PELATIHAN
LRMPHP telah banyak melakukan pelatihan mekanisasi perikanan di stakeholder diantaranya yaitu Kelompok Pengolah dan Pemasar (POKLAHSAR), Kelompok Pembudidaya Ikan, Pemerintah Daerah/Dinas Terkait, Sekolah Tinggi/ Universitas Terkait, Swasta yang memerlukan kegiatan CSR, Masyarakat umum, dan Sekolah Menengah/SMK
Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan
LRMPHP sebagai UPT Badan Riset dan SDM KP melaksanakan riset mekanisasi pengolahan hasil perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 81/2020
Tugas Pokok dan Fungsi
Melakukan tugas penelitian dan pengembangan strategis bidang mekanisasi proses hasil perikanan di bidang uji coba dan peningkatan skala teknologi pengolahan, serta rancang bangun alat dan mesin untuk peningkatan efisiensi penanganan dan pengolahan hasil perikanan
Kerjasama
Bahu membahu untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan dengan berlandaskan Ekonomi Biru
Sumber Daya Manusia
LRMPHP saat ini didukung oleh Sumber Daya Manusia sebanyak 20 orang dengan latar belakang sains dan engineering.
Sabtu, 23 Mei 2020
SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1 SYAWAL 1441 H
Jumat, 22 Mei 2020
Menteri Edhy Ajak Masyarakat Budayakan “Lebaran Ikan”
Dua hari menjelang Idul Fitri, Menteri Kelautan
dan Perikanan Edhy Prabowo kembali mengeluarkan gebrakan. Kali ini, dia
mengenalkan kegiatan sosial bertajuk “Lebaran Ikan” dengan melibatkan unit
pelaksana teknis (UPT) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di seluruh
Indonesia.Menteri Edhy menenteng dua ekor Bawal Bintang
Melalui kegiatan tersebut, dia mengajak
masyarakat untuk merayakan momen lebaran dengan menu makanan yang berbeda,
yakni produk perikanan.
“Merayakan lebaran tidak harus memasak opor ayam atau rendang daging, tapi juga bisa produk perikanan yang memiliki manfaat dan kandungan gizi yang tinggi,” jelas Menteri Edhy dalam keterangan tertulisnya, Jumat (22/5).
Rencananya, dalam kegiatan tersebut KKP akan
membagikan ikan segar seberat 5 kilogram untuk masyarakat kurang mampu. Adapun
sasaran penerima paket lebaran ikan ialah 15.000 kepala keluarga yang tersebar
di Indonesia.
“Kegiatan ini menjadi wujud bakti kita kepada
masyarakat di hari raya Idul Fitri,” sambungnya.
Produk ikan segar dalam “Lebaran Ikan” berasal
dari para nelayan dan pembudidaya. Selain bertujuan untuk menyerap produksi
mereka, Menteri Edhy berharap kegiatan ini bisa meningkatkan minat masyarakat
dalam mengonsumsi ikan.
“Jadi gerakan ayo konsumsi ikan akan kita terus
suarakan, dan lebaran ikan ini menjadi salah satu bentuknya,” urainya.
Sebelumnya, Menteri Edhy menginisiasi pembagian
15.000 nasi ikan perhari selama bulan suci ramadan. Kegiatan tersebut tidak
menggunakan dana APBN, melainkan berasal dari donasi seluruh pegawai, baik
pusat maupun UPT KKP. Gerakan nasi ikan juga mendapat apresiasi dari sejumlah
kalangan seperti anggota DPR, organisasi nelayan serta praktisi pangan.
Bahkan Guru Besar Departemen Teknologi Hasil
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB),
Profesor Nurjanah menyarankan pemerintah untuk menjadikan nasi ikan sebagai
program nasional. Tujuannya agar jangkauan manfaat gerakan ini bisa lebih lebih
luas, mulai dari sektor hulu hingga hilir.
