PELATIHAN

LRMPHP telah banyak melakukan pelatihan mekanisasi perikanan di stakeholder diantaranya yaitu Kelompok Pengolah dan Pemasar (POKLAHSAR), Kelompok Pembudidaya Ikan, Pemerintah Daerah/Dinas Terkait, Sekolah Tinggi/ Universitas Terkait, Swasta yang memerlukan kegiatan CSR, Masyarakat umum, dan Sekolah Menengah/SMK

Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan

LRMPHP sebagai UPT Badan Riset dan SDM KP melaksanakan riset mekanisasi pengolahan hasil perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 81/2020

Tugas Pokok dan Fungsi

Melakukan tugas penelitian dan pengembangan strategis bidang mekanisasi proses hasil perikanan di bidang uji coba dan peningkatan skala teknologi pengolahan, serta rancang bangun alat dan mesin untuk peningkatan efisiensi penanganan dan pengolahan hasil perikanan

Kerjasama

Bahu membahu untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan dengan berlandaskan Ekonomi Biru

Sumber Daya Manusia

LRMPHP saat ini didukung oleh Sumber Daya Manusia sebanyak 20 orang dengan latar belakang sains dan engineering.

Selasa, 17 Desember 2019

Mengenal Software Pengolahan Gambar ImageJ


ImageJ merupakan sebuah software pengolah citra/gambar yang dikembangkan oleh Wayne Rasband dari National Intitutes of Health (NIH). ImageJ ditulis menggunakan Java yang dapat dijalankan pada sistem operasi linux, macintosh, dan windows serta dapat digunakan pada mode 32 bit dan 64 bit. Selain itu imagej dapat digunakan secara online maupun dipasang pada komputer. ImageJ memiliki keunggulan dibandingkan software pengolah gambar lainnya yaitu merupakan software domain public yang artinya tidak ada batasan hak cipta. Pengguna diizinkan untuk menjalankan program, membagikan salinan, dan membuat perubahan positif pada program. Software imageJ dapat didownload dengan gratis di https://imagej.nih.gov/ij/ Salah satu contoh pengaplikasian software ini dalam bidang perikanan adalah untuk mengukur pori-pori gambar SEM nugget ikan


Tampilan Software ImageJ
Software imageJ mendukung semua proses manipulasi gambar secara umum termasuk membaca dan mengedit file gambar. Format gambar yang dapat dibaca antara lain TIFF, GIF, JPEG, BMP, DICOM, FITS, dan RAW. Selain itu juga dapat digunakan untuk memproses gambar secara langsung dari kamera, scanner, dan video recorder. ImageJ memungkinkan pengguna untuk membuat grafik dari data serta meningkatkan kualitas gambar. Ini sering digunakan untuk menganalisis gambar mikroskop, pengukuran area, penghitungan partikel, segmentasi dan pengukuran fitur spasial atau temporal dari elemen biologis.  Fitur-fitur ini sangat penting bagi para peneliti untuk menganalisis foto dan gambar mereka. Beberapa fitur utama dari program ini adalah sebagai berikut.

1. Fungsi Paralel: Mendukung pengolahan beberapa gambar sekaligus dalam satu jendela tampilan          dan melakukan fungsi simultan pada gambar-gambar ini.      

2. Perhitungan (Calculations): Membuat statistik sesuai dengan parameter yang ditentukan                      pengguna seperti rerata (mean) dan standar deviasi menggunakan satuan SI.

3. Pengukuran (Measurements): Menentukan jarak, luas, dan pengukuran geometris lainnya                    berdasarkan gambar

4. Output: Membuat histogram kepadatan populasi dan beberapa jenis grafik lainnya.

5. Scaling: Memungkinkan untuk memperbesar, memperkecil, atau mengubah orientasi gambar.

6. Pengeditan Foto: Memungkinkan untuk mengedit gambar seperti menghilangkan cacat,                        mempertajam gambar, dan menerapkan filter. 

