PELATIHAN

LRMPHP telah banyak melakukan pelatihan mekanisasi perikanan di stakeholder diantaranya yaitu Kelompok Pengolah dan Pemasar (POKLAHSAR), Kelompok Pembudidaya Ikan, Pemerintah Daerah/Dinas Terkait, Sekolah Tinggi/ Universitas Terkait, Swasta yang memerlukan kegiatan CSR, Masyarakat umum, dan Sekolah Menengah/SMK

Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan

LRMPHP sebagai UPT Badan Riset dan SDM KP melaksanakan riset mekanisasi pengolahan hasil perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 81/2020

Tugas Pokok dan Fungsi

Melakukan tugas penelitian dan pengembangan strategis bidang mekanisasi proses hasil perikanan di bidang uji coba dan peningkatan skala teknologi pengolahan, serta rancang bangun alat dan mesin untuk peningkatan efisiensi penanganan dan pengolahan hasil perikanan

Kerjasama

Bahu membahu untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan dengan berlandaskan Ekonomi Biru

Sumber Daya Manusia

LRMPHP saat ini didukung oleh Sumber Daya Manusia sebanyak 20 orang dengan latar belakang sains dan engineering.

Senin, 20 April 2020

Mengatasi Ghost fishing dengan Radio Frequency Identification


 Ilustrasi cara kerja RFID sebagai penanda alat tangkap ikan (Sumber : Global Ghost Gear Initiative)
Alat tangkap ikan yang ditinggalkan, hilang maupun dibuang karena rusak dikenal dengan Abandoned, Lost or Otherwise Discarded Fishing Gear (ALDFG), definisi ini mengacu pada Laporan Tahunan FAO tentang Technical Consultation on Marking of Fishing Gear pada tahun 2018. ALDFG memberikan dampak buruk bagi ekosistem laut, sumber daya perikanan dan masyarakat pesisir. Beberapa ALDFG tersebut akan terus berfungsi, dengan tidak sengaja, menjerat ikan target dan non-target dan bahkan bisa membunuh hewan laut lainnya, termasuk spesies yang terancam punah sehingga ada istilah “ghostfishing”. ALDFG yang jatuh ke dasar laut menyebabkan kerusakan fisik terumbu karang, sedangkan yang masih dipermukaan perairan akan mengganggu navigasi dan keselamatan kapal perikanan, lebih lanjut ALDFG yang tersapu ke daratan mencemari pantai sebagai sampah plastik yang tidak mudah terurai, dan jika terurai pun akan menjadi sumber mikroplastik.

Salah satu mitigasi keberadaan ALDFG ialah dengan memasang penandaan pada alat tangkap (Marking fishing gear), cara ini untuk mengidentifikasi kepemilikan, lokasi serta memastikan legalitasnya, yang dijadikan persyaratan kapal perikanan berlayar. Marking fishing gear tradisional bisa menggunakan tanda fisik baik berupa kode, tulisan dan kombinasi warna sehingga diketahui kepemilikan dan kapasitasnya. Beberapa waktu terakhir, marking fishing gear beralih ke perangkat elektronik dengan harapan memberi kemudahan dan akurasi lebih tinggi dibandingkan yang tradisional. Diantara perangkat elektronik itu ialah Radio Frequency Identification (RFID). Brickett dan Moffat tahun 2004 dikutip dari Jurnal Marine Pollution Bulletin tahun 2018 berhasil mengembangkan teknologi RFID untuk identifikasi jaring yang hilang.

RFID adalah teknologi yang secara otomatis mengidentifikasi objek melalui penggunaan gelombang radio. Ada tiga jenis tag RFID yaitu tag pasif, aktif dan hybrid. Tag pasif tidak menggunakan baterai tapi memanfaatkan medan elektromagnetik yang dihasilkan oleh reader. Tag aktif menggunakan daya baterai untuk menjalankan microchip dan / atau untuk menyebarkan sinyal. Jenis hybrid, atau disebut tag semi-pasif menggunakan baterai untuk menjalankan microchip, tetapi menggunakan power reader untuk komunikasi. Tag aktif memiliki rentang yang lebih baik, tetapi harganya lebih mahal daripada tag pasif. Metode kerja dari RFID sebagai penandaan di alat tangkap adalah chip dari RFID ditanam pada alat tangkap tersebut kemudian chip akan memancarkan sinyal yang bisa dibaca dari kapal maupun tempat lain.

