Rumput laut menjadi salah satu perhatian dan prioritas kita terutama untuk mengembangkan wilayah pesisir. Jadi, kita butuh panduan untuk seluruh pemangku kepentingan terkait," ujar Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian Musdhalifah Machmud dalam pernyataannya di Jakarta, Rabu.

Musdhalifah mengatakan Indonesia perlu memfokuskan pengelolaan potensi perairan, yang luasnya mencapai dua per tiga wilayah keseluruhan, untuk mendukung ketahanan pangan nasional dan memberikan kontribusi terhadap pasar dunia.

Ia menambahkan salah satu potensi strategis perikanan tersebut adalah rumput laut yang saat ini memiliki 782 jenis yang tumbuh di perairan laut Indonesia.

Bahkan, menurut dia, di beberapa daerah, terdapat 38 jenis alga yang sudah biasa dimanfaatkan sebagai bahan pangan segar dan olahan, obat tradisional, serta kosmetik tradisional seperti bedak dan lotion penyegar.

Saat ini juga terdapat lima kelompok jenis rumput laut komersial yaitu Saccharina japonica, Undaria, Porphyra, Eucheuma, dan Gracilaria yang menyumbang sekitar 98 persen dari produksi budi daya rumput laut dunia.

Dari lima kelompok jenis tersebut, jenis Eucheuma dan Gracilaria hidup di perairan tropis dan telah dikembangkan melalui budi daya komersial di Indonesia.

Selama ini, ia mengatakan, pengembangan industri rumput laut juga telah menghasilkan sekitar 500 jenis produk turunan yang dapat dikelompokkan menjadi pangan, pakan, pupuk, produk farmasi, dan produk kosmetik.

"Ini tentu akan meningkatkan nilai tambah yang diterima oleh pelaku usaha rumput laut, baik industri maupun masyarakat," ujarnya.

Melihat kondisi ini, Musdhalifah memastikan budi daya rumput laut dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi di wilayah pesisir, pulau kecil, pinggiran dan perbatasan, apalagi sekitar 32 persen penduduk miskin Indonesia berada di kawasan ini.

Hal ini didukung oleh fakta bahwa budi daya rumput laut tergolong usaha potensial yang sebagian besar dilakukan oleh masyarakat, karena teknologinya sederhana, masa produksi relatif singkat selama 45 hari, dan memiliki pangsa pasar cukup besar.

Untuk mendorong budi daya rumput laut tersebut, tambah dia, pemerintah telah merancang Peta Panduan Pengembangan Industri Rumput Laut Nasional Tahun 2018-2021 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2019.

"Kita semua bisa bersinergi dalam mengembangkan industri rumput laut nasional melalui rencana aksi yang telah disusun. Kita sudah punya target, tinggal komitmen dan konsistensi kita untuk tidak menjadikan roadmap ini sekedar dokumen," ujar Musdhalifah.



Sumber : antaranews

Selasa, 09 Juli 2019

Peneliti LRMPHP Paparkan Hasil Riset pada Semnaskan UGM XVI


Seminar Nasional Tahunan XVI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan (Semnaskan-UGM) merupakan agenda rutin tahunan yang diselenggarakan oleh Departemen Perikanan, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Pada kesempatan tersebut LRMPHP ikut berpartisipasi dengan mempublikasikan karya tulis ilmiah dan juga sebagai peserta seminar. Kegiatan seminar ini bertujuan untuk mempublikasikan hasil riset LRMPHP dalam bentuk karya tulis ilmiah yang telah disusun oleh para peneliti LRMPHP. Seluruh rangkaian acara dilaksanakan pada tanggal 6 Juli 2019 di Departemen Perikanan UGM. Dalam kegitan seminar ini, LRMPHP mempublikasikan 5 buah judul KTI yang nantinya akan diterbitkan dalam prosiding maupun jurnal ilmiah lainnya.