7. Plugin: Memungkinkan untuk menulis plugin untuk menyesuaikan dengan kebutuhan.

8. Macro: Dapat membuat makro yang akan mengotomatiskan tugas yang paling sering digunakan.

9. Warna: Tersedia grayscale dan warna yang diindeks untuk membantu mempercepat pemrosesan          gambar. Ketika kecepatan tidak menjadi masalah, banyak pilihan warna lain tersedia untuk                  membuat efek tambahan.



Penulis : Toni Dwi Novianto, Peneliti LRMPHP

PERNYATAAN PUBLIK KKP TERKAIT BENIH LOBSTER

PERNYATAAN PUBLIK
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

Sehubungan dengan beredarnya informasi terkait isu perdagangan benih lobster, bersama ini kami atas nama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyampaikan beberapa hal sebagai berikut :

1. Indonesia merupakan negara penghasil benih lobster terbesar di dunia yang berasal dari hasil tangkapan di alam. Di beberapa daerah, ribuan nelayan kecil menggantungkan hidup dari perdagangan benih lobster ini.
2. Di sisi lain, penyelundupan benih lobster untuk di ekspor ke luar negeri juga marak terjadi sehingga dikhawatirkan dapat mengganggu keberlanjutan ekosistem lobster di alam.
3. Saat ini KKP tengah mengkaji dan merumuskan kembali kebijakan pemanfaatan benih lobster bersama para pemangku kepentingan dan para pakar/ahli yang terdiri dari para peneliti dan akademisi, serta meminta masukan dan saran para pelaku usaha dengan memperhatikan aspek keberlanjutan lobster di alam dan keberlangsungan ekonomi masyarakat nelayan.
4. Kebijakan yang tengah dikaji terutama berkaitan dengan pemanfaatan benih lobster hasil tangkapan di alam, dengan mengatur ulang perdagangan benih lobster dan rencana pengembangan teknologi pembesaran benih lobster hingga ukuran konsumsi di dalam negeri.
5. Kami informasikan bahwa kebijakan ini masih dalam proses pengkajian, memerlukan waktu  hingga siap untuk disosialisasikan.
6. Mari kita semua bersabar menunggu hasil kajian secara komprehensif oleh KKP dan tidak membuat kesimpulan sendiri sehingga dapat menimbulkan informasi yang simpang siur.

Demikian pernyataan ini kami sampaikan, atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

Jakarta, 16 Desember 2019
Kepala Biro Kerja Sama dan Humas KKP
Lilly Aprilya Pregiwati

Jumat, 13 Desember 2019

Monev Semester II Tahun 2019 Lingkup LRMPHP

Monev Semester II Tahun 2019 Lingkup LRMPHP

Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan (LRMPHP)  menyelenggarakan Monitong dan Evaluasi (Monev) Semester II Tahun  2019 pada 12 Desember 2019. Kegiatan dihadiri oleh Dra. Hera Rusida, M.M., yang mewakili Kepala Pusat Riset Perikanan, Kepala LRMPHP, evaluator kegiatan riset serta seluruh pegawai LRMPHP.

Kepala LRMPHP, Assadad, M.Sc dalam sambutan pembukaannya menyampaikan pelaksanaan kegiatan LRMPHP Tahun  Anggaran 2019 baik kegiatan riset maupun  manajerial telah berjalan dengan baik. Kegiatan riset LRMPHP tahun 2019 tentang mekanisasi penanganan rumput laut dan kegiatan Inovasi Adaptif Lokasi Perikanan (INTAN). Riset penanganan rumput laut dibagi dalam 3 subjudul kegiatan yaitu rancang bangun alat grading rumput laut, rancang bangun silo rumput laut dan rancang bangun pengering rumput laut menggunakan microwave, kegiatan INTAN tentang aplikasi teknologi alat transportasi ikan segar (ALTIS-2).Kepala LRMPHP berharap masukan dan arahan dari para evaluator agar pelaksanaan kegiatan riset dapat diukur telah memenuhi standar kualitas ilmiah dan sesuai proposal yang diajukan dan ditetapkan pada awal tahun.