RFID selain sebagai penanda keberadaan alat tangkap juga memberikan informasi tentang identitas alat tangkap dan kapal yang menggunakan serta waktu penangkapan bahkan kondisi lingkungan. Namun pemasangan RFID tag pada tali alat tangkap masih menghadapi tantangan besar yaitu daya tahannya. Meski sudah ada penelitian RFID dengan daya tahan lebih lama dan ukuran lebih kecil namun belum diproduksi dan diuji untuk alat tangkap ikan.

Penulis : Arif Rahman Hakim, Peneliti LRMPHP

Nilai Ekspor Perikanan Triwulan I 2020 Tembus USD1,24 Miliar

Dok. Ekspor perikanan ke Eropa dan Amerika (Foto: KKP)

Di tengah pandemi Covid-19, optimisme muncul dari sektor kelautan dan perikanan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor hasil perikanan Indonesia pada Maret 2020 mencapai USD427,71 Juta atau meningkat 6,34% dibanding ekspor Februari 2020. Sementara dibanding Maret 2019 meningkat 3,92%.
“Volume ekspor hasil perikanan Indonesia pada Maret 2020 mencapai 105,20 ribu ton atau meningkat 15,37% dibanding ekspor Februari 2020. Jika dibandingkan Maret 2019 meningkat 4,89%,” jelas Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Nilanto Perbowo, di Jakarta, Jumat (17/4).
Dikatakan Nilanto, secara kumulatif nilai ekspor Indonesia selama Januari–Maret 2020 mencapai USD1,24 miliar atau meningkat 9,82% dibanding periode yang sama tahun 2019. Demikian pula volume ekspor Januari–Maret 2020 mencapai 295,13 ribu ton atau meningkat 10,96% dibanding periode yang sama tahun 2019.
Amerika Serikat menempati urutan pertama dari lima negara tujuan utama ekspor selama Januari–Maret 2020. Nilai ekspor ke negeri Paman Sam tersebut mencapai USD 508,67 juta (40,97%). Di peringkat kedua, Tiongkok dengan nilai USD173,22 juta (13,95%).
“Ketiga ada negara-negara di ASEAN dengan nilai USD162,29 juta (13,07%),” urainya.
Selanjutnya, Jepang dengan nilai USD143,82 juta (11,59%), dan Uni Eropa dengan nilai USD82,05 juta (6,61%) melengkapi daftar keempat dan kelima. Dari sisi komoditas, udang mendominasi ekspor ke negara-negara tersebut dengan nilai mencapai USD466,24 juta (37,56%). Disusul tuna-tongkol-cakalang (TTC) dengan nilai USD 176,63 juta (14,23%). Kemudian cumi-sotong-gurita dengan nilai USD 131,94 juta (10,63%).
“Disusul rajungan-kepiting dengan nilai USD105,32 Juta (8,48%) dan rumput laut dengan nilai USD53,75 Juta (4,33%),” jelas Nilanto.
Nilanto memaparkan, kenaikan nilai ekspor perikanan Indonesia selama periode Januari – Maret 2020 dipengaruhi oleh penutupan dan pembatasan impor ke Tiongkok sejak awal tahun 2020 akibat wabah corona virus di negara tersebut. Alhasil, peristiwa ini menyebabkan aktifitas negara-negara eksportir seperti Indonesia juga membelokan arah ekspor ke pasar AS dan Eropa sebagai pasar terbesar untuk komoditas udang dan TTC. Tak hanya itu, kenaikan ekspor terutama untuk bahan baku olahan, pasokan retail, ikan yang siap saji dan tahan lama seperti ikan kaleng.
“Selain mengalihkan ekspor dari Tiongkok ke AS dan Eropa, Indonesia juga memanfaatkan dengan mengisi pangsa pasar ekspor milik Tiongkok yang menurun akibat pendemi Covid-19. Sebagaimana diketahui sebelum terjadi pandemi Covid 19, Tiongkok merupakan eksportir produk perikanan terbesar di dunia,” tandasnya.