Selain nasi ikan, KKP juga memiliki sejumlah
kegiatan lain selama pandemi seperti pembentukan Satuan Tugas (Satgas)
Penanggulangan Covid-19, Bulan Mutu Karantina 2020, Siaga Nelayan, serta bantuan
pakan untuk pembudidaya dalam rangka penanganan dampak covid-19.
Sumber : KKPNews
Perikanan Pasca COVID-19 : Peluang dan Tantangan
Pandemi COVID-19 belum usai, penambahan kasus positif masih terus terjadi setiap hari. Bahkan menurut beberapa ahli epidemiologi, masih menuju puncaknya. Namun, sudah hampir dapat dipastikan bahwa akan ada peta baru setelah pandemi usai, terutama setelah kondisi berangsur normal. Perubahan peta politik, ekonomi, bisnis maupun keuangan akan mempengaruhi pergerakan arus barang dan jasa serta arus modal. Demikian yang disampaikan Dody Budi Waluyo, Deputi Gubernur Bank Indonesia pada pembukaan ISPIKANI Talk #2 pada 20 Mei 2020 lalu. Lebih lanjut disampaikan terkait tantangan industri perikanan pasca pandemi yaitu perbaikan faktor produksi harus berfokus pada upgrading industri perikanan domestik serta peningkatan infrastruktur dan teknologi. Fokus perbaikan yang kedua adalah dari sisi pengaturan dan kelembagaan termasuk didalamnya dari sisi kesehatan dan quality control yang baik. Dan faktor ketiga adalah perbaikan dari sisi penguatan kerjasama perdagangan dan promosi. selain itu, transformasi digital menjadi keharusan yang menciptakan nilai bagi konsumen untuk menggunakan layanan tanpa batasan waktu dan ruang. Sebagai contoh adalah usaha yang mengambil model bisnis “resiliensi melalui diversifikasi” yang tetap dapat menciptakan customer value dalam kondisi apapun melalui transformasi digital, yaitu GoFood, GrabFood dan Uber Food. Disaat kinerja taksi/ojek online mengalami kesulitan karena kebijakan lockdown, layanan tersebut masih tetap eksis dan berjalan sebagaimana biasanya dengan beberapa protokol tertentu. Pedagang makanan UMKM dan fast food yang menggunakan layanan tersebut masih survive karena memang sudah lama fokus pada delivery dan segmen pasar yang lebih luas, berbeda dengan restoran atau rumah makan karena model bisnis dan basis pelanggan yang lebih restriktif. Hal ini merupakan salah satu peluang yang harus dapat digarap oleh industri perikanan di kala pandemi ini, karena pasca pandemi kita akan menemui “dunia baru” yang lebih minimalis, minim interaksi fisik dan dunia yang lebih spartan.
Sedangkan menurut Jamaluddin
Jompa, Dekan Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar sekaligus Ketua
ISPIKANI Sulawesi Selatan, terkait peluang industri perikanan pasca pandemi
beberapa diantaranya yaitu pengembangan budidaya lobster dari puerulus alam, pengembangan
bisnis kepiting bakau, pengembangan tatakelola ekspor karang hias, dapat dioptimalkan
secara berkelanjutan (pasar cukup besar), perbaikan pengelolaan/penangkapan dan
ekspor ikan kerapu hidup, perbaikan dan pengembangan ekspor ikan hias, dan berbagai
komoditas lainnya. Kaitannya dengan transformasi digital seperti yang
disampaikan diatas, perlu penguatan sistem logistik dan rantai pemasaran serta
penguatan kualitas pasca panen dan teknologi pengolahan ikan dengan berbagai
skala.
Senada dengan apa yang telah
disampaikan diatas, dalam menghadapi tantangan pandemi COVID-19 KKP akan
memperkuat kerjasama regional terutama negara-negara ASEAN, mendorong tumbuhnya
startup di bidang perikanan untuk
memacu tranformasi digital pada sistem rantai pemasaran dan logistik, meningkatkan
ekspor produk perikanan serta memberi jaring pengaman sosial terutama bagi
nelayan dan pekerja perikanan yang rentan terkena dampak pandemi ini. Hal ini
disampaikan oleh Kepala Biro Humas dan Kerjasama Luar Negeri KKP pada
kesempatan yang sama. Langkah-langkah kebijakan yang telah dan akan ditempuh dalam
memitigasi COVID-19 ini harus didukung oleh segenap pihak, dan hal terpenting
dalam menghadapi pandemi ini adalah tetap optimis dan saling bekerja sama untuk
mendukung pemulihan negeri ini.