Monev Semester II Tahun 2019 LRMPHP dibuka oleh Dra. Hera Rusida, M.M., sekaligus memberikan arahan. Dalam arahannya, beliau menyampaikan arah kebijakan sektor kelautan dan perikanan KKP sesuai arahan presiden RI yang meliputi pembangunan SDM, pembangunan infrastruktur, pemerintah akan mengajak DPR menerbitkan 2 undang-undang besar yaitu UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM, penyederhanaan birokrasi serta transformasi ekonomi.

Dra. Hera Rusida, M.M.,juga menyampaikan arahan Menteri KP tentang program riset dan SDM serta rancangan penguatan sarana dan prasarananya. Materi lain yang disampaikan dalam arahannya yaitu arahan dari Kepala BRSDM terkait riset perikanan dan umum, gelar inovasi teknologi, pengembangan desa inovasi serta rencana aksi lingkup Pusriskan 2020-2024. Untuk menindaklanjuti arahan Menteri KP tersebut, Dra. Hera Rusida, M.M., meminta agar LRMPHP mempersiapkan SDM, sarana dan prasarana dalam rangka menjadikan LRMPHP Bantul sebagai pusat inovasi alat dan mesin perikanan.

Pembahasan monev kegiatan riset tahun 2019, diawali dengan pemaparan kegiatan Riset Rancang Bangun Alat Silo Rumput Laut oleh Putri Wullandari STP, M.Sc dengan evaluator Dr Ir Nursigit Bintoro, M.Sc dari  Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Evaluator menyatakan pada dasarnya secara keseluruhan peralatan yang dihasilkan sudah bagus. Namun demikian perlunya perhitungan kembali untuk menetapkan suhu dan kelembaban agar kadar air rumput laut hasil pengujian sesuai dengan yang dikehendaki. Pada pemaparan kegiatan Riset Rancang Bangun Alat Grading Rumput Laut oleh I Made Susi Erawan, S.Pi, M.Sc dengan evaluator Dr. Rudiati Evi Masithoh, STP., M.Dev.Tech dari Fakultas Teknologi Pertanian UGM, menyampaikan kelebihan  identifikasi dan analisa yang berbasis pengolahan citra mata  dengan Convolutional Neural Networks (CNN). Sistem CNN ini diharapkan dapat diintegrasikan kepada alat pengayak yang akan digunakan untuk grading rumput laut. Pada pemaparan kegiatan riset Rancang Bangun Pengering Rumput Laut oleh Arif Rahman Hakim, S.Pi, M.Eng dengan evaluator Samsudin Anis, Ph.D dari Teknik Mesin Universitas Negeri Semarang (UNNES) menyampaikan bahwa pelaksanaan kegiatan riset telah sesuai target yang ditetapkan. Sebagai masukan perlunya memperbanyak pengujian dengan berbagai parameter pengujian.

Selanjutnya pada pemaparan kegiatan INTAN ALTIS-2 dengan evaluator Dra. Hera Rusida, M.M. selaku Plt. Kabid Riset Pemulihan SD &  Teknologi Alsinkan Pusriskan menjelaskan agar  LRMPHP menyuarakan isu transgender karena INTAN ALTIS-2 selain dapat digunakan oleh laki-laki, namun perempuan juga dapat menggunakannya. Beliau juga menyampaikan bahwa meskipun hasil monitoring dan evaluasi terhadap kinerja ALTIS-2 cukup memuaskan, namun ada beberapa keluhan terkait ketidakkenyamanan, untuk dapat ditindak lanjuti.