Sumber : KKPNews

Rabu, 15 April 2020

Percepat Pemulihan Ekonomi Akibat Pandemi, KKP Realokasi Anggaran Rp. 483 Miliar

Menteri Edhy  saat raker dengan Komisi IV DPR (Foto : KKP)
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan realokasi anggaran untuk percepatan pemulihan ekonomi imbas pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Besarannya Rp483,74 miliar atau setara 9,12% dari total APBN-P KKP tahun 2020.

Realokasi anggaran ini disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam Rapat Kerja lanjutan dengan Komisi IV DPR tentang refocusing kegiatan, realokasi anggaran, serta pengadaan barang dan jasa dalam rangka percepatan penanganan Covid-19.

“Menindaklanjuti kesimpulan raker sebelumnya pada 6 April untuk melakukan peningkatan anggaran bantuan pemerintah ke masyarakat kelautan dan perikanan, KKP telah melakukan realokasi anggaran sebesar Rp483,74 miliar,” ujar Menteri Edhy dalam raker lanjutan tersebut, Selasa (14/4/2020).

Anggaran tersebut dipakai untuk 23 kegiatan diantaranya bakti nelayan, bulan bakti karantina ikan, asuransi budidaya ikan, bantuan induk, benih, bibit rumput laut, pakan ikan, mesin pakan mandiri dan bahan baku, bantuan sarana mendukung revitalisasi tambak, perluasan Program Gemarikan, sarana rantai dingin, revitalisasi tambak, hingga Pengembangan Usaha Garam Rakyat (PUGAR). Menteri Edhy menerangkan, penerima bantuan tidak hanya masyarakat perikanan tapi juga tenaga medis dan pekerja harian lepas yang ikut kena dampak ekonomi imbas pandemi Covid-19.

“Untuk kegiatan bakti nelayan misalnya, kami menganggarkan Rp12,7 miliar lebih. Sedangkan perluasan Program Gemarikan dianggarkan lebih besar sekitar Rp20 miliar. Harapannya, kami dapat membantu menyerap produksi ikan dan olahan produk perikanan, sekaligus menyalurkannya pada masyarakat untuk pemenuhan gizi. Utamanya untuk tenaga medis dan pekerja harian lepas, diantaranya pengemudi taksi dan ojek online,” urai Menteri Edhy.

Lebih lanjut Menteri Edhy menjelaskan, besaran realokasi anggaran untuk bantuan tersebut setara dengan 9,12 persen dari APBN-P KKP. Pagu anggaran KKP saat ini Rp5,30 triliun setelah mendapat penghematan Rp1,147 triliun dari sebelumnya Rp6,44 triliun. Penghematan ini sesuai Perpres No. 54 tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2020.

Selain merealokasi anggaran untuk bantuan, KKP juga telah mengusulkan enam paket stimulus ekonomi di sektor kelautan dan perikanan dalam upaya mempercepat penanganan dampak Covid-19. Meliputi bantuan pemerintah untuk nelayan, pembudidaya, pengolah/pemasar, dan petambak garam sebesar Rp1,024 triliun; Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat perikanan sebesar Rp600 ribu per bulan selama 3 bulan melalui Kemensos; pembelian produk perikanan oleh BUMN perikanan, dan penurunan bea masuk tin plate dan kaleng jadi, serta pasta tomat dan tepung pengental saus sebagai bahan baku industri pengalengan ikan.

“Kami juga mengusulkan pembelian garam hasil petambak oleh BUMN PT Garam, kemudian perluasan cakupan Peraturan Menteri Keuangan No.23 Tahun 2020 tentang Insentif Pajak dengan memasukkan kegiatan industri kelautan dan perikanan,” pungkas Menteri Edhy.

Dalam rapat kerja ini dihasilkan lima poin kesimpulan yang dibacakan oleh Ketua Komisi IV, Sudin, yang sekaligus menjadi pimpinan sidang. Rentetannya, Komisi IV menerima penjelasan Menteri Edhy mengenai refocusing kegiatan dan realokasi anggaran KKP setelah adanya penyesuaian anggaran menjadi Rp5,3 triliun; Komisi IV meminta pemerintah c.q Kementerian Keuangan tidak memotong kembali anggaran KKP tahun 2020 mengingat nelayan, pembudidaya, petambak garam, serta pengolah dan pemasar produk perikanan yang terdampak langsung wabah Covid-19 wajib dilindungi sesuai UU Nomor 7 tahun 2016.