Pembukaan kegiatan semnaskan dilaksanakan di Auditorium Prof. Ir. Harjono Danoesastro Jl. Flora Bulaksumur Yogyakarta dengan rangkaian acara meliputi laporan Ketua Panitia, Sambutan Dekan Fakultas Pertanian UGM Bapak Dr. Jamhari, SP, MP yang dilanjutkan dengan pembukaan. Dalam sambutannya disampaikan bahasan terkait “Masalah Pangan Land For Food, dan Land For Feed”. Acara dilanjutkan dengan paparan oleh pembicara kunci I yaitu Bapak Suadi, S.Pi, M.Sc, Ph.D yang menyampaikan topik tentang Tata Kelola Rantai Pasok Pangan Laut Berkelanjutan - Agenda Menuju Perikanan Baru. Pembicara kunci II yaitu Bapak IBM Suastika Jaya, M.Si menyampaikan topik tentang Inisiatif Kerjasama MCS Sub-Regional di Kawasan Asia Tenggara serta mekanisme operasional MCS di Indonesia. Selanjutnya acara dilanjutkan dengan kegiatan kelas-kelas seminar yang gedung A4 Departemen Perikanan.

Sambutan oleh Dekan Fakultas Perikanan (dok. LRMPHP)
Pemaparan oleh Pembicara Kunci I (dok. LRMPHP)
Pemaparan oleh Pembicara Kunci II (dok. LRMPHP)
Pada kelas-kelas seminar tersebut lima peneliti LRMPHP menyampaikan paparan hasil risetnya yang selanjutnya didiskusikan dengan para peserta seminar. Dalam paparan dan diskusi hasil riset tersebut diperoleh beberapa pertanyaan dan masukan dari peserta seminar. Pada paparan tentang mutu ikan tuna selama penyimpanan dlm ALREF untuk kapal nelayan 10-15 GT, mendapat masukan tentang perlunya penyesuaian desain RSW dengan spesifikasi kapal, sehingga instalasi dan aplikasinya lebih mudah. 

Pada paparan hasil riset tentang pengisian adonan tahu tuna menggunakan pendekatan machine learning, masukan yang disampaikan dari peserta adalah perlunya dikaji lebih dalam lagi tentang penggunaan software WEKA supaya penggunaan software tersebut sesuai dengan aplikasinya. Paparan hasil riset lainnya yaitu tentang penggunaan parameter warna dan tekstur pada klasifikasi sumber daging ikan lumat, peserta menanyakan tentang kelebihan penggunaan software tersebut dibandingkan dengan software lainnya. Dalam jawabannya dijelaskan bahwa sotware WEKA setiap set data diuji dengan 10 classification folds atau diuji 10 kali sehingga datanya lebih akurat dan menghindari terjadinya overfitting. 

Riset Pengaruh tekanan evaporator pada performansi sistem ALREF untuk penampung ikan pada kapal nelayan 10-15 GT, peserta menanyakan tentang penerapan tekanan evaporator 0 dan 1 bar. Peresenter memberikan jawaban bahwa caranya adalah dengan melakukan seting tekanan evaporator di mesin pendingin tersebut. Pada paparan tentang pengeringan rumput laut menggunakan microwave mendapat masukan yaitu pada hasil riset sebaiknya disampaikan juga perhitungan efisiensi dan juga analisis fisiokimia yang lebih lengkap sehingga hasil riset lebih komperehensif. 

