PELATIHAN

LRMPHP telah banyak melakukan pelatihan mekanisasi perikanan di stakeholder diantaranya yaitu Kelompok Pengolah dan Pemasar (POKLAHSAR), Kelompok Pembudidaya Ikan, Pemerintah Daerah/Dinas Terkait, Sekolah Tinggi/ Universitas Terkait, Swasta yang memerlukan kegiatan CSR, Masyarakat umum, dan Sekolah Menengah/SMK

Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan

LRMPHP sebagai UPT Badan Riset dan SDM KP melaksanakan riset mekanisasi pengolahan hasil perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 81/2020

Tugas Pokok dan Fungsi

Melakukan tugas penelitian dan pengembangan strategis bidang mekanisasi proses hasil perikanan di bidang uji coba dan peningkatan skala teknologi pengolahan, serta rancang bangun alat dan mesin untuk peningkatan efisiensi penanganan dan pengolahan hasil perikanan

Kerjasama

Bahu membahu untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan dengan berlandaskan Ekonomi Biru

Sumber Daya Manusia

LRMPHP saat ini didukung oleh Sumber Daya Manusia sebanyak 20 orang dengan latar belakang sains dan engineering.

Selasa, 26 Mei 2020

Bioplastik Masa Depan Kemasan Dunia (Teknologi Ekstrusi)

Ekstrudat 

(Sumber : Humaira, 2012. Pengembangan Material Bioplastik dari Blending Tepung Konjac Glukomannan (KGM) dan Kitosan Menggunakan Single Screw Extruder)

Salah satu teknik yang dapat digunakan untuk produksi bioplastik adalah ekstrusi, karena memiliki efisiensi pencampuran dan pencetakan yang tinggi untuk bahan termoplastik. Menurut Jansen, Leon dan Leszek (ed.) pada buku Thermoplastic Starch : a Green Material for Various Industries tahun 2009, ekstrusi terdiri dari beberapa tahapan proses yaitu pencampuran (mixing), pengadukan (shearing), pemasakan (cooking) dan pencetakan (shearing). Teknologi ekstrusi memiliki beberapa kelebihan yaitu dapat menghasilkan ragam bentuk material (tergantung pada bentuk die), prosesnya yang otomatis dan produktivitasnya tinggi.

Terdapat beberapa parameter kunci perlu diperhatikan untuk menciptakan kondisi produksi yang optimal, seperti kandungan plasticizer, input energi mekanikal, applied shear, waktu produksi, suhu, dan tekanan. Tingkat agregasi, perubahan molekular dan chemical crosslinking yang muncul selama proses ekstrusi dapat ditentukan melalui parameter – parameter tersebut. Parameter lainnya yang perlu diperhatikan saat akan menggantikan plastik konvensional dengan bioplastik yaitu karakteristik final yang diinginkan, seperti karakteristik mekanikal dan kapasitas penyerapan airnya. Perubahan pH juga dapat meningkatkan karakteristik bioplastik tertentu, seperti modulus Young atau kapasitas penyerapan, karena pH sangat mempengaruhi sifat interaksi antar molekul.

Gunning, Geever, Killion, Lyons dan Higginbotham mengemukakan hasil penelitiannya dalam Polymer – Plastics Technology and Engineering no.53 tahun 2014, hasil mikroskop optik menunjukkan bahwa peningkatan kecepatan ulir (screw) meningkatkan dispersi serat (fiber) dalam komposit polimer. Pada kecepatan ulir (screw) yang tinggi ini menyebabkan reaksi eksotermik terjadi di dalam barrel yang menghasilkan serat-serat yang mengalami degradasi termal.

Humaira dalam skripsinya pada Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga tahun 2012, menggunakan blending tepung konjac glukomannan dan kitosan dengan rasio 50 : 10, 40 : 20, dan 30 : 30 (w/v) dengan plasticizer gliserol 20% dan stabilizer trisnonylphenylphospite (TNPP) sebesar 0,315% wt dan menggunakan single screw extruder. Bagian – bagian dari single screw extruder disajikan pada Gambar 1. Bioplastik yang dihasilkan bersifat elastomer (elastic polymer), berstruktur semi kristalin, dan berpola matriks dengan nilai elongasi tertinggi mencapai 35%.

