Salah
satu alternatif upaya peningkatan penanganan ikan di kapal adalah penerapan
sistem refrigerasi di atas kapal untuk meningkatkan kemampuan simpan ikan hasil
tangkapan nelayan yang telah banyak diaplikasikan pada kapal penangkap ikan di
Indonesia. Sistem pendinginan refrigerasi yang banyak digunakan saat ini adalah
sistem pendinginan kompresi uap dan absorpsi uap.Teknologi refrigerasi tersebut
digunakan antara lain untuk penanganan ikan di kapal dengan sistem refrigerated sea water (RSW) pada
pendinginan dengan suhu sekitar 0 ºC.
Sistem refrigerasi kompresi uap pertama
kali diperkenalkan oleh Oliver Evans dan dipatenkan pertama kali oleh Jacob
Perkin tahun 1835 dengan paten mesin pendingin siklus kompresi uap pertama.
Selanjutnya sistem refrigerasi absorpsi pertama kali
dikembangkan oleh Ferdinand Carre di Perancis, kemudian dipatenkan di Amerika
Serikat pada tahun 1860.
Pada permulaan abad ke-20, sistem pendinginan absorpsi
berkembang pesat dan secara luas digunakan. Tetapi setelah tahun 1915, dimana
motor listrik mulai dikembangkan, sistem kompresi amonia secara aktif
diperkenalkan dan diterima secara luas. Pengembangan kemudian terkonsentasi
pada sistem kompresi uap dan sistem absorpsi uap secara praktis dilupakan,
sampai akhir 1930-an. Pada sistem kompresi uap, absorber, pompa, dan generator
yamg terdapat pada sistem refrigerasi absorpsi uap diganti dengan kompresor
pada sistem kompresi uap.
Pada sistem
pendinginan kompresi uap menggunakan kompresor untuk menaikkan
tekanan refrigeran, sedangkan pada sistem pendinginan absorpsi, penggunaan
sumber energi murah sebagai suplai energi pada
generator dapat dimungkinkan. Beberapa contoh dari sumber energi murah yang
dimaksudkan disini antara lain energi matahari, energi panas bumi, maupun
energi buangan seperti uap sisa dalam sistem pembangkit turbin yang masih
mempunyai suhu tinggi sehingga masih dapat dimanfaatkan sebelum dibuang. Perbedaan
utama dari sistem kompresi uap dengansistem pendinginan absorpsi terletak pada
cara menaikkan tekanan refrigeran. Pada siklus pendinginan absorpsi, refrigeran
dinaikkan tekanannya pada saat masih berupa fase cair, sedangkan pada siklus
kompresi uap, refrigeran dinaikkan tekanannya saat berupa fase uap. Prinsip menaikkan
tekanan refrigeran tanpa mengubah volumenya (refrigeran cair termasuk fluida
yang tak mampu mampat) membuat sistem pendinginan absorpsi sangat cocok
digunakan sebagai pendingin bertenaga matahari, sumber kalor pembakaran bahan
bakar, atau pemakaian uap sisa. Hal ini akan mengurangi kebutuhan energi
dibandingkan bila menggunakan kompresor.
Pada siklus refrigerasi kompresi uap, siklus yang terjadi adalah siklus
kompresi uap. Ada empat komponen utama dari siklus ini, yaitu kompresor,
kondenser, evaporator, dan katup ekspansi. Gambar skema dan diagram
tekanan-entalpi (P-h) dari siklus kompresi uap terdapat pada Gambar
1.
Gambar 1. Skema dan diagram P-h siklus refrigerasi kompresi uap
Kompresor berfungsi untuk
mengkompresi refrigeran dari evaporator (titik 1) sehingga tekanannya naik
(titik 2). Selanjutnya di kondenser terjadi kondensasi refrigeran, refrigeran
berubah fase menjadi cair (dari titik 2 ke titik 3), pendinginan dapat
dilakukan dengan air, udara, atau keduanya. Selanjutnya refrigeran diekspansikan
di katup ekspansi sehingga tekanannya turun begitu pula temperaturnya(dari
titik 3 ke titik 4). Setelah itu refrigeran memasuki evaporator untuk
pendinginan beban sehingga refrigeran mengalami evaporasi menjadi fase uap
(dari titik 4 ke titik 1). Kemudian dikompresi lagi, demikian siklus berlanjut.
Berbeda dengan sistem kompresi uap, sistem
absobsi tidak menggunakan kompresor, fungsi kompresor digantikan
oleh generator, absorber, dan pompa. Ada dua tipe sistem refrigerasi absorpsi,
yaitu sistem aqua-amonia, dengan amonia sebagai refrigeran dan air sebagai
absorben, dan sistem lithium bromida-air dengan air sebagai refrigeran dan
lithium bromida sebagai absorben. Sistem lithium bromida-air hanya digunakan
pada sistem AC karena temperatur beku refrigeran (air) hanya 0 0C,
sedangkan sistem aqua-amonia dapat digunakan baik untuk sistem AC maupun sistem
refrigerasi, karena temperatur beku sistem aqua-amonia dapat mencapai – 33 0C atau lebih rendah.Secara sederhana siklus refrigerasi
absorpsi uap digambarkan pada
Gambar 2.
Gambar 2. Skema siklus refrigerasi absorpsi sederhana
Perbandingan
kebutuhan dan spesifikasi sistem refigerasi kompresi uap dan absorpsi baik sistem aqua-amonia maupun lithium bromida secara umum adalah
pada energi listrik yang dibutuhkan, refrigeran yang digunakan, temperatur
kerja, energi termal/panas luar yang dibutuhkan, investasi dan
operasi/pemeliharaan. Energi listrik yang dibutuhkan pada siklus absorpsi
sekitar 5-10% dari siklus kompresi uap. Refrigeran yang digunakan pada kompresi
uap bervariasi, pada absorpsi air-amonia berupa amonia dengan air sebagai absorbent, ramah lingkungan dan murah,
sedangkan pada absoprsi Lithium-Bromida berupa lithium bromida sebagai absorben
yang mahal.
Temperatur kerja pada siklus kompresi uap bergantung pada refrigeran, pada
absorpsi air-amonia -33 oC
atau lebih rendah serta lithium bromida hanya sampai +7 oC.
Siklus absorpsi membutuhkan panas dari luar yang biasanya berupa uap tekanan
rendah, air panas dan sejenisnya, sedangkan siklus kompresi uap tidak
dibutuhkan. Investasi untuk siklus kompresi uap rendah sedangkan absorpsi uap
tinggi, siklus air-amonia cocok untuk di atas 100 TR. Secara
operasi/pemeliharaan siklus kompresi uap mudah hanya sering mengganti bagian
yang aus karena bergerak. Pada absoprsi air-amonia juga mudah, bila ada
kebocoran refrigeran mudah dicium. Sedangkan pada siklus