Presntasi Oral oleh I Made Susi Erawan (dok. LRMPHP)
Presntasi Oral oleh Tri Nugroho Widianto (dok. LRMPHP)
Presntasi Oral oleh Putri Wullandari (dok. LRMPHP)
Presntasi Oral oleh Ahmat Fauzi (dok. LRMPHP)
Presntasi Oral oleh Wahyu Tri H. (dok. LRMPHP)




Senin, 08 Juli 2019

LRMPHP Ikuti Pameran di Semnaskan-UGM XVI 2019

Partisipasi LRMPHP pada SEMNASKAN UGM XVI 2019
Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan (LRMPHP) turut berpartisipasi pada kegiatan pameran dalam rangka Seminar Nasional Tahunan XVI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan (Semnaskan-UGM) di Departemen Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada pada 6 Juli 2019. Partisipasi LRMPHP pada kegiatan ini sebagai tindak lanjut atas surat undangan No : 022/SEMNASKAN/VII/2019 untuk mengisi booth expo. Selain diikuti oleh LRMPHP, pameran juga diikuti oleh UKM dan swasta yang menampilkan produk microbuble generator (MBG) untuk aplikasi budidaya ikan. Peralatan hasil riset yang ditampilkan oleh LRMPHP yaitu alat transportasi ikan segar roda dua (Altis-2 Seri 2019) dan alat uji kesegaran ikan berbasis android (UKI).

ALTIS-2 merupakan salah satu inovasi riset dari LRMPHP dan masuk dalam kegiatan prioritas INTAN (Inovasi Adaptif Lokasi Perikanan) tahun 2019. Kegiatan ini merupakan program prioritas nasional untuk mendekatkan hasil-hasil riset dan inovasi kepada masyarakat sehingga dapat memberikan nilai tambah pemanfaatan alat bagi pengguna. Sementara itu, UKI  merupakan alat uji kesegaran ikan secara non destruktif berdasarkan dua parameter yaitu citra mata dan gas. Alat uji ini dapat mengidentifikasi dan menilai kesegaran ikan secara real time dengan hasil yang akurat dan cepat. Alat UKI juga telah mendapatkan nomor pendaftaran paten P00201704950 pada tahun 2017.

Selama pameran, booth LRMPHP banyak menerima kunjungan baik dari akademisi, instansi pemerintahan, UKM maupun masyarakat. Pada kesempatan tersebut dilakukan diskusi interaktif dan konsultasi tentang peralatan yang ditampilkan.  Beberapa pengunjung umumnya tertarik dengan peralatan yang ditampilkan serta menanyakan beberapa hal terkait prinsip kerja alat, kegunaan, harga dan spesifikasinya.




Interaksi dengan pengunjung selama kegiatan pameran


KKP Catat Kinerja Positif di Semester Pertama 2019

Kiri-kanan: Sekretaris Jenderal KKP, Nilanto Perbowo; Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti; Dirjen Perikanan Tangkap KKP, Zulficar Mochtar; Kepala BKIPM KKP, Rina; Kepala BRSDM KKP, Sjarief Widjaja; Plt. Dirjen PSDKP KKP, Agus Suherman dalam konferensi pers yang diselenggarakan di Kantor KKP, Jakarta, Kamis (4/7). Dok. Humas KKP/Joko Siswanto
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat kinerja positif sepanjang semester pertama tahun 2019. Hal ini disampaikan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiasuti, dalam konferensi pers bersama media di Kantor KKP, Kamis (4/7).

Turut hadir dalam kesempatan tersebut seluruh jajaran eselon I KKP yakni Sekretaris Jenderal, Nilanto Perbowo; Dirjen Pengelolaan Ruang Laut, Brahmantya Satyamurti Poerwadi; Dirjen Perikanan Tangkap, Zulficar Mochtar; Dirjen Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto; Plt. Dirjen Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Agus Suherman; Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan, Rina; Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan, Sjarief Widjaja; dan Koordinator Satgas 115, Mas Achmad Santosa.

Menteri Susi menyampaikan, sepanjang semester I tahun 2019 ini KKP telah mendapatkan berbagai capaian sebagai buah manis dari ketegasan Indonesia dalam menangani illegal fishing selama 4,5 tahun terakhir. “Hilangnya kapal asing malah menambah produksi kita semua. Pada saat sektor lainnya melemah, perikanan menunjukkan kenaikan secara signifikan,” ujarnya.