Penggunaan Xanthine Sebagai Indikator Kesegaran Ikan Dalam Pengembangan Biosensor Portabel dengan Teknologi Nanokomposit-Polimer
Pengembangan dan pengujian biosenor xanthine untuk indikator kesegaran ikan dalam pengembangan biosensor
portabel dengan teknologi nanokomposit-polimer telah dipubliaksikan dalam Food Chemistry 181 (2015) 277–283. Kesegaran
daging ikan menjadi salah satu syarat penting bahan baku untuk digunakan pada
industri makanan sehingga dapat dihasilkan produk olahan yang aman dan bermutu.
Segera setelah ikan mati, proses respirasi dan biosintesis Adenosin Tryposfat (ATP) akan terhenti sehingga nukleotida pada
otot akan terurai menjadi produk hasil degradasi dengan urutan sebagai berikut:
ADP, AMP, IMP, inosine, hipoxanthine, xanthine, dan asam urat.
Dari sejumlah produk degradasi terebut, IMP berkontribusi
paking besar terhadap perubahan aroma kesegaran ikan sementara hipoxanthine turut berperan pada
munculnya rasa pahit pada daging ikan. Di sisi lain, keberadaan xanthine pada sampel darah manusia dapat
digunakan untuk mendeteksi keberadaan penyakit gout, hyperuricemia, xanthinuria,
kegagalan renal. Selain itu xanthin juga seringkali ditemukan pada kopi dan teh
sebagai stimulus ringan. Hal ini menandakan pentingnya peran xanthine dari aspek kesehatan maupun
industri. Konsentrasi xanthine dan hipoxanthine yang dapat diukur secara
kontinyu oleh biosensor akan sangat bermanfaat pada proses kendali mutu yang
lebih baik terhadap kesegaran daging maupun ikan.
Sejumlah metode yang saat ini seringkali digunakan untuk
menganalis konsentrasi xanthine meliputi
HPLC, fluorometric enzimatis,
spektrometer massa fluorometric
fragmentography., serta Kromatografi Gas kolom kapiler, serta kolorimeter
enzimatis. Namun metode-metode tersebut memiliki sejumlah keterbatasan yaitu
perlu waktu ekstra untuk preparasi sampel, perangkat yang mahal menuntut
operator dengan keahlian tinggi, kurangnya tingkat spesifitas dan sensitifitas,
serta perkembangannya cukup berbeda dengan tren teknologi saat ini yang
cenderung menggunakan perangkat atau device
dengan ukuran kecil dan portable.Proses pembuatan biosensor (Sumber : M. Dervisevic et al. (2015))
Proses pembuatan biosensor dimulai dengan pembuatan kopolimer nanokomposit untuk dituangkan pada elektroda berbahan grafit pensil (PGE) yang telah dicuci dengan aseton dan air destilasi. Proses penuangan kopolimer pada PGE harus dilakukan secara merata. Selanjutnya gabungan kopolimer dan PGE dikeringkan dengan cepat menggunakan oven pada suhu 60oC hingga kopolimer terserap sepenuhnya ke dalam PGE. Setelah tahap netralisasi pH, casting PGE kopolimer direndam dalam xanthine oksidase lalu disimpan pada suhu 4oC. Proses pembuatan biosensor diuji dengan SEM, untuk respon elektrokimia dikuur menggunakan cyclic voltameter dan spektrometer impedansi elektrokima.
Hasil uji menunjukan biosensor xanthine mampu mencapai respon
maksimum pada pH 7, suhu 45oC, +0,35 volt serta mampu mencapai kondisi steady
state 95% setelah 4 detik. Uji kinerja biosensor menunjukkan hasil yang reliable dengan batas deteksi minimum
0,12 uM. Hasil pengujian keseluruhan menunjukkan bahwa biosensor yang
dikembangkan menunjukkan respon positif terhadap keberadaan xanthine. Penggunaan kopolimer nanokomposit
sangat menunjang kinerja tersebut. Pada pengujian daya simpan dan ketahanan
terhadap gangguan operasional juga menunjukkan hasil yang memuaskan.
Penulis: I Made Susi Erawan
Rabu, 20 Mei 2020
Hygiene and Sanitation in Food Industry for Preventing COVID-19
“Secara umum bisnis food industry tidak terpengaruh oleh
pandemi COVID-19, bahkan bahan makanan yang dapat disimpan dalam waktu yang
lama seperti makanan kaleng dan makanan beku cenderung meningkat permintaannya.
Hal ini disebabkan karena semua membutuhkan makanan baik pada kondisi normal
apalagi pada saat pandemi. Namun, dalam operasional produksi dan distribusi
bahan makanan tersebut tetap membutuhkan suatu protokol khusus yang dapat
mencegah transmisi virus COVID-19.” Hal tersebut disampaikan oleh Prof. Dr.
Nuri Andarwulan, Direktur SEAFAST
Center, dalam opening speechnya pada
webinar yang bertajuk Hygiene and
Sanitation in Food Industry for Preventing COVID-19 pada 18 Mei 2020 lalu.
Pada kesempatan yang sama, Prof.
Dr. Lilis Nuraida, Peneliti di SEAFAST Center sekaligus Dosen di Departemen
Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB menyampaikan bahwa berdasarkan
publikasi terbaru, virus COVID-19 dapat ditemui pada feses manusia yang positif
terinfeksi sehingga ada kemungkinan dapat menyebar melalui air (waterborne). Namun demikian, pada air
yang sudah ditreatment¸ virus ini
belum pernah ditemukan. Hal ini membuktikan bahwa sanitasi sangat penting dalam
mencegah penyebaran virus ini. Air yang akan dipergunakan harus dilakukan klorinasi
sesuai tandard air baku yaitu kandungan klorin setelah 30 menit waktu kontak
untuk disinfeksi adalah > 0,5 ppm. Lebih jauh lagi, dalam kaitannya dengan food industry, beliau menyatakan bahwa
peran HACCP dalam pencegahan COVID-19 harus memperhatikan prerequisite baru selain yang sudah ada, begitu pula critical point yang sudah ada harus
diriviu kembali apakah sudah mampu untuk mengatasi penyebaran virus COVID-19
ini. Perlu diketahui bahwa karton makanan dapat menjadi media transmisi
penularan virus dan penyimpanan makanan dingin/beku tidak dapat membunuh virus
melainkan hanya membuatnya dalam kondisi inaktif sebagaimana mikrobia yang
lain.
Oleh sebab itu, pekerja di food industry harus diberikan pelatihan tentang
food hygienie dengan SOP baru yang
telah disesuaikan dengan kondisi pandemi saat ini. Para pekerja harus mematuhi protokol umum yang
telah ditetapkan seperti memakai masker, melakukan social distancing, memakai alat pelindung diri (APD), serta tidak
sering-sering memegang wajah. Melakukan pre-screening,
cuci tangan dengan sabun minimal 60 detik pada seluruh bagian tangan dan
disinfeksi sebelum masuk ruang produksi juga harus dilakukan sebagai langkah preventif.
Disinfektan yang sering digunakan adalah alkohol yang dapat mendenaturasi
protein pada virus dan bakteri. Namun, penggunaannya harus hati-hati karena
sifatnya yang dapat mendenaturasi protein tersebut dapat menyebabkan terjadinya
iritasi pada saluran pernafasan jika terhirup. Disinfektan lain yang juga sudah
biasa dipakai adalah klorin dan sinar UV-C. penggunaan klorin pada logam harus
berhati-hati karena sifatnya yang korosif sedangkan penggunaan UV-C tidak boleh
mengenai kulit dan mata karena sifatnya yang karsinogenik. Ketika ditemukan
adanya pekerja yang sakit harus ada SOP yang jelas untuk meminimalisir
penyebaran dan melakukan tracing. SOP
tersebut harus meliputi penyakit tidak menular maupun penyakit menular dengan
resiko tinggi seperti COVID-19. Pada akhirnya, HACCP harus mencapai standar
higienis yang lebih tinggi, agar tidak terjadi penularan virus COVID-19 melalui
makanan maupun kemasannya.