Selanjutnya, Komisi IV meminta KKP untuk melaksanakan program strategis guna menyangga produksi komoditas perikanan dan komoditas pergaraman, dalam rangka percepatan pemulihan ekonomi dampak pandemi Covid-19; Komisi IV meminta KKP mengusulkan kepada Menteri BUMN untuk menugaskan BUMN bidang perikanan, seperti Perum Perindo, PT Perinus dan PT Garam, guna menyerap komoditas perikanan dan garam, dengan mempertimbangkan kualitas serta stabilitas harga dan memaksimalkan fungsi resi gudang dan sistem rantai dingin.

“Kelima, Komisi IV meminta KKP untuk tetap memberikan edukasi jarak jauh (online) kepada seluruh stakeholder dan pemangku kebijakan daerah serta tetap memberikan berbagai kemudahan bantuan sosial, seperti bantuan benih, induk, rumput laut, dan lainnya,” urai Sudin.



Sumber : KKPNews


Selasa, 14 April 2020

Penggunaan Suhu Dingin Dalam Transportasi Ikan Gurami

Ikan Gurami (Foto : https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Osphronemus_goramy_2008_G1.jpg)

Kebutuhan ikan hidup air tawar yang masih segar semakin hari semakin tinggi, salah satunya adalah gurami (Osphronemous gourami). Ikan ini lebih mahal dua hingga tiga kali lipat ketika dipasarkan dalam keadaan hidup. Oleh sebab itu memastikan gurami diterima konsumen dalam keadaan hidup memerlukan teknik transportasi yang baik. Teknik transportasi ikan gurami hidup yang biasa digunakan masyarakat adalah sistem basah menggunakan wadah blong atau drum plastik.

Upaya untuk meningkatkan kapasitas angkut telah dilakukan dengan mengurangi jumlah air yang digunakan dan/ atau meningkatkan jumlah ikan yang diangkut. Namun, pengurangan jumlah air dan/atau peningkatan jumlah ikan beresiko meningkatkan aktivitas fisik ikan selama transportasi yang menyebabkan peningkatan kerusakan fisik akibat gesekan antar ikan atau antara ikan dengan wadahnya. Ikan yang mengalami kerusakan fisik rentan terhadap serangan bakteri dan jamur sehingga ketahanan hidup ikan pasca transportasi rendah.

Salah satu cara untuk menurunkan aktifitas fisik ikan selama transportasi adalah dengan perlakuan suhu dingin. Berdasarkan hasil penelitian Syamdidi dkk mengenai studi sifat fisiologi ikan gurami, suhu rendah mampu menurunkan aktifitas fisik ikan gurami sehingga dengan perlakuan suhu dingin pada transportasi ikan gurami memungkinkan untuk dilakukan transportasi dalam durasi yang lebih lama dan ikan gurami tetap hidup hingga tangan konsumen. Namun demikian, kisaran suhu yang optimal harus diperhatikan untuk menjaga agar ikan tetap bertahan hidup hingga tangan konsumen.  Fase perubahan aktifitas ikan gurami pada kisaran suhu tertentu terlihat pada Tabel 1. dibawah ini.

Fase
Suhu ( °C)
Aktifitas gurami
1
29.2
Ikan masih bergerak aktif ke permukaan, masih responsif terhadap rangsang dari luar.
2
29.2 – 26.1
Ikan mulai hilang keseimbangan tetapi masih aktif bergerak, respon terhadap rangsang yang diberikan mulai berkurang, gerakan sirip dan operkulum mulai melemah serta ikan selalu bergerak mencari akses ke permukaan
3
26.1 – 23.6
Respon ikan terhadap rangsang masih baik meskipun sudah berkurang, gerakana operkulum lemah, mulai rebah di dasar dengan pergerakan yang melemah dan tidak teratur dan warna memucat.
4
23.6 – 21.1
Operkulum bergerak lemah, ikan rebah didasar, memberikan respon berenang ke atas saat diberi rangsang dari luar kemudian rebah lagi di dasar.
5
21.1 – 18.6
Ikan hanya memberikan respon berenang ke atas saat diberi rangsang dari luar kemudian rebah lagi di dasar dan warna punggun berwarna gelap. Upaya mendapatkan akses ke permukaan sudah banyak berkurang.
6
18.6 – 16.1
Gerakan ikan lemah, respon terhadap rangsang dari luar lemah, tubuh tidak dapat bergerak, hilang keseimbangan, sesekali keluar gelembung dari tutup insangnya.
7
16.1 – 13.6
Ikan rebah di dasar, tidak ada respon terhadap rangsang dari luar, keluar gelembung dari tutup insang dan bergerak-gerak sebelum akhirnya diam tak bergerak lagi.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka suhu dingin yang memungkinkan digunakan selama transportasi berkisar antara 16 - 23°C. Suhu air dibawah 16°C dapat menyebabkan terjadinya kematian sedangkan diatas 23°C, aktifitas fisik ikan gurami masih cukup tinggi. Akses ke permukaan selama transportasi cukup penting bagi ikan gurami, jadi sebaiknya wadah tidak ditutup.


Penulis : Iwan M. Al Wazzan, Peneliti LRMPHP

Kamis, 09 April 2020

LRMPHP Ikuti Kegiatan Seminar Nasional Teknisi Litkayasa II BRPBAP3 Maros Secara Online

LRMPHP ikuti kegiatan Seminar Nasional Teknisi Litkayasa II BRPBAP3 Maros Secara Online
Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan (LRMPHP) mengikuti  Seminar Nasional Teknisi Litkayasa II Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan (BRPBAP3) dengan tema ‘Teknisi Unggul Riset Maju’ secara online melalui aplikasi Zoom, pada 7 April 2020. Kegiatan secara online dilakukan untuk mengikuti protokol dan imbauan pemerintah dalam pencegahan penyebaran COVID-19. Kepala LRMPHP, staf kepegawaian, koordinator riset serta teknisi litkayasa turut berpartisipasi pada kegiatan ini. Keikutsertaan LRMPHP ini dalam rangka meningkatkan kompetensi dan kapabilitas teknisi litkayasa di bidang penelitian dan perekayasaan.

Pembukaan seminar litkayasa oleh Kepala BRPBAP3, A. Indra Jaya Asaad, sekaligus bertindak sebagai moderator yang dilanjutkan pemaparan materi oleh keynote speaker antara lain Prof. Dr.Ir. Brata Pantjara, M.P (peneliti utama BRPBAP3) dengan materi “Peran Teknisi sebagai Mitra Dalam Kegiatan Penelitian”, Supito S.Pi.,M.Si (Kepala Balai BPBAP Takalar) dengan materi “Membentuk Teknisi Tangguh Untuk Kegiatan Budidaya” dan Ivan Deka Fiyanto, S.H (Kasub. Jabfung Bag. SDM, Aparatur dan Organisasi dengan materi  “Pengajuan Dupak Teknisi Litkayasa Terbaru”.

Dalam sambutannya Kepala BRPBAP3 menyampaikan bahwa semangat keilmuan dan marwah pertemuan atau silaturahim ini perlu terus dikawal. Dengan dukungan teknisi litkayasa yang kompeten dan handal, kegiatan penelitian, pengembangan dan perekayasaan di bidang kelautan dan perikanan akan berjalan dengan baik. Selain itu, teknisi litkayasa diharapkan dapat berperan sebagai mitra peneliti untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas penelitian.

Pemaparan materi seminar oleh salah satu keynote speaker
Sementara itu, pada pemaparan materi "Pengajuan Dupak Teknisi Litkayasa Terbaru", Ivan Deka Fiyanto, S.H. menyampaikan bahwa petunjuk teknis/juknis teknisi litkayasa masih mengacu pada PerKa BPPT No : 147/Kp/BPPT/V/2007 dengan memperhatikan Permen PANRB No. 13 Tahun 2019, dimana dalam peraturan tersebut setiap teknisi litkayasa wajib menyampaikan penilaian angka kredit (PAK) setiap tahunnya.  Dengan demikian penilaian SKP dan perolehan angka kreditnya menjadi terintegrasi, karena jabatan fungsional juga terintegrasi dengan struktur organisasi unit kerja. Penilaian angka kredit yang selama ini dilakukan secara konvensional direncanakan akan dilakukan secara online dengan aplikasi e-puspa. Namun aplikasi ini sedang disiapkan oleh Pusdatin KKP, sehingga proses penilaian teknisi litkayasa masih tetap dilakukan oleh kepala unit kerja yang bersangkutan. 
Selain diikuti oleh LRMPHP Bantul, kegiatan Seminar Nasional Teknisi Litkayasa II di BRPBAP3 ini diikuti lebih dari 50 peserta baik dari berbagai instansi internal KKP maupun perguruan tinggi diantaranya Balai Besar Pengolahan Produk dan Biotek Kelautan dan Perikanan Slipi, Balai Riset Perikanan Perairan Umum dan Penyuluhan Perikanan Palembang, Balai Riset Budidaya Ikan Hias Depok, Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan Jatiluhur, Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar, Loka Riset Pengelolaan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Bungus, Loka Perekayasaan Teknologi Kelautan Wakatobi, Loka Pemeriksaan Penyakit Ikan dan Lingkungan Serang  dan Politeknik Pertanian Negeri Pangkep. 


Selasa, 07 April 2020

Menteri Edhy Jelaskan Langkah Penanganan Dampak Covid-19 ke DPR


Menteri Edhy saat rapat kerja dengan Komisi IV DPR melalui video conference (Foto: KKP)
Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo memastikan jajarannya telah melakukan langkah antisipatif untuk percepatan penanganan dampak Covid-19. Di antaranya dengan mendata estimasi produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya selama April hingga Juni tahun ini.
Langkah lain, KKP juga mendata semua infrastruktur rantai dingin (cold storage) yang tersebar di Indonesia. Menteri Edhy menegaskan, pihaknya telah menyusun rencana penguatan terhadap hasil-hasil produksi perikanan dengan mencari solusi akses pemasaran. Penguatan lainnya ialah melaksanakan program “Bulan Bakti Perikanan: Lawan Corona dengan Makan Ikan.”
“Jalan keluar terhadap akses pemasaran lainnya melalui penyiapan sarana media penjualan ikan secara online,” jelas Menteri Edhy saat rapat kerja yang dilakukan secara daring dengan Komisi IV DPR di Kantor KKP, Jakarta Pusat, Senin (6/4).
Dalam rapat yang dipimpin oleh Ketua Komisi IV, Sudin tersebut, Menteri Edhy mengusulkan sejumlah paket stimulus ekonomi seperti, pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dapat memasukkan produk pangan berupa ikan segar dan produk olahan ikan sebagai salah satu bahan pokok penting yang dapat diakses oleh masyarakat penerima melalui e-waroeng.
Dia juga meminta gubernur, bupati, walikota, bisa memasukkan produk-produk perikanan dalam program-program perlindungan sosial ke masyarakat yang dilaksanakan melalui APBD.
“Para nelayan, pembudidaya, pengolah, pemasar dan petambak garam yang masuk dalam kriteria masyarakat miskin dan pelaku UMK dan KUBE (Kelompok Usaha Bersama) bidang kelautan dan perikanan, dapat menjadi keluarga penerima manfaat dari PKH dan BPNT,” sambungnya.
Pemerintah maupun BUMN juga diharapkan bisa menyerap ikan hasil tangkapan nelayan dan pembudidaya serta produk-produk UKM yang tidak terserap pasar. Tujuannya, agar bisa membantu keberlanjutan usaha di masa pandemi Covid-19.
Sementara, dalam rangka realokasi anggaran dan refocusing kegiatan, KKP menyiapkan Rp300 miliar untuk penanganan dampak Covid-19. Dana tersebut digunakan untuk Satgas Covid-19 dan program Gemarikan.
Dana penanganan dampak Covid-19 ini, kata Edhy, bisa saja ditambah sesuai kebutuhan, selama bisa disesuaikan dengan pagu pagu anggaran KKP 2020. “Tambahan (anggaran penanganan Covid-19) yang akan diusulkan Komisi IV akan menjadi pertimbangan,” tegasnya
Adapun rapat kerja antara KKP dengan Komisi IV DPR hari ini, menghasilkan 4 butir kesimpulan. Pertama, Komisi IV menerima penjelasan KKP sesuai amanat Inpres Nomor 4 tahun 2020 untuk memenuhi ketersediaan pangan.
Kedua, Komisi IV mendorong KKP untuk melakukan peningkatan anggaran pada program Bansos, khususnya untuk masyarakat, nelayan, pembudidaya, petambak dan pengolah & pemasaran hasil perikanan yang terdampak Covid-19 sebesar Rp + 600 miliar atau setara 10% dari pagu anggaran KKP 2020.
Ketiga, Komisi IV mendorong KKP memprioritaskan program-program untuk menyangga produksi komoditas perikanan dan pergaraman dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional, terutama ikan serta memberikan paket stimulus ekonomi sektor kelautan dan perikanan.
Paket tersebut seperti kemudahan restrukturisasi pinjaman kepada UMKM unit pengolahan ikan, eksportir, serta masyarakat yang terkena dampak covid dalam rangka pemulihan ekonomi.
“Keempat, Komisi IV meminta KKP untuk segera memberikan usulan anggaran refocusing kegiatan dan realokasi anggaran sebelum rapat kerja tanggal 13 April 2020,” kata Ketua Komisi IV, Sudin sekaligus menutup rapat.

Sumber : KKPNews

Senin, 06 April 2020

Bioplastik Masa Depan Kemasan Dunia (Melt Intercalation Technology)

Kemasan bioplastik
Limbah plastik turunan minyak bumi telah menjadi salah satu masalah lingkungan yang memprihatinkan karena sifatnya yang sulit untuk terurai. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan membuat plastik yang bersifat biodegradable (dapat terurai oleh mikroorganisme) atau biasa disebut dengan bioplastik. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk membuat bioplastik, diantaranya yaitu dengan metode melt intercalation.

Menurut Aripin, Saing dan Kustiyah dalam tulisannya pada Jurnal Teknik Mesin vol. 06 tahun 2017, melt intercalation yaitu teknik inversi fasa dengan penguapan pelarut setelah proses pencetakkan yang dilakukan pada plat kaca. Metode pembuatan film plastik biodegradable ini didasarkan pada prinsip termodinamika larutan dimana keadaan awal larutan stabil kemudian mengalami ketidakstabilan pada proses perubahan fase (demixing), dari air menjadi padat. Proses pemadatannya (solidifikasi) diawali transisi fase cair satu ke fase dua cairan (liquid-liquid demixing) sehingga pada tahap tertentu fase (polimer konsentrasi tinggi) akan membentuk padatan.

Bharimalla, Nadanathangam, Deshmukh, Patil dan Prasad pada Polymer – Plastic Technology and Engineering tahun 2016 melaporkan pada bahwa proses melt intercalation pertama kali dipublikasi oleh Vaia, Ishii dan Giannelis pada tahun 1993. Tahapannya terdiri dari pencampuran termoplastik cair dengan nanopartikel untuk mengoptimalkan interaksi polimer-nanomaterial. Campuran tersebut kemudian dipanaskan di atas suhu transisi polimer sehingga membentuk nanokomposit. 

Keuntungan metode melt intercalation ini yaitu lebih fleksibel, tidak memerlukan reaksi kimia, dan dapat meningkatkan interaksi antara matriks dan pengisi (filler) dengan mengurangi tegangan antar muka. Kelemahan metode ini yaitu belum dapat diproduksi secara massal (skala industri).

Jurnal Distilasi vol.2, no.2 tahun 2017 mengemukakan bahwa bahan – bahan yang diperlukan untuk pembuatan bioplastik dengan metode melt intercalation antara lain yaitu : pati/ amilum sebagai bahan utama (umbi talas, singkong, rumput laut, tepung semi refined carrageenan), plasticizer (gliserol, sorbitol), filler (kitosan, ZnO), Proses melt intercalation disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Proses melt intercalation
Sumber : Bharimalla, Nadanathangam, Deshmukh, Patil dan Prasad, 2016. Nanocellulose Based Polymer Composites for Applications in Food Packaging. Polymer – Plastic Technology and Engineering

Penulis : Putri Wullandari, Peneliti LRMPHP