Ia menyatakan, peningkatan itu antaranya dibuktikan dengan naiknya nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Perikanan dan Nilai Tukar Nelayan (NTN). Nilai PDB Perikanan naik dari Rp58,97 triliun pada TW I-2018 menjadi Rp62,31 triliun pada TW I-2019. Sementara itu, NTN yang berada pada angka kurang dari 106 persen pada tahun 2014 naik mencapai 113,08 persen pada Mei 2019.

Dalam sektor perikanan tangkap, Dirjen Perikanan Tangkap Zulficar Mochtar turut mengungkapkan sejumlah capaian positif selama semester I tahun 2019. Salah satunya tergambar dengan tersedianya rantai pendingin pada kapal-kapal nelayan. Saat ini, 72,5 persen dari 7.987 kapal yang terdaftar di KKP diidentifikasi sudah memiliki freezer untuk menjaga kesegaran produk ikan yang ditangkapnya.

“Dulu, kapal-kapal yang ada bergantung pada cold storage. Saat ini, mayoritas kapal sudah punya freezer sebagai rantai dinginnya untuk mendorong kualitas ikan yang segar,” ucap Zulficar.

Selain itu, guna meningkatkan kesejahteraan nelayan, KKP juga telah memberikan 1.048.000 premi asuransi untuk nelayan sepanjang tahun 2016-2018. “Dulunya, nelayan tidak pernah mendapatkan perlindungan dari berbagai pihak. Sekarang ini sejak tahun 2016, kita sudah melakukan upaya perlindungan nelayan melalui program premi asuransi untuk nelayan kecil,” ujarnya.

Terkait dengan lamanya perizinan kapal yang kerap dikeluhkan oleh para pelaku usaha, Zulficar memberikan klarifikasi. Ia menjelaskan bahwa KKP tidak pernah mempersulit perizinan kapal para pelaku usaha melainkan mendorong peningkatan kepatuhan para pelaku usaha. Saat ini, KKP mencatat setidaknya terdapat 2.874 kapal yang izinnya sudah expired melewati masa enam bulan dan belum memperpanjang izinnya. Akibatnya, proses cek fisik pun harus kembali dilakukan oleh para pelaku usaha.
“Modus yang ditemukan selama ini, banyak dari para pemilik kapal yang belum melakukan perpanjangan izin tersebut mengaku bahwa KKP lambat dalam memproses izin. Padahal, izin yang ada di kami hampir semua sudah kita keluarkan. Kami mendorong agar para pemilik kapal aktif melaporkan kapal dan tangkapannya,” jelasnya.

“Illegal, unreported, and unregulated fishing (IUU Fishing) ternyata tidak hanya dilakukan oleh asing tetapi juga pengusaha lokal,” tambah Zulficar.

Sementara itu, KKP juga terus menunjukkan ketegasannya secara konsisten dalam bidang pengawasan kelautan dan perikanan. Hingga Juni 2019, KKP telah melakukan penangkapan kapal ilegal sebanyak 67 kapal yang tediri dari 17 kapal Malaysia, 15 kapal Vietnam, 3 kapal Filipina, dan 32 kapal Indonesia.

“Keberhasilan dalam penangkapan kapal perikanan pelaku illegal fishing tidak lepas dari sistem pengawasan yang terintegrasi antara pengawasan udara (air surveillance), operasi kapal pengawas di laut, dan sistem pemantauan kapal perikanan (Vessel Monitoring System/VMS),” jelas Plt. Dirjen PSDKP Agus Suherman.

Sejalan dengan hal itu, KKP bekerjasama dengan Satgas 115, Kejaksaan Agung, dan instansi terkait lainnya  juga telah melakukan pemusnahan sebanyak 28 kapal ikan ilegal yang telah mendapatkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht) sepanjang Januari-Juni 2019. Angka tersebut terdiri dari 23 kapal Vietnam, 3 kapal Malaysia, 1 kapal Filipina, dan 1 kapal Indonesia. Pemusnahan kapal-kapal tersebut menambahkan jumlah kapal yang telah ditenggelamkan sejak Oktober 2014-Juni 2019 menjadi 516 kapal.