Sumber : Webinar dengan tema “Hygiene and Sanitation in Food Industry for
Preventing COVID-19”
Membangun Kembali Industri dan Masyarakat Perikanan Yang Lebih Tangguh Pasca Pandemi
Rantai pasok perikanan yang terganggu oleh penerapan PSBB dan penurunan permintaan pasar akibat banyaknya pasar dan restoran yang terpaksa tutup menyebabkan hasil perikanan tidak terserap, bahkan di beberapa daerah hasil perikanan hanya dikubur begitu saja karena tidak laku sehingga harga di pasaran anjlok yang pada akhirnya menyebabkan daya beli pelaku usaha perikanan mengalami penurunan. Disisi lain harga kebutuhan pokok mengalami kenaikan karena masyarakat membeli dalam jumlah yang lebih banyak dari biasanya karena kekhawatiran akan kelangkaan barang pokok di masa pandemi ini. Hal-hal tersebut adalah beberapa diantara banyak dampak pandemi COVID-19 yang dirasakan oleh masyarakat perikanan. Hal ini disampaikan oleh Dr. Ir. Sri Yanti JS, MPM, Direktur Kelautan dan Perikanan Bappenas, selaku Narasumber dalam webinar “Membangun Kembali Industri dan Masyarakat Perikanan Yang Lebih Tangguh Pasca Pandemi” yang diselenggarakan oleh Bappenas pada 15 Mei 2020 lalu.
Menurutnya, pandemi COVID-19 ini adalah kesempatan untuk me-reset paradigma pembangunan perikanan
yang ada, mulai dari perijinan yang berdasar daya dukung lingkungan pada
masing-masing WPP maupun pengelolaan lingkungan hidup berbasis pada perikanan
yang berkelanjutan untuk meningkatkan ketahanan terhadap bencana dan perubahan
iklim serta penggunaan teknologi digital dalam perikanan, baik untuk membantu
distribusi produksi maupun meningkatkan logistik perikanan secara umum guna
memperkuat ketahanan ekonomi perikanan di masa yang akan datang.
Hal senada juga disampaikan Arif Wijaya dari WRI Indonesia, bahwa
inovasi-inovasi di bidang perikanan harus selalu mengedepankan ekosistem dan
sumberdaya pesisir yang sehat dan harus menyasar masyarakat yang paling rentan
yaitu nelayan kecil dan masyaraskat pembudidaya sebagai pilar ketangguhan
masyarakat perikanan.
Penggunaan teknologi digital dalam dunia perikanan air tawar sudah mulai
diterapkan. Gibran Huzaifah, CEO eFishery
Technology dalam webinar yang sama menyampaikan bahwa saat ini di 24
provinsi di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi sudah diterapkan alat
pemberi pakan otomatis yang dilengkapi dengan sensor-sensor yang selalu terhubung
dengan smartphone melalui suatu
aplikasi khusus. Dengan aplikasi ini pembudidaya dapat memonitor jumlah
kematian ikan, jumlah dan jenis pakan yang diberikan tanpa harus turun langsung
ke kolam.
Sementara dari sisi perlindungan bagi nelayan, Kurnia Yuniakhir dari PT. Asuransi Jasa Indonesia menyampaikan bahwa berdasarkan surat No 4120/PL.420/d5/IX/2016 tanggal 15 September 2016, KKP telah menunjuk PT. Asuransi Jasa Indonesia (Persero) sebagai pelaksana asuransi bagi nelayan. Program ini ditargetkan bagi 600.000 nelayan kecil dengan jumlah premi pada tahun 2019 sebesar Rp. 140.000,- yang sepenuhnya ditanggung olah negara.
Selain untuk nelayan, pembudidaya skala kecil juga bisa mendaftarkan asuransi perikanan untuk memberikan perlindungan terhadap resiko-resiko budidaya seperti penyakit ataupun bencana alam yang dapat menyebabkan terjaninya kegagalan panen.
Skema Asuransi Perikanan untuk Pembudidaya Ikan Kecil |
Proses recovery sektor kelautan dan perikanan dapat dilakukan dalam jangka pendek maupun jangka menengah dan panjang. Dalam proses recovery jangka pendek yang harus dilakukan antara lain adalah recovery stakeholder yang terdampak langsung dengan membatasi kerusakan/kerugian yang terjadi melalui BLT, relaksasi kredit nelayan, aspek keamanan diri (kesehatan) pelaku perikanan dan memberikan stimulus pemulihan di sektor perikanan. Dalam proses recovery jangka menengah dan panjang yang harus dilakukan adalah meningkatkan daya tahan supply chain exsisting dan membuat supply chain baru, memperbaiki praktek penangkapan, membuat skema baru ketenagakerjaan sektor perikanan serta menciptakan metode pemasaran non-tradisional berbasis teknologi informasi seperti penggunaan e-market.
Pada akhirnya, recovery sektor kelautan dan perikanan pasca pandemi harus dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dan terintegrasi, melibatkan semua pihak termasuk kementerian lain yang terencana secara harmonis, efisien, rasional dan cepat sehingga dampak intervensi harus bisa dilihat dalam jangka waktu pendek dan manfaat dapat secara cepat dirasakan oleh stakeholder perikanan. Selain itu, pelaksanaannya harus inklusif, partisipatif dan transparan untuk menghindari penyalahgunaan dan harus terbuka bagi siapa saja untuk melakukan monitoring. Demikian yang disampaikan oleh Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc., Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas sebagai keynote speaker dalam webinar ini.
Sumber : Webinar dengan tema "Membangun Kembali Industri dan Masyarakat Perikanan Yang Lebih Tangguh Pasca Pandemi"
Selasa, 19 Mei 2020
Tingkatkan Kompetensi SDM, Menteri Edhy Luncurkan Sistem Pembelajaran Daring E-Milea
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo meluncurkan sistem pembelajaran daring E-Milea
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo meluncurkan sistem pembelajaran daring (online) Electronic Millennial Learning (E-Milea) sekaligus membuka pelatihan daring bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Senin (18/5/2020).
Pelatihan bertajuk “Transformasi Diklat Berbasis Knowledge Management dan Teknologi 4.0 Menuju Smart ASN 2024” sekaligus peluncuran e-Milea diikuti oleh 439 ASN yang berasal dari seluruh unit kerja eselon I KKP. Kegiatan ini sesuai dengan salah satu fokus pembangunan nasional 2019–2024 yaitu pembangunan sumber daya manusia (SDM), termasuk ASN.
Sistem pembelajaran daring E-Milea sendiri menyediakan diklat-diklat managerial, fungsional, teknis, dan sosiokultural. Dengan sistem ini, ASN KKP dapat belajar di mana pun dan kapan pun dengan lebih efisien. ASN diyakini sebagai salah satu elemen penting dan utama dalam proses penyelenggaraan pembangunan di industri 4.0.
“Kita ingin menjadikan kurang lebih 13.500 ASN KKP menjadi SDM yang berkualitas dan kompetitif untuk membantu pencapaian target pembangunan nasional,” tutur Menteri Edhy.
Menteri Edhy melanjutkan, saat ini Indonesia masih berada di peringkat ke-77 dari 119 negara Global Talent Competitiveness Index dengan nilai 38,04. Guna memperbaiki indeks tersebut, pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) menerapkan Human Capital Management Strategy menuju Smart ASN 2024.
Smart ASN ini dibutuhkan untuk menghadapi era disrupsi dan tantangan dunia yang semakin kompleks. Smart ASN dimaksud memiliki beberapa kriteria seperti integritas, nasionalisme, profesionalisme, wawasan global, jiwa melayani, jiwa entrepreneurship, jaringan luas, serta kemampuan menguasai IT dan bahasa asing.
“Pelatihan dalam bentuk teknis, manajerial, dan sosiokultural ini merupakan salah satu upaya KKP untuk menciptakan ASN dengan kriteria-kriteria Smart ASN tersebut,” lanjut Menteri Edhy.
Mandat kebijakan dan perubahan paradigma pengembangan kompetensi ASN juga telah tercantum dalam misi ke-8 Presiden RI yaitu reformasi pendidikan dan pelatihan ASN berbasis knowledge management. Hal ini disesuaikan dengan tantangan global, top skills 2020, serta hasil penelitian yang menyebutkan bahwa pendekatan pembelajaran klasikal semakin kurang mampu merespon kebutuhan pengembangan pegawai.
Sedangkan pelatihan daring ini, menurut Menteri Edhy, merupakan bentuk transformasi metodologi pelatihan mengikuti era industri 4.0. Selain mengikuti perkembangan zaman, metodologi ini dinilai dapat membantu efisiensi anggaran.
Berdasarkan Pasal 203 ayat 4, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS, pengembangan kompetensi bagi setiap PNS dilakukan paling sedikit 20 (dua puluh) jam pelajaran dalam 1 (satu) tahun. Pengembangan kompetensi ini dapat dilakukan melalui e-Learning sebagaimana diatur dalam Peraturan Lembaga Administrasi Negara Nomor 8 Tahun 2018. Bahkan e-Learning ini masuk dalam salah satu penilaian reakreditasi Lembaga Diklat Pemerintah oleh LAN.
Sementara itu, Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) Sjarief Widjaja, mengatakan, pelatihan juga diberikan untuk membina 17 jenis jabatan fungsionl tertentu di bawah naungan KKP. Jabatan fungsional tertentu tersebut adalah: 1) Penyuluh Perikanan; 2) Pengendali Hama Penyakit Ikan; 3) Analis Pasar Hasil Perikanan; 4) Pengawas Perikanan Bidang Penaatan Peraturan Perundang-Undangan; 5) Pengawas Perikanan Bidang Mutu Perikanan; 6) Pengawas Perikanan Bidang Budidaya; 7) Pengawas Perikanan Bidang Penangkapan Ikan; 8) Pengelola Ekosistem Laut dan Pesisir; 9) Pengelola Produksi Perikanan Tangkap; 10) Asisten Pengelola Produksi Perikanan Tangkap; 11) Inspektur Mutu; 12) Asisten Inspektur Mutu; 13) Pembina Mutu; 14) Asisten Pembina Mutu; 15) Analis Akuakultur; 16) Teknisi Akuakultur; dan 17) Teknisi Kesehatan Ikan.
Menurut Sjarief, secara umum jenis pelatihan yang diberikan meliputi pelatihan budaya kerja, pelayanan publik, dan kewirausahaan. “Melalui pelatihan ini kita ingin membangun budaya kerja yang lebih baik di lingkungan KKP, mendorong ASN KKP memberikan pelayanan terbaik bagi seluruh stakeholder perikanan, baik di kantor pusat, pelabuhan, bandara, di manapun unit kerja KKP berada, serta membangun jiwa kewirausahaan ASN KKP,” ucapnya.
Adapun metode pelatihan yang digunakan di antaranya ceramah; diskusi melalui live chat/zoom; belajar mandiri dengan mempelajari bahan ajar, modul, melihat video, dan bahan ajar lainnya; mengerjakan quiz; dan praktik membuat video dan mengerjakan studi kasus baik individu maupun kelompok.
Hingga 17 Mei 2020, pelatihan yang telah digelar melalui platform e-Milea berjumlah 6.204, ditambah dengan 205 pelatihan metode klasikal dan 60 pelatihan metode blended learning. Pelatihan melalui ketiga metode ini telah menghasilkan 5.152 lulusan.
Sumber : KKP