|
(Sumber : https://suarakarya.co.id/s |
Ikan termasuk komoditas yang cepat rusak dan bahkan lebih cepat rusak bila dibandingkan dengan daging hewan Iainnya. Kecepatan pembusukan ikan setelah penangkapan dan pemanenan sangat dipengaruhi oleh teknik penangkapan dan pemanenan, kondisi biologis ikan, serta teknik penanganan dan penyimpanan di atas kapal. Oleh karena itu, segera setelah ikan ditangkap atau dipanen harus secepatnya disimpan dan diawetkan dengan pendinginan atau pembekuan.
Metode pendinginan ini memiliki kelebihan antara lain ikan tidak mengalami perubahan yang berarti pada sifat tekstur, rasa, dan bau ikan. Tingkat efektivitas pengawetan dengan pendinginan sangat ditentukan oleh tingkat kesegaran ikan sebelum didinginkan. Proses pendinginan akan efektif jika dilakukan sebelum fase rigor mortis lewat dan penanganan dengan teknik yang benar. Sebaliknya jika pendinginan dilakukan setelah proses autolisis terjadi, maka proses pendinginan tidak berarti. Pada kasus di atas kapal, maka sebaiknya ikan segera dilakukan pendinginan sesaat setelah ditangkap.
Pendinginan ikan di kapal nelayan dapat menggunakan antara lain refrigerasi (RSW atau freezer), es, slurry ice (es cair) dan air laut dingin (chilled sea water) atau kombinasi. Cara yang paling mudah untuk pendinginan adalah dengan menggunakan es. Kapal-kapal ikan kecil berukuran sampai dengan 30 GT di Indonesia sebagian besar menggunakan es balok sebagai media pengawetan/pendingin ikan. Tujuan dari penanganan dengan suhu rendah lebih dititikberatkan pada menjaga sifat kesegaran ikan. Pendinginan ikan dengan es pada suhu idealnya sekitar 0 - 5 °C merupakan suatu proses transfer/pemindahan panas dari ikan dan ruang penyimpan (palka) ke es sehingga suhu ikan dan ruang penyimpannya terjaga. Pendinginan ikan pada suhu sekitar 0-5 oC dapat mempertahankan kesegaran ikan dalam waktu sekitar 12-18 hari sejak ikan ditangkap. Namun kondisi tersebut juga sangat dipengaruhi oleh jenis ikan, metode penanganan dan metode pendinginan yang dipakai.
Es memiliki kapasitas pendinginan yang besar sehingga mampu mendinginkan dengan cepat tanpa terlalu banyak memengaruhi keadaan ikan. Bentuk es pendingin adalah sebagai berikut:
- Es balok (block ice),
adalah es berbentuk balok dengan ukuran 12 – 60 kg/balok. Es balok dipecah/diperkecil
ukurannya sebelum digunakan.
-
Es tabung (tube ice),
adalah es berbentuk tabung kecil, dapat langsung digunakan.
- Es keping tebal (plate ice),adalah es berbentuk lempengan
berukuran besar dan tebal antara 8 – 15 mm, dipecah potongan kecil diameter
kurang dari 5 cm, agar lebih merata dan dapat mempercepat kontak dengan
permukaan ikan.
- Es Keping Tipis (flake
ice), adalah es berbentuk lempengan es tipis dengan ukuran tebal 5 mm dan
diameter 3 cm, es sudah cukup kecil dan tidak perlu dipecah lagi.
- Es Halus (slush ice),
adalahitu butiran es halus berdiameter 2 mm dan tekstur lunakdan sedikit
berair, hanya untuk ikan di sekitar pabrik.
Es yang
paling banyak digunakan untuk pendinginan ikan adalah es balok karena harga
yang relatif murah dan mudah operasionalnya. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam penggunaan es balok sebagai media pendingin adalah mutu,
harga dan ketersediaan es di pasaran, di beberapa daerah es balok masih sulit didapat.
Hal
penting lainnya adalah menentukan jumlah es yang dibutukan untuk pendinginan
ikan. Es memiliki kapasitas pendinginan yang besar. Es memiliki kalor
lebur 336 kJ/kg pada suhu 0oC. Kalor sensibel pada kondisi es adalah
2,1 kJ/kg dan pada kondisi air 4,2 kJ/kg.
Es akan
mendinginkan ikan dengan kalor sensibel dari suhu awal minus/di bawah 0°C
sampai 0°C dan kalor lebur saat es melebur pada suhu 0oC. Rumus yang
digunakan dalam perhitungan kapasitas kalor es adalah:
1. Kalor sensibel (suhu
minus sampai 0°C), es
dapat memiliki suhu awal sampai -5 °C (relatif kecil dibanding kalor laten es):
Qs = mes x Cp
x ΔT
2. Pada suhu peleburan 0°C:
QL = mes
x QL
dengan:
Qs = kalor sensibel es (kJ)
mes =
massa es (kg)
Cp = Panas jenis
es (2,1 kJ/kg.oK)
ΔT = selisih
antara suhu awal es sampai sebelum melebur pada 0 oC
QL = kalor laten es,
336 kJ/kg.
Sedangkan untuk menghitung kebutuhan es adalah dengan
menghitung beban pendinginan meliputi pendinginan ikan, beban pendinginan udara
dalam palka, panas
transmisi dinding palka dari udara sekeliling, panas akibat buka tutup alat,
panas dari palka, serta panas dari sumber lain.
Beban pendinginan terbesar adalah dari ikan yang dirumuskan
sebagai berikut:
Qi = mi x Cp
x ΔT
dengan: Qi = kalor
sensibel ikan (kJ)
mes = massa es (kg)
Cp = Panas jenis
ikan (berkisar 0,6 – 0,8 kkal.kg/oC atau 2,51 - 3,35 kJ/kg.oK
sesuai dengan kandungan airnya)
ΔT = selisih
antara suhu awal ikan sampai 0 oC
Untuk beban lain relatif lebih kecil
bila dibandingkan dengan beban ikan. Beban transmisi pada prinsipnya dihitung
dengan perpindahan panas konveksi dari luar palka ke dalam palka, di dalam
palka dihdekati dengan konveksi bebas. Beban infiltrasi dihitung dengan
perhitungan massa udara yang masuk ke dalam palka setiap kali palka dibuka.
Panas udara dan palka dihitung dengan panas sensibel keduanya dari suhu
lingkungan ke suhu 0 oC.
Sebagai contoh apabila 1 ton ikan akan
didinginkan dari suhu awal 27 °C sampai 0 °C maka dibutuhkan kapasitas kalor es
sebesar (diasumsi beban ikan saja dengan Cp 3,35 kJ/kg.K):
Qes
= Qi = mi x Cp x ΔT
= 1000 x 3,35 x (27-0)
= 90.450 kJ.
Es yang
dibutuhkan (diasumsi kalor
es hanya kalor lebur saja):
Qes ~ QL = mes
x QL
mes = Qes / QL
= 90.450 / 336
= 269,2 kg
Jika es balok berukuran 60 kg/balok maka dibutuhkan sekitar 5 balok es
untuk mendinginkan ikan dari suhu 27 °C ke 0 °C, (beban panas selain ikan tidak
dihitung).
Penulis : Ahmat Fauzi-LRMPHP