Kegiatan Monev Semester I Tahun  2019  lingkup LRMPHP diakhiri dengan pembahasan kegiatan manajerial oleh Evaluator dari Pusriskan dan Kepala LRMPHP. Tim evaluator menyampaikan apresiasinya atas hasil yang diperoleh dalam pelaksanaan kegiatan manajerial Tahun Anggaran 2019.

Pada Monev Tahun 2019, LRMPHP memberikan penghargaan kepada pegawai yang berprestasi tahun 2019. Penghargaan ini sesuai dengan arahan Kepala BRSDM. Ada 3 penghargaan yang diberikan berdasarkan kriteria Indeks Profesionalitas ASN, Indeks H-Publikasi maupun Kinerja Anggaran 2019. Untuk Indeks Profesionalitas ASN (per 2 Des 2019 diberikan kepada Yustinus Jati Utomo, Indeks H-Publikasi kepada Arif Rahman Hakim, sedangkan Kinerja Anggaran 2019 terbaik diberikan kepada INTAN ALTIS-2 untuk riset dan tata usaha untuk manajerial. Dengan adanya penghargaan ini, Kepala LRMPHP berharap dapat memacu semangat para pegawai untuk berkinerja yang lebih baik lagi kedepannya.





Penghargaan kepada pegawai berprestasi tahun 2019

Rabu, 11 Desember 2019

Produksi Tepung Ikan di Gunungkidul, Wonogiri dan Pacitan

Tepung ikan merupakan salah satu bentuk pemanfaatan hasil samping (limbah) pengolahan utama ikan maupun dari hasil tangkapan sampingan. Tepung ikan merupakan bahan baku utama pembuatan pakan ternak, baik pakan ternak ruminansia, ternak unggas maupun pelet ikan. Hal ini karena tepung ikan masih menjadi komponen utama sumber protein dalam formulasi pakan ternak. 

Permasalahan yang sering dihadapi adalah kualitas tepung ikan yang dihasilkan oleh pengolah skala kecil tidak seragam dan masih di bawah kualitas tepung impor. Hal ini karena pengolahan tepung ikan di dalam negeri umumnya dilakukan oleh industri rumah tangga dengan peralatan yang digunakan masih sangat sederhana. Selain itu sumber bahan baku tepung ikan yang digunakan selama ini umumnya berupa jenis-jenis ikan yang kurang ekonomis (ikan rucah), hasil tangkapan samping (HTS) dan sisa-sisa olahan ikan yang berasal dari limbah pengolahan ikan kaleng. Secara umum, kualitas tepung ikan yang diproduksi harus memenuhi Standar Nasional Indonesia, yaitu SNI Nomor 1715:2013. 

Salah satu penghasil tepung ikan skala terbatas berada di kabupaten Gunungkidul, Wonogiri dan Pacitan. Daerah tersebut menghasilkan tepung ikan dengan mutu yang beragam. Tepung ikan diproduksi oleh UKM dengan metode dan peralatan yang sederhana. Pengolahan tepung ikan di Gunungkidul dan Pacitan menggunakan metode perebusan dan juga melalui proses pengepresan, sedangkan pada pengolah di Wonogiri menggunakan metode pengukusan dan tidak melalui proses pengepresan. Metode dan bahan baku yang berbeda ini akan menyebabkan kualitas tepung ikan yang dihasilkan juga bervariasi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Saleh, et al. (1986) dan Indriyanti, et al. (1990) yaitu pengolahan tepung ikan di dalam negeri umumnya dilakukan oleh industri rumah tangga dan industri pabrik yang keduanya memiliki perbedaan baik dalam teknik pengolahannya maupun sumber bahan baku yang digunakan sehingga menghasilkan kualitas tepung ikan yang bervariasi. 