Dalam beberapa waktu terakhir, KKP menemukan modus baru yang dilakukan oleh kapal Malaysia pelaku illegal fishing. “Modus barunya, mereka tidak ada yang mengaku sebagai nakhoda. Sebagian juga mengelabui petugas seakan-akan nakhoda tenggelam sehingga tidak perlu ditahan. Kemudian, rata-rata kapal dari Malaysia, ABK-nya bukan dari Malaysia,” jelas Agus.

Tak hanya menjaga perairan Indonesia dari kapal asing, KKP juga telah berhasil dalam upaya menjaga upaya penyelundupan benih lobster (benur) selama 4,5 tahun terakhir. KKP melalui Badan Karantina, Pengendalian Mutu, dan Kemanan Hasil Perikanan (BKIPM) secara umum telah berhasil mengatasi berbagai penyelundupan benih lobster.

Sampai dengan Juni 2019, BKIPM telah berhasil menggagalkan 257 kasus penyelundupan benih lobster dengan jumlah lobster mencapai 8,6 juta ekor. Jika dikonversikan dalam rupiah, nilainya mencapai lebih dari Rp1 triliun.

Kendati demikian, kasus penyelundupan terstruktur yang telah berhasil digagalkan oleh BKIPM selama ini, umumnya diungkap lewat pintu pemasukan dan pengeluaran wilayah seperti bandara udara dan pelabuhan. BKIPM terus berupaya meningkatkan pengawasannya pada pintu-pintu penyelundupan lainnya mengikuti modus yang berkembang.

“Kita sekarang ini berupaya mengatasi penyelundupan-penyelundupan yang melalui pelabuhan-pelabuhan tangkahan yang tidak dijaga secara resmi oleh pemerintah,” tutur Kepala BKIPM Rina.

Di samping itu, BKIPM menorehkan catatan cemerlang dalam ekspor perikanan yang terus meningkat. Hal ini merupakan berkat dari sistem layanan ekspor-impor online yang telah diterapkan oleh KKP, serta diberlakukannya Permen KP No. 18/2018 dan KMK No. 2844/2018. Volume ekspor untuk komoditi perikanan konsumsi hidup semester I tahun 2019 naik sebesar 3 persen dari periode yang sama pada tahun 2018. Sementara itu, volume ekspor komoditi perikanan non-konsumsi non-hidup naik signifikan sebesar 448 persen.

“Produk ekspor perikanan Indonesia sudah diterima oleh 157 negara di dunia yang menggambarkan bahwa kita sudah memiliki produk yang baik dan memenuhi compliance standar internasional,” tambah Rina.

Di sektor lainnya, KKP juga mengupayakan pengembangan  riset dan sumber daya manusia sektor kelautan dan perikanan. Salah satunya melalui program Laut Nusantara yang ditujukan untuk para nelayan. Program Laut Nusantara ini adalah aplikasi menggunakan citra satelit yang bertujuan untuk mendeteksi lokasi-lokasi yang memiliki populasi ikan terbanyak.

 “Program ini setiap pagi diupload ke semua media komunikasi, salah satunya twitter. Program ini dapat didownload dan diakses pada handphone masing-masing untuk mengetahui di mana titik-titik lokasi ikan. Dengan begitu, nelayan dapat dengan mudah mendeteksi wilayah untuk memudahkan penangakapan ikan,” ujar Sjarif Widjaja selaku Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia (BRSDM).