Gambar 1. Bagian – bagian dari single screw extruder

(Sumber : Humaira, 2012. Pengembangan Material Bioplastik dari Blending Tepung Konjac Glukomannan (KGM) dan Kitosan Menggunakan Single Screw Extruder)

 

Penulis : Putri Wullandari


Sabtu, 23 Mei 2020

SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1 SYAWAL 1441 H

Segenap pimpinan dan pegawai Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan - BRSDM KKP mengucapkan

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1441 H

Taqabbalallahu minna wa minkum

Jumat, 22 Mei 2020

Menteri Edhy Ajak Masyarakat Budayakan “Lebaran Ikan”

Menteri Edhy menenteng dua ekor Bawal Bintang
Dua hari menjelang Idul Fitri, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo kembali mengeluarkan gebrakan. Kali ini, dia mengenalkan kegiatan sosial bertajuk “Lebaran Ikan” dengan melibatkan unit pelaksana teknis (UPT) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di seluruh Indonesia.

Melalui kegiatan tersebut, dia mengajak masyarakat untuk merayakan momen lebaran dengan menu makanan yang berbeda, yakni produk perikanan.

“Merayakan lebaran tidak harus memasak opor ayam atau rendang daging, tapi juga bisa produk perikanan yang memiliki manfaat dan kandungan gizi yang tinggi,” jelas Menteri Edhy dalam keterangan tertulisnya, Jumat (22/5).

Rencananya, dalam kegiatan tersebut KKP akan membagikan ikan segar seberat 5 kilogram untuk masyarakat kurang mampu. Adapun sasaran penerima paket lebaran ikan ialah 15.000 kepala keluarga yang tersebar di Indonesia.

“Kegiatan ini menjadi wujud bakti kita kepada masyarakat di hari raya Idul Fitri,” sambungnya.

Produk ikan segar dalam “Lebaran Ikan” berasal dari para nelayan dan pembudidaya. Selain bertujuan untuk menyerap produksi mereka, Menteri Edhy berharap kegiatan ini bisa meningkatkan minat masyarakat dalam mengonsumsi ikan.

“Jadi gerakan ayo konsumsi ikan akan kita terus suarakan, dan lebaran ikan ini menjadi salah satu bentuknya,” urainya.

Sebelumnya, Menteri Edhy menginisiasi pembagian 15.000 nasi ikan perhari selama bulan suci ramadan. Kegiatan tersebut tidak menggunakan dana APBN, melainkan berasal dari donasi seluruh pegawai, baik pusat maupun UPT KKP. Gerakan nasi ikan juga mendapat apresiasi dari sejumlah kalangan seperti anggota DPR, organisasi nelayan serta praktisi pangan.

Bahkan Guru Besar Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB), Profesor Nurjanah menyarankan pemerintah untuk menjadikan nasi ikan sebagai program nasional. Tujuannya agar jangkauan manfaat gerakan ini bisa lebih lebih luas, mulai dari sektor hulu hingga hilir.

Selain nasi ikan, KKP juga memiliki sejumlah kegiatan lain selama pandemi seperti pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Penanggulangan Covid-19, Bulan Mutu Karantina 2020, Siaga Nelayan, serta bantuan pakan untuk pembudidaya dalam rangka penanganan dampak covid-19.

 

Sumber : KKPNews

 