Produk tepung ikan di kabupaten Gunungkidul dibedakan menjadi 3 jenis produk tepung ikan yaitu tepung mutu A, B, dan C yang dibedakan berdasarkan kualitas bahan baku awal. Produk tepung ikan di kabupaten Wonogiri hanya satu jenis tepung yaitu tepung ikan nila. Produk tepung ikan di kabupaten Pacitan dibedakan menjadi 3 jenis produk yaitu tepung daging tuna, tepung tulang tuna, tepung kepala tuna. Hasil uji laboratorium diperoleh komposisi kimia tepung ikan Gunungkidul, Wonogiri dan Pacitan ditunjukkan pada tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia tepung ikan asal kabupaten Pacitan, Wonogiri dan Gunungkidul (%)
Keterangan:
*           Produk tepung ikan asal Pacitan
**          Produk tepung ikan asal Wonogiri
***        Produk tepung ikan asal Gunungkidul

Secara umum bahan baku dan metode yang digunakan oleh ketiga pengolah tepung ikan di kabupaten Gunungkidul, Pacitan dan Wonogiri bervariasi dan menyebabkan kualitas tepung ikan yang bervariasi. Sedangkan dilihat dari kualitasnya, mengacu pada standar SNI 2715:2013 dengan parameter uji kadar protein, kadar lemak, kadar abu dan kadar air, maka produk tepung ikan berbahan baku daging ikan di kabupaten Pacitan dengan metode perebusan yang memenuhi standar, sedangkan untuk produk tepung ikan lainnya tidak memenuhi standar.

Penulis : Wahyu Tri Handoyo, LRMPHP

Selasa, 10 Desember 2019

Chiller DIY (Do It Yourself) untuk Aquascape


Seringkali orang menyamakan antara  aquascape dan akuarium, padahal keduanya berbeda. Aquascape merupakan  seni yang mengatur tanaman, air, batu, karang, kayu dan lain sebagainya dalam kotak kaca atau acrylic yang menyerupai akuarium. Perbedaan aquascape dengan akuarium adalah fungsi ikan, yaitu sebagai unsur pelengkap pada aquascape dan sebagai unsur inti pada akuarium ikan hias, sedangkan tanaman air dan lainnya merupakan hiasan atau pelengkap saja.

Suhu air dalam aquascape memiliki peranan yang sangat penting karena berkaitan dengan difusi gas CO2. Semakin tinggi suhu air akan semakin rendah kelarutannya dan sebaliknya semakin rendah suhu air akan semakin tinggi kelarutannya. Semakin tinggi CO2 terlarut dalam air akan semakin baik untuk metabolisme tanaman air. Berkebalikan dengan ikan, semakin hangat suhu air ketahanannya akan semakin bagus, terutama terhadap penyakit tertentu. Oleh sebab itu, dalam aquascape, suhu harus dijaga agar optimal untuk tanaman air dan tidak membahayakan untuk kehidupan ikan yang melengkapinya.  Berikut adalah suhu optimal yang direkomendasikan untuk berbagai jenis aquascpae :

  • Aquascape aquarium dengan ikan kecil : 23-25°C
  • Aquascpace aquarium dengan ikan discus : 28°C
  • Aquascape murni tanpa ikan : 18-22°C
Suhu optimal tersebut sulit diperoleh terutama di kota-kota besar yang panas. Salah satu cara untuk menurunkan suhu air pada aquascape yaitu dengan mempergunakan chiller. Banyak sekali chiller aftermarket yang dijual di pasaran akan tetapi harganya cukup mahal. Untuk mensiasatinya, dapat dibuat chiller DIY (do it yourself) dengan alat yang bernama peltier. Alat ini berbentuk kotak pipih berwarna putih dan mempunyai mempunyai dua sisi yang dapat menghasilkan panas dan dingin jika dialiri arus listrik. Sisi dingin pada peltier ini dapat digunakan sebagai chiller untuk aquascape. Untuk membuatnya, bahan yang dibutuhkan adalah peltier TEC 12706, waterblock untuk peltier, pompa air DC, thermostat DC, switch power supply 12V 5-6A, selang dan heatsink fan untuk prosesor. Thermostat berfungsi untuk memutus arus ke peltier jika suhu yang dikehendaki sudah tercapai dan akan menyambungkan kembali jika suhu naik pada nilai tertentu. Pembuatan chiller DIY ini lebih hemat jika dibandingkan dengan membeli chiller aftermarket di pasaran, dan akan lebih hemat lagi jika memanfaatkan barang bekas dari dispenser bekas untuk mengambil peltiernya dan untuk switch power supply bisa memanfaatkan dari PC bekas. Diagram rangkaiannya adalah sebagai berikut :