Di samping itu, guna mengembangkan kuantitas maupun kualitas SDM di bidang kelautan dan perikanan, KKP telah membangun 7 politeknik perikanan baru selama 4,5 tahun terakhir. Pada akhir Oktober mendatang, 3 politeknik perikanan baru lainnya pun akan diresmikan untuk menjaring lebih banyak lagi SDM kelautan dan perikanan yang kompeten di berbagai wilayah Indonesia.

Dalam sektor perikanan budidaya, produksi mengalami peningkatan selama periode Januari-Juni 2019 ini dibandingkan pada periode yang sama di tahun 2018. Saat ini, total produksi perikanan budidaya tercatat mencapai 8,2 juta ton. Peningkatan produksi tersebut merupakan dampak dari salah satu program budidaya yaitu pakan mandiri.

“Program pakan mandiri yang dibentuk oleh KKP ini sudah membangun pabrik pakan di Pangadaran yang telah memproduksi 1.000 ton dan sudah didistribusikan ke masyarakat,” ujar Dirjen Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto.

Melalui dorongan pakan mandiri ini, pembudidaya mampu meraup nilai tambah terhadap hasil produksi ikan pada kisaran Rp2.000,- hingga Rp3.000,- per kg. Hal itu pun menambah semangat para pelaku usaha yang terbukti melalui peningkatan NTUPi (Nilai Tukar Usaha Perikanan Budidaya Ikan) selama 4,5 tahun terakhir yang mengalami kenaikan rata-rata sebesar 2,02 persen. Alhasil, kesejahteraan pembudidaya pun meningkat karena pendapatan yang diterima tercatat lebih tinggi dari UMR nasional.

Sejalan dengan hal itu, KKP juga terus mendistribusikan bantuan benih kepada masyarakat. “Kita juga terus berupaya untuk membuat instalasi-instalasi yang dekat dengan pembudidaya untuk mengecilkan biaya pendistribusian benihnya,” tambah Slamet.

Dalam sektor pengelolaan ruang laut, PP No.32/2019 tentang Rencana Tata Ruang Laut telah ditetapkan oleh pemerintah. Peraturan pemerintah tersebut mengatur pengelolaan seluruh kegiatan strategis nasional, termasuk 30 juta hektar kawasan konservasi. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menjaga keberlanjutan kelautan dan perikanan di Indonesia.

Hal itu juga didukung dengan capaian pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Saat ini, sebanyak 21 provinsi telah mengeluarkan Perda terkait Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K). “Sisanya sebanyak 13 provinsi, Insyaallah akan kami selesaikan dalam pendampingannya bersama dengan kementerian terkait dan KPK pada tahun ini dan paling lambat awal tahun depan,” ucap Dirjen PRL Brahmantya.

Terkait dengan upaya peningkatan produksi garam nasional, KKP melalui Ditjen PRL telah mendorong pelaksanaan Program Usaha Garam Rakyat (PUGAR). Terhitung dari tahun 2018, KKP sudah mengembangkan 23 kabupaten sentra garam, di mana terdapat 18 gudang garam nasional yang sudah dibangun. Sebanyak 6 gudang garam lainnya akan dibangun hingga akhir tahun 2019.

Sekretaris Jenderal Nilanto Perbowo menyatakan, KKP akan terus berupaya mengoptimalkan seluruh target pencapaian yang telah ditetapkan hingga akhir tahun 2019. “Apresiasi pada seluruh jajaran KKP atas capaiannya dalam semester pertama ini.  Mari kita rapatkan barisan untuk menyelesaikan pencapaian target yang harus dituntaskan di akhir tahun 2019,” ucapnya.

Menteri Susi pun mengamini hal tersebut. Ia berharap, berbagai capaian yang telah dicapai oleh KKP saat ini menambah semangat seluruh jajaran untuk meningkatkan kinerjanya. “Program pembangunan kelautan dan perikanan harus terus lanjut dan terus dilakukan,” tandasnya. (ERB).


