Rumput laut merupakan salah satu komoditas yang memiliki nilai ekonomi tinggi di Indonesia. Salah satu jenis rumput laut yang jumlah produksinya besar adalah Euchema cottonii. Produksi rumput laut Euchema cottonii tahun 2011-2015 juga terus meningkat berdasarkan data Kelautan dan Perikanan Dalam Angka Tahun 2016 dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Perlakuan pasca panen menjadi salah satu perhatian serius dari semua pelaku usaha rumput laut. Hasil panen yang baik, akan tetapi penanganan pascapanennya kurang baik maka akan mengurangi kualitas rumput laut tersebut. Kualitas rumput laut dipengaruhi tiga hal penting yaitu teknik budidaya, umur panen, dan proses pengeringan. Rumput laut dikatakan sudah kering jika telah kelihatan butiran garam menempel di permukaan rumput laut, dengan kandungan kadar air antara 31 – 35 % untuk Euchema.
Penyimpanan bertujuan untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kualitas serta kuantitas serta mencegah kerusakan fisik. Secara umum rumput laut kering dengan kandungan kadar air (kadar air 20-30%) mampu bertahan antara 2-3 tahun bergantung pada cara penyimpanan. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan pada Euchema cottonii kering sebelum penyimpanan antara lain adalah kadar air dan impurities. Selama ini beberapa perusahaan eksportir rumput laut mengeluhkan mutu rumput laut yang dijual petani. Keluhan utamanya berkisar pada kadar air serta kandungan benda asing pada rumput laut tersebut yang melebihi standar mutu ekspor. Harga rumput laut merosot karena rumput laut yang dijual petani masih kotor, berpasir dan lainnya. Produk yang dibeli dari Petani tingkat kekeringannya masih jauh di bawah standar yang dibutuhkan oleh Industri pengolahan rumput laut. Pengumpul lokal biasanya membeli rumput laut dengan kadar air masih berada pada level 38% ke atas sehingga ketika rumput laut akan dijual baik untuk keperluan industri lokal maupun ekspor harus dilakukan penjemuran dan proses pembersihan ulang. Kekeringan ideal yang dikehendaki oleh Industri pengolahan rumput laut maksimal adalah 35%.
Dengan permasalahan tersebut di atas maka dibutuhkan perlakuan pendahuluan pra penyimpanan ketika akan disimpan untuk memastikan kadar air dan impurities sesuai target yang diharapkan. Perlakuan pra penyimpanan yang dapat dilakukan antara lain berupa pengayakan dan penjemuran. Pengayakan dilakukan agar rumput laut dalam kondisi bersih dari pengotor yang menempel. Penjemuran dilakukan agar rumput laut mempunyai kadar air sesuai permintaan industri (biasanya maksimal 35%) atau sesuai standar SNI (maksimal 30%) sehingga aman untuk disimpan. Penelitian perlakuan pendahuluan pra penyimpanan berupa pengayakan dan penjemuran pada rumput laut Euchema cottonii kering antara lain telah dilakukan oleh LRMPHP tahun 2020 yang dimuat dalam Prosiding Seminar Nasional Perikanan tahun 2020. Serangkaian uji coba dilakukan pada bahan rumput laut Euchema cottonii kering dengan jumlah masing-masing perlakuan adalah 250 kg. Bahan didapatkan dari Karimunjawa, Jepara. Alat yang digunakan adalah mesin pengayak rotary siever dan terpal sebagai alas pengeringan seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Rumput laut diberikan 3 variasi perlakuan yaitu tanpa pengayakan dan penjemuran, penjemuran 2 jam dilanjutkan pengayakan, dan pengayakan tanpa penjemuran. Parameter yang diuji adalah kadar air dan impurities.
Gambar 1. Proses pengayakan dengan rotary siever(kiri) dan penjemuran dengan terpal (kanan) |
Hasil uji perlakuan tanpa pengayakan dan penjemuran, penjemuran 2 jam dilanjutkan pengayakan, dan pengayakan tanpa penjemuran terhadap mutu Eucheuma cottonii kering disajikan dengan parameter kadar air dan impurities yang disajikan pada Gambar 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air E.cottonii kering tanpa pengayakan dan penjemuran, penjemuran 2 jam dilanjutkan pengayakan, dan pengayakan tanpa penjemuran berturut – turut yaitu 33,19%; 18,04% dan 36,75%. impurities E.cottonii kering tanpa pengayakan dan penjemuran, penjemuran 2 jam dilanjutkan pengayakan, dan pengayakan tanpa penjemuran berturut – turut yaitu 1,33; 0,47 dan 1,53.
Gambar 2. Kadar air dan impurities Eucheuma cottonii (EC) kering pada variasi perlakuan |
Penulis : Ahmat Fauzi - LRMPHP