Diagram rangkaian chiller

Penulis : IM. Al Wazzan, Peneliti LRMPHP





Senin, 09 Desember 2019

Penambahan Sargassum sp. sebagai Binder pada Pembuatan Soil Conditioner dari Limbah Padat Ekstraksi Gracilaria sp.

Saat ini rumput laut merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Menurut Dahuri yang disampaikan dalam Samudra edisi 93 Januari 2011, dari keseluruhan produksi rumput laut di dunia, jenis yang langsung dapat dikonsumsi berjumlah sekitar 65%, jenis yang dijadikan sebagai bahan hidrokoloid berjumlah sekitar 15%, dan jenis yang dijadikan sebagai bahan pupuk berjumlah sekitar 20%.
Pengolahan agar dari Gracilaria sp menghasilkan limbah padat yang selama ini belum dimanfaatkan dengan baik. Rumput laut dan limbah olahannya dikenal sebagai bahan yang mempunyai kemampuan menyerap air yang tinggi, dapat mencapai 30 kali berat keringnya, kemudian dengan mengkombinasikannya dengan bahan lain yang mampu menyimpan air serta berperan sebagai binder seperti alginat, dapat diperoleh bahan yang sangat sesuai sebagai “soil conditioner” dengan kemampuan menyerap dan menahan air yang sangat baik.
Rumput laut kaya akan sumber poiisakarida sehingga dapat mempengaruhi agregasi (kesatuan) tanah baik secara langsung maupun tidak langsung setelah dekomposisi oleh mikroorganisme tanah.

Cara pembuatan soil conditioner yaitu dengan : (1) rumput laut Sargassum sp. ditambahkan dengan konsentrasi 20-30% dari total bahan lainnya, yaitu dalam bentuk hasil rebusan dalam air (rumput laut : air = 1 : 30) kemudian diblender menjadi bubur kental, (2) campurkan semua bahan (bubur rumput laut Sargassum sp., limbah rumput laut Gracilaria sp., CaCl2) kemudian digiling dan dicetak dengan alat pencetak, (3) produk “soil conditioner” yang berbentuk pellet kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari sampai kadar airnya kurang dari 12%.

Penggunaan Sargassum sp. sebesar 20-30% sebagai binder menghasilkan kenampakan soil conditioner yang cukup baik seperti telihat pada Gambar 1.
Gambar 1, Kenampakan soil conditioner pada konsentrasi Sargassum sp. (a) 20%, (b) 30%

Penggunaan soil conditioner sebanyak 30% menunjukkan hasil yang cukup baik dalam membantu tanah mempertahankan kelembabannya dan mendukung pertumbuhan tanaman. Uji coba dalam menumbuhkan bibit caisim juga terlihat bahwa tanpa penambahan soil conditioner maka penyiraman benih harus dilakukan dua kali sehari agar kondisi tanah tetap lembab dan benih caisim dapat tumbuh. Sementara itu, dengan penambahan soil conditioner sebesar 10 – 30%, penyiraman dua hari sekali sudah cukup menyediakan kelembaban tanah bagi pertumbuhan benih caisim tersebut. Hasil uji coba terhadap tanaman tersebut disajikan pada Gambar 2.
 