Perikanan Pasca COVID-19 : Peluang dan Tantangan

Pandemi COVID-19 belum usai, penambahan kasus positif masih terus terjadi setiap hari. Bahkan menurut beberapa ahli epidemiologi, masih menuju puncaknya. Namun, sudah hampir dapat dipastikan bahwa akan ada peta baru setelah pandemi usai, terutama setelah kondisi berangsur normal. Perubahan peta politik, ekonomi, bisnis maupun keuangan akan mempengaruhi pergerakan arus barang dan jasa serta arus modal. Demikian yang disampaikan Dody Budi Waluyo, Deputi Gubernur Bank Indonesia pada pembukaan ISPIKANI Talk #2 pada 20 Mei 2020 lalu. Lebih lanjut disampaikan terkait tantangan industri perikanan pasca pandemi yaitu perbaikan faktor produksi harus berfokus pada upgrading industri perikanan domestik serta peningkatan infrastruktur dan teknologi. Fokus perbaikan yang kedua adalah dari sisi pengaturan dan kelembagaan termasuk didalamnya dari sisi kesehatan dan quality control yang baik. Dan faktor ketiga adalah perbaikan dari sisi penguatan kerjasama perdagangan dan promosi.  selain itu, transformasi digital menjadi keharusan yang menciptakan nilai bagi konsumen untuk menggunakan layanan tanpa batasan waktu dan ruang. Sebagai contoh adalah usaha yang mengambil model bisnis “resiliensi melalui diversifikasi” yang tetap dapat menciptakan customer value dalam kondisi apapun melalui transformasi digital, yaitu GoFood, GrabFood dan Uber Food. Disaat kinerja taksi/ojek online mengalami kesulitan karena kebijakan lockdown, layanan tersebut masih tetap eksis dan berjalan sebagaimana biasanya dengan beberapa protokol tertentu. Pedagang makanan UMKM dan fast food yang menggunakan layanan tersebut masih survive karena memang sudah lama fokus pada delivery dan segmen pasar yang lebih luas, berbeda dengan restoran atau rumah makan karena model bisnis dan basis pelanggan yang lebih restriktif. Hal ini merupakan salah satu peluang yang harus dapat digarap oleh industri perikanan di kala pandemi ini, karena pasca pandemi kita akan menemui “dunia baru” yang lebih minimalis, minim interaksi fisik dan dunia yang lebih spartan.

Sedangkan menurut Jamaluddin Jompa, Dekan Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar sekaligus Ketua ISPIKANI Sulawesi Selatan, terkait peluang industri perikanan pasca pandemi beberapa diantaranya yaitu pengembangan budidaya lobster dari puerulus alam, pengembangan bisnis kepiting bakau, pengembangan tatakelola ekspor karang hias, dapat dioptimalkan secara berkelanjutan (pasar cukup besar), perbaikan pengelolaan/penangkapan dan ekspor ikan kerapu hidup, perbaikan dan pengembangan ekspor ikan hias, dan berbagai komoditas lainnya. Kaitannya dengan transformasi digital seperti yang disampaikan diatas, perlu penguatan sistem logistik dan rantai pemasaran serta penguatan kualitas pasca panen dan teknologi pengolahan ikan dengan berbagai skala.

Senada dengan apa yang telah disampaikan diatas, dalam menghadapi tantangan pandemi COVID-19 KKP akan memperkuat kerjasama regional terutama negara-negara ASEAN, mendorong tumbuhnya startup di bidang perikanan untuk memacu tranformasi digital pada sistem rantai pemasaran dan logistik, meningkatkan ekspor produk perikanan serta memberi jaring pengaman sosial terutama bagi nelayan dan pekerja perikanan yang rentan terkena dampak pandemi ini. Hal ini disampaikan oleh Kepala Biro Humas dan Kerjasama Luar Negeri KKP pada kesempatan yang sama. Langkah-langkah kebijakan yang telah dan akan ditempuh dalam memitigasi COVID-19 ini harus didukung oleh segenap pihak, dan hal terpenting dalam menghadapi pandemi ini adalah tetap optimis dan saling bekerja sama untuk mendukung pemulihan negeri ini.

Sumber : webinar dengan tema ISPIKANI Talk #2 “Perikanan Pasca COVID-19 : Peluang dan Tantangan”

Penggunaan Xanthine Sebagai Indikator Kesegaran Ikan Dalam Pengembangan Biosensor Portabel dengan Teknologi Nanokomposit-Polimer

Pengembangan dan pengujian biosenor xanthine untuk indikator kesegaran ikan dalam pengembangan biosensor portabel dengan teknologi nanokomposit-polimer telah dipubliaksikan dalam Food Chemistry 181 (2015) 277–283. Kesegaran daging ikan menjadi salah satu syarat penting bahan baku untuk digunakan pada industri makanan sehingga dapat dihasilkan produk olahan yang aman dan bermutu. Segera setelah ikan mati, proses respirasi dan biosintesis Adenosin Tryposfat (ATP) akan terhenti sehingga nukleotida pada otot akan terurai menjadi produk hasil degradasi dengan urutan sebagai berikut: ADP, AMP, IMP, inosine, hipoxanthine, xanthine, dan asam urat.

