|
Perwakilan LRMPHP Ikuti Launching Teknologi Pendukung Program Nasional Citarum Harum di BRPSDI |
Perwakilan Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan (LRMPHP), Putri Wullandari, M.Sc mengikuti kegiatan Launching Teknologi Pendukung Program Nasional Citarum Harum di BRPSDI pada 11 Februari 2020.
Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan (BRPSDI) merupakan unit kerja dibawah naungan Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merilis tiga solusi hasil riset dan inovasi dalam mewujudkan program Citarum Harum yang berkaitan dengan kegiatan perikanan.
Program Citarum Harum dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo pada 2018. Program ini mencakup percepatan pengendalian pencemaran dan kerusakan daerah aliran Sungai Citarum serta waduk kaskade Citarum (Saguling, Cirata dan Ir. H. Djuanda).
“Sebagai lembaga Pusat Unggulan Iptek (center of excellent) dengan fokus unggulan Pemulihan Sumber Daya Ikan, dengan ruang lingkup konservasi jenis, konservasi ekosistem, rehabilitasi habitat, restoking, dan introduksi. teknologi, BRPSDI terus berusaha mewujudkan Program Citarum Harum yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo,” tutur Kepala BRPSDI, Aulia Riza Farhan, dalam sambutannya.
Solusi pertama adalah solusi jangka pendek guna mendukung kegiatan budidaya perikanan, yaitu teknologi keramba jaring apung dengan sistem management dengan resirkulasi dan tanaman (KJA SMART). KJA SMART merupakan teknologi untuk pencegahan dan pengendalian eutrofikasi dengan mengadopsi sistem akuaponik yang telah dimodifikasi sehingga dapat diterapkan di periaran terbuka waduk/danau.
Solusi kedua yaitu teknologi eelway yang merupakan salah satu bentuk teknologi fishway (jalur ruaya ikan) guna mempermudah ikan melewati konstruksi melintang sungai yang dibuat manusia. Eelway sangat diperlukan dalam rencana pembangunan waduk-waduk di Indonesia.
Eel sendiri merupakan bahasa lain dari ikan sidat. Ikan ini primadona perikanan budidaya Indonesia yang tengah menjadi perhatian dunia sejalan dengan menurunnya produksi benih sidat dunia. Salah satu penyebabnya adalah pembangunan DAM di beberapa ruas sungai habitat sidat menghambat ruaya sidat. Teknologi eelway diharapkan jadi jawaban persoalan tersebut.
"Perlu ada kepastian kelangsungan hidup dari spesies ini untuk generasi mendatang. Teknologi rekayasa habitat yang dapat digunakan untuk merekayasa jalur ruaya sidat dari hilir ke hulu sungai untuk melewati bangunan melintang tersebut adalah dengan membuat eelway, salah satu bentuk fishway yang diperuntukan khusus untuk ikan sidat,” tutur Peneliti Utama BRPSDI, Didik Wahyu Hendro Tjahjo.
Solusi ketiga yang merupakan solusi jangka panjang yakni Culture Based Fisheries (CBF). CBF adalah teknologi pemacuan stok yang bertujuan meningkatkan/memacu rekruitmen alami satu atau beberapa jenis ikan dari kelompok planktivora-herbivora yang dihasilkan dari panti perbenihan, untuk ditebar di suatu badan air. Ikan-ikan ini tumbuh dengan memanfaatkan makanan alami sehingga produksinya meningkat mendekati daya dukung perairan/alaminya. Ini dapat dikelola oleh sekelompok masyarakat dengan pendampingan (ko-manajemen) dan dikembangkan melalui sistem insentif. Dengan demikian, CBF dapat menjadi program alih profesi bagi pekerja dan pemilik KJA yang terkena dampak penertiban.
Dikatakan Didik, dalam studi kasus untuk Waduk Ir. Juanda, optimalisasi perikanan tangkap melalui pengembangan CBF diestimasi mampu meningkatkan produksi perikanan tangkap hingga 1.500 ton/tahun dan memberikan manfaat dalam memberi ruang bagi masyarakat mendapatkan mata pencaharian alternatif/alih profesi.
Melalui hasil riset teknologi ini, Kepala BRPSDI pun berharap dapat menjadi solusi mewujudkan Citarum Harum. Sebagaimana diketahui, saat ini status air Citarum naik satu tingkat dari cemar berat menjadi cemar sedang. Ditargetkan, tahun depan perairan Citarum menjadi cemar ringan, hingga akhirnya menjadi kualitas air yang dapat memberikan kehidupan yang baik di tahun 2024.