Gambar 2. Benih Caisim yang ditumbuhkan pada media tanah berpasir dengan penambahan soil conditioner 10% dan 30%.
Penulis : Putri Wullandari, Peneliti LRMPHP 

Efektivitas Pemisahan Daging Ikan Lele Menggunakan Meat Bone Separator Komersial


Lele merupakan jenis ikan air tawar yang berasal dari Afrika. Jenis yang sudah dibudidayakan secara komersial di Indonesia yaitu lele dumbo (Clarias gariepinus) dan lele local (Clarias batrachus). Menurut Direktorat Produksi dan Usaha Budidaya dalam Buku Saku Budidaya Ikan Lele Sistem Bioflok Tahun 2017, budidaya lele mengalami perkembangan yang cukup pesat,  disebabkan oleh beberapa faktor yaitu budidaya lele dapat menggunakan lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat tebar yang tinggi, teknologi budidaya relatif mudah dikuasai oleh masyarakat, memiliki pangsa pasar yang jelas, modal usaha yang dibutuhkan tidak terlalu besar, dan waktu usaha yang dibutuhkan tidak terlalu lama. Masyarakat cenderung mengkonsumsi ikan lele dalam bentuk segar, dengan mengolah lele menjadi fillet, daging lumat atau surimi diharapkan dapat meningkatkan nilai tambahnya.
Daging lumat lele diperoleh dengan memisahkan daging dengan tulang dan duri ikan lele. Salah satu peralatan yang dapat digunakan dalam proses pemisahan tersebut adalah meat bone separator (alat pemisah daging).  Secara umum alat pemisah daging ikan telah diproduksi dan beredar di pasaran. Selain itu mesin pemisah daging komersial memiliki kapasitas dan energi yang berbeda pula. Dalam penelitian, alat pemisah daging komersial yang digunakan berukuran 1525 mm x 980 mm x 1192 mm, dan spesifikasi mesin 3700 Watt (Gambar 1).

Gambar 1. Alat pemisah daging komersial

Dalam proses pengujian kinerja alat pemisah daging tersebut, lele diberi perlakuan pendahuluan terlebih dahulu dengan cara dibelah dua dalam bentuk butterfly dan bentuk sayat samping. Lele yang sudah dipreparasi selanjutnya dimasukkan ke dalam alat pemisah daging dengan cara memasukkan lele mulai dari bagian ekor, sedangkan untuk lele yang dibelah, arah daging menghadap ke bagian drum berpori. Posisi saat lele dimasukkan ke alat pemisah daging disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Posisi saat lele dimasukkan ke alat pemisah daging
Hasil uji kinerja alat pemisah daging komersial menunjukkan bahwa alat lebih efektif untuk pemisahkan daging ikan dalam bentuk  butterfly dibanding disayat. Rendemen daging lumat lele dengan perlakuan belah/ butterfly lebih besar (39%) dibandingkan rendemen daging lumat lele dengan perlakuan sayat (37,83%). Hal ini disebabkan bagian permukaan daging lele dan kulit sebagai pembungkus daging lele telah terbuka, sehingga proses pemasukan daging saat penekanan oleh silinder berpori dan conveyor belt menjadi lebih mudah dibandingkan lele yang disayat.

Selain itu, waktu pengolahan daging lumat lele yang diberi perlakuan belah/ butterfly lebih cepat dibandingkan waktu pengolahan daging lumat lele yang diberi perlakuan sayat samping untuk jumlah bahan baku yang sama. Dengan demikian kapasitas pengolahan daging lumat lele yang diberi perlakuan belah/ butterfly (90,3 kg/jam) lebih besar dibandingkan kapasitas pengolahan daging lumat lele yang diberi perlakuan sayat samping (55,1 kg/jam). Hal ini disebabkan karena ukuran ketebalan ikan pada perlakuan belah lebih tipis dibandingkan perlakuan sayat, sehingga lebih mudah masuk ke dalam alat pemisah daging.

Penulis : Putri Wullandari, Peneliti LRMPHP