Dari sejumlah produk degradasi terebut, IMP berkontribusi paking besar terhadap perubahan aroma kesegaran ikan sementara hipoxanthine turut berperan pada munculnya rasa pahit pada daging ikan. Di sisi lain, keberadaan xanthine pada sampel darah manusia dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan penyakit gout, hyperuricemia, xanthinuria, kegagalan renal. Selain itu xanthin juga seringkali ditemukan pada kopi dan teh sebagai stimulus ringan. Hal ini menandakan pentingnya peran xanthine dari aspek kesehatan maupun industri. Konsentrasi xanthine dan hipoxanthine yang dapat diukur secara kontinyu oleh biosensor akan sangat bermanfaat pada proses kendali mutu yang lebih baik terhadap kesegaran daging maupun ikan.

Sejumlah metode yang saat ini seringkali digunakan untuk menganalis konsentrasi xanthine meliputi HPLC, fluorometric enzimatis, spektrometer massa fluorometric fragmentography., serta Kromatografi Gas kolom kapiler, serta kolorimeter enzimatis. Namun metode-metode tersebut memiliki sejumlah keterbatasan yaitu perlu waktu ekstra untuk preparasi sampel, perangkat yang mahal menuntut operator dengan keahlian tinggi, kurangnya tingkat spesifitas dan sensitifitas, serta perkembangannya cukup berbeda dengan tren teknologi saat ini yang cenderung menggunakan perangkat atau device dengan ukuran kecil dan portable.

Proses pembuatan biosensor (Sumber : M. Dervisevic et al. (2015))

Proses pembuatan biosensor dimulai dengan pembuatan kopolimer nanokomposit untuk dituangkan pada elektroda berbahan grafit pensil (PGE) yang telah dicuci dengan aseton dan air destilasi. Proses penuangan kopolimer pada PGE harus dilakukan secara merata. Selanjutnya gabungan kopolimer dan PGE dikeringkan dengan cepat menggunakan oven pada suhu 60oC hingga kopolimer terserap sepenuhnya ke dalam PGE. Setelah tahap netralisasi pH, casting PGE kopolimer direndam dalam xanthine oksidase lalu disimpan pada suhu 4oC. Proses pembuatan biosensor diuji dengan SEM, untuk respon elektrokimia dikuur menggunakan cyclic voltameter dan spektrometer impedansi elektrokima.

Hasil uji menunjukan biosensor xanthine mampu mencapai respon maksimum pada pH 7, suhu 45oC, +0,35 volt serta mampu mencapai kondisi steady state 95% setelah 4 detik. Uji kinerja biosensor menunjukkan hasil yang reliable dengan batas deteksi minimum 0,12 uM. Hasil pengujian keseluruhan menunjukkan bahwa biosensor yang dikembangkan menunjukkan respon positif terhadap keberadaan xanthine. Penggunaan kopolimer nanokomposit sangat menunjang kinerja tersebut. Pada pengujian daya simpan dan ketahanan terhadap gangguan operasional juga menunjukkan hasil yang memuaskan.

 

Penulis:  I Made Susi Erawan

 

 


Rabu, 20 Mei 2020

Hygiene and Sanitation in Food Industry for Preventing COVID-19

“Secara umum bisnis food industry tidak terpengaruh oleh pandemi COVID-19, bahkan bahan makanan yang dapat disimpan dalam waktu yang lama seperti makanan kaleng dan makanan beku cenderung meningkat permintaannya. Hal ini disebabkan karena semua membutuhkan makanan baik pada kondisi normal apalagi pada saat pandemi. Namun, dalam operasional produksi dan distribusi bahan makanan tersebut tetap membutuhkan suatu protokol khusus yang dapat mencegah transmisi virus COVID-19.” Hal tersebut disampaikan oleh Prof. Dr. Nuri Andarwulan, Direktur SEAFAST Center, dalam opening speechnya pada webinar yang bertajuk Hygiene and Sanitation in Food Industry for Preventing COVID-19 pada 18 Mei 2020 lalu.

Pada kesempatan yang sama, Prof. Dr. Lilis Nuraida, Peneliti di SEAFAST Center sekaligus Dosen di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB menyampaikan bahwa berdasarkan publikasi terbaru, virus COVID-19 dapat ditemui pada feses manusia yang positif terinfeksi sehingga ada kemungkinan dapat menyebar melalui air (waterborne). Namun demikian, pada air yang sudah ditreatment¸ virus ini belum pernah ditemukan. Hal ini membuktikan bahwa sanitasi sangat penting dalam mencegah penyebaran virus ini. Air yang akan dipergunakan harus dilakukan klorinasi sesuai tandard air baku yaitu kandungan klorin setelah 30 menit waktu kontak untuk disinfeksi adalah > 0,5 ppm. Lebih jauh lagi, dalam kaitannya dengan food industry, beliau menyatakan bahwa peran HACCP dalam pencegahan COVID-19 harus memperhatikan prerequisite baru selain yang sudah ada, begitu pula critical point yang sudah ada harus diriviu kembali apakah sudah mampu untuk mengatasi penyebaran virus COVID-19 ini. Perlu diketahui bahwa karton makanan dapat menjadi media transmisi penularan virus dan penyimpanan makanan dingin/beku tidak dapat membunuh virus melainkan hanya membuatnya dalam kondisi inaktif sebagaimana mikrobia yang lain.

Oleh sebab itu, pekerja di food industry harus diberikan pelatihan tentang food hygienie dengan SOP baru yang telah disesuaikan dengan kondisi pandemi saat ini.  Para pekerja harus mematuhi protokol umum yang telah ditetapkan seperti memakai masker, melakukan social distancing, memakai alat pelindung diri (APD), serta tidak sering-sering memegang wajah. Melakukan pre-screening, cuci tangan dengan sabun minimal 60 detik pada seluruh bagian tangan dan disinfeksi sebelum masuk ruang produksi juga harus dilakukan sebagai langkah preventif. Disinfektan yang sering digunakan adalah alkohol yang dapat mendenaturasi protein pada virus dan bakteri. Namun, penggunaannya harus hati-hati karena sifatnya yang dapat mendenaturasi protein tersebut dapat menyebabkan terjadinya iritasi pada saluran pernafasan jika terhirup. Disinfektan lain yang juga sudah biasa dipakai adalah klorin dan sinar UV-C. penggunaan klorin pada logam harus berhati-hati karena sifatnya yang korosif sedangkan penggunaan UV-C tidak boleh mengenai kulit dan mata karena sifatnya yang karsinogenik. Ketika ditemukan adanya pekerja yang sakit harus ada SOP yang jelas untuk meminimalisir penyebaran dan melakukan tracing. SOP tersebut harus meliputi penyakit tidak menular maupun penyakit menular dengan resiko tinggi seperti COVID-19. Pada akhirnya, HACCP harus mencapai standar higienis yang lebih tinggi, agar tidak terjadi penularan virus COVID-19 melalui makanan maupun kemasannya.

 

Sumber : Webinar dengan tema “Hygiene and Sanitation in Food Industry for Preventing COVID-19”

 

 


Membangun Kembali Industri dan Masyarakat Perikanan Yang Lebih Tangguh Pasca Pandemi

Rantai pasok perikanan yang terganggu oleh penerapan PSBB dan penurunan permintaan pasar akibat banyaknya pasar dan restoran yang terpaksa tutup menyebabkan hasil perikanan tidak terserap, bahkan di beberapa daerah hasil perikanan hanya dikubur begitu saja karena tidak laku sehingga harga di pasaran anjlok yang pada akhirnya menyebabkan daya beli pelaku usaha perikanan mengalami penurunan. Disisi lain harga kebutuhan pokok mengalami kenaikan karena masyarakat membeli dalam jumlah yang lebih banyak dari biasanya karena kekhawatiran akan kelangkaan barang pokok di masa pandemi ini. Hal-hal tersebut adalah beberapa diantara banyak dampak pandemi COVID-19 yang dirasakan oleh masyarakat perikanan. Hal ini disampaikan oleh Dr. Ir. Sri Yanti JS, MPM, Direktur Kelautan dan Perikanan Bappenas, selaku Narasumber dalam webinar “Membangun Kembali Industri dan Masyarakat Perikanan Yang Lebih Tangguh Pasca Pandemi” yang diselenggarakan oleh Bappenas pada 15 Mei 2020 lalu.

Menurutnya, pandemi COVID-19 ini adalah kesempatan untuk me-reset paradigma pembangunan perikanan yang ada, mulai dari perijinan yang berdasar daya dukung lingkungan pada masing-masing WPP maupun pengelolaan lingkungan hidup berbasis pada perikanan yang berkelanjutan untuk meningkatkan ketahanan terhadap bencana dan perubahan iklim serta penggunaan teknologi digital dalam perikanan, baik untuk membantu distribusi produksi maupun meningkatkan logistik perikanan secara umum guna memperkuat ketahanan ekonomi perikanan di masa yang akan datang.

Hal senada juga disampaikan Arif Wijaya dari WRI Indonesia, bahwa inovasi-inovasi di bidang perikanan harus selalu mengedepankan ekosistem dan sumberdaya pesisir yang sehat dan harus menyasar masyarakat yang paling rentan yaitu nelayan kecil dan masyaraskat pembudidaya sebagai pilar ketangguhan masyarakat perikanan.

Penggunaan teknologi digital dalam dunia perikanan air tawar sudah mulai diterapkan. Gibran Huzaifah, CEO eFishery Technology dalam webinar yang sama menyampaikan bahwa saat ini di 24 provinsi di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi sudah diterapkan alat pemberi pakan otomatis yang dilengkapi dengan sensor-sensor yang selalu terhubung dengan smartphone melalui suatu aplikasi khusus. Dengan aplikasi ini pembudidaya dapat memonitor jumlah kematian ikan, jumlah dan jenis pakan yang diberikan tanpa harus turun langsung ke kolam.

Sementara dari sisi perlindungan bagi nelayan, Kurnia Yuniakhir dari PT. Asuransi Jasa Indonesia menyampaikan bahwa berdasarkan surat No 4120/PL.420/d5/IX/2016 tanggal 15 September 2016, KKP telah menunjuk PT. Asuransi Jasa Indonesia (Persero) sebagai pelaksana asuransi bagi nelayan. Program ini ditargetkan bagi 600.000 nelayan kecil dengan jumlah premi pada tahun 2019 sebesar Rp. 140.000,- yang sepenuhnya ditanggung olah negara.

Jaminan pertanggungan asuransi nelayan tahun 2019

Selain untuk nelayan, pembudidaya skala kecil juga bisa mendaftarkan asuransi perikanan untuk memberikan perlindungan terhadap resiko-resiko budidaya seperti penyakit ataupun bencana alam yang dapat menyebabkan terjaninya kegagalan panen.  

Skema Asuransi Perikanan untuk Pembudidaya Ikan Kecil

Proses recovery sektor kelautan dan perikanan dapat dilakukan dalam jangka pendek maupun jangka menengah dan panjang. Dalam proses recovery jangka pendek yang harus dilakukan antara lain adalah recovery stakeholder yang terdampak langsung dengan membatasi kerusakan/kerugian yang terjadi melalui BLT, relaksasi kredit nelayan, aspek keamanan diri (kesehatan) pelaku perikanan dan memberikan stimulus pemulihan di sektor perikanan. Dalam proses recovery jangka menengah dan panjang yang harus dilakukan adalah meningkatkan daya tahan supply chain exsisting dan membuat supply chain baru, memperbaiki praktek penangkapan, membuat skema baru ketenagakerjaan sektor perikanan serta menciptakan metode pemasaran non-tradisional berbasis teknologi informasi seperti penggunaan e-market.

Pada akhirnya, recovery sektor kelautan dan perikanan pasca pandemi harus dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dan terintegrasi, melibatkan semua pihak termasuk kementerian lain yang terencana secara harmonis, efisien, rasional dan cepat sehingga dampak intervensi harus bisa dilihat dalam jangka waktu pendek dan manfaat dapat secara cepat dirasakan oleh stakeholder perikanan. Selain itu, pelaksanaannya harus inklusif, partisipatif dan transparan untuk menghindari penyalahgunaan dan harus terbuka bagi siapa saja untuk melakukan monitoring. Demikian yang disampaikan oleh Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc., Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas sebagai keynote speaker dalam webinar ini.

Sumber : Webinar dengan tema "Membangun Kembali Industri dan Masyarakat Perikanan Yang Lebih Tangguh Pasca Pandemi"