Sumber: KKPNews

Jumat, 05 Juli 2019

MEMBANGUN MASYARAKAT MARITIM MODERN BERBASIS PADA INOVASI TEKNOLOGI





Oleh: Prof. Ir. Sjarief Widjaja, Ph.D, FRINA

Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam periode kepemimpinannya mengusung misi untuk menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Tujuannya adalah untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang besar, kuat, dan makmur melalui pengembalian identitas Indonesia sebagai bangsa maritim, pengamanan kepentingan dan keamanan maritim, memberdayakan potensi maritim untuk mewujudkan pemerataan ekonomi Indonesia.

Visi laut sebagai masa depan bangsa (ocean is our future) dalam rangka mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia, dapat diwujudkan dengan mewujudkan pembangunan kelautan dan perikanan yang berlandaskan pada tiga pilar, yakni kedaulatan (sovereignty), keberlanjutan (sustainability) serta kesejahteraan (prosperity). Lima tahun terakhir telah berhasil dilakukan penegakan pilar kedaulatan yang akan diselaraskan dengan pembangunan kelautan dan perikanan periode lima tahun berikutnya yang berfokus pada keberlanjutan dan kesejahteraan.

Untuk mewujudkan misi ini telah dilakukan berbagai proses pembangunan maritim yang meliputi beberapa aspek. Mulai dari aspek infrastruktur, politik, sosial-budaya, hukum, keamanan, dan ekonomi. Penegakkan kedaulatan wilayah laut Negara Kesatuan Republik Indonesia, revitalisasi sektor-sektor ekonomi kelautan, penguatan dan pengembangan konektivitas maritim, rehabilitasi kerusakan lingkungan dan konservasi biodiversity, serta peningkatan kualitas dan kuantitas SDM kelautan, merupakan program-program utama dalam upaya mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia .

Gagasan Presiden Joko Widodo untuk menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia tentu tidak tercetus seketika. Melainkan telah melalui berbagai pemikiran dan menilik berbagai fakta serta data-data yang ada. Dari faktor geografi, Indonesia dianugrahi memiliki posisi ynag strategis.Berada di antara dua samudra (Hindia dan Pasifik) dan dua benua (Asia dan Australia) dimana posisi tersebut mempengaruhi kekayaan sumberdaya alam yang negara kita miliki. Aspek geografi Indonesia yang memiliki wilayah perairan yang lebih luas ketimbang wilayah daratannya kemudian membentuk budaya masyarakat Indonesia yang cenderung berbudaya maritim atau perairan. Budaya ini terus mengakar secara turun temurun dan mempengaruhi pola kehidupan masyarakat Indonesia dalam bermata pencaharian. Budaya maritim menjadi ciri khas budaya masyarakat Indonesia.Tak heran jika sektor kemaritiman, termasuk di dalamnya adalah sektor kelautan dan perikanan terus didorong untuk menjadi roda pembangunan ekonomi nasional.

Pada sisi lain, Indonesia saat tengah menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN dimana lalu lintas tenaga kerja antarnegara menjadi terbuka dan tingkat kompetisi dalam menjalankan usaha maupun mendapatkan pekerjaan semakin tinggi. Apalagi perkembangan teknologi juga semakin pesat. Mereka yang tak bisa mengimbangi, kemungkinan besar semakin tertinggal.

Sementara itu masyarakat nelayan, pembudidaya dan pengolah perikanan, maupun petambak garam yang merupakan kelompok terbesar masyarakat Indonesia, masih terlalu nyaman dengan kemampuan yang mereka warisi secara turun temurun. Cara-cara tradisonal yang mereka gunakan dalam berusaha menjadi penghambat kemajuan mereka sendiri. Seharusnya inovasi dan teknologi bisa mengubah mereka menjadi lebih modern sehingga memiliki nilai tambah bagi usahanya.

Sejak awal tahun 2017, Kementerian Kelautan dan Perikanan menggabungkan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) dan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kelautan dan Perikanan dengan tujuan agar kegiatan riset bisa dikembangkan untuk lebih maju dan diaplikasikan dalam pengembangan kapasitas masyarakat maritim dengan masif-nya desiminasi IPTEK melalui kegiatan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan dalam satu rumah.

Transformasi budaya maritim berbasis inovasi dan teknologi ini menjadi hal yang mendesak untuk segera dilakukan. Transformasi ini akan mencakup berbagai bidang mulai dari pola pikir, cara pandang berkehidupan, hingga pendidikan sumber daya manusia kemaritiman Indonesia. Hasil riset dan inovasi seharusnya mampu diberikan kepada anak-anak nelayan untuk mereka terapkan ke kampung halamannya. Mereka akan mendorong terjadinya peningkatan teknologi untuk komunitas nelayan, pembudidaya ikan dan pengolah ikan dan petambak garam. Sementara para orangtua dan pelaku usaha utama sangat membutuhkan peningkatan pelatihan.Kami ingin agar pelaku-pelaku usaha di sektor kelautan dan perikanan memiliki sertifikat kompetensi agar mampu bersaing dan mampu menangkal serbuan dari tenaga kerja asing.

Karena itu kami melihat bahwa terobosan-terobosan ilmu pengetahuan dan teknologi ini seharusnya tidak hanya berhenti pada tahap sebuah laporan. Atau menjadi suatu bagian eksklusif dari KKP.Hasil riset ini harus disebarkan seluas mungkin. Hasil riset kita harus bisa masuk di lembaga pendidikan dan pelatihan. Jika ada hasil riset kita yang memiliki nilai jual, akan ditawarkan untuk mendapat kerjasama dengan pihak ketiga.

Badan Riset dan Sumber Daya Manusia (BRSDM) telah melakukan upaya transformasi budaya maritim, salah satunya dengan membangun konsep desa inovasi, yaitu desa yang dibentuk secara khusus untuk mengembangkan komoditas utama perikanan yang dimiliki dengan sentuhan inovasi dan teknologi yang lebih maju dan modern. Beberapa desa inovasi yang sudah terbentuk antara lain Kampung Nila di Dusun Bokesan, Sleman; Kampung Rajungan di Desa Betahwalang, Demak; Kampung Sidat di Desa Kaliwungu, Cilacap, dan Kampung Gabus di Desa Babakan, Ciseeng, Jawa Barat. Kami membayangkan jika kita bisa mengembangkan model-model seperti itu di seluruh wilayah Indonesia, maka transformasi budaya maritim, baik untuk penangkapan ikan maupun budidaya itu akan terjadi karena mereka sudah melakukannya secara intensif. Anaknya dididik di sekolah, pelaku usaha, kawasannya dibina, pada jantungnya diisi dengan inovasi dan teknologi.

Buku Transformasi Budaya Maritim Berbasis Inovasi Teknologi ini merupakan buah pemikiran dari Kepala BRSDM, Sjarief Widjaja tentang bagaimana seharusnya para pengambil kebijakan, stakeholder, maupun masyarakat mulai mengubah cara pandang mereka tentang konsep membangun masyarakat maritim. Kata kuncinya adalah memahami budaya maritim masyarakat Indonesia, dilihat dari aspek sejarah dan geografinya. Kemudian memberikan mereka sentuhan inovasi dan teknologi yang dikembangkan berdasarkan pada apa yang sudah mereka kuasai selama ini.

Kami berharap apa yang tersaji dalam buku Transformasi Budaya Maritim Berbasis Inovasi dan Teknologi ini bisa menjadi panduan dalam menentukan arah pembangunan SDM Kemaritiman Indonesia. Dalam rangka menuju kesempurnaan buku yang telah disusun, masukan dan tanggapan dari Saudara Dr. Arif Satria (Rektor IPB) dan Kemal Gani (Pemred Majalah SWA) sangat dibutuhkan sehingga ulasan dari keduanya dapat memperkuat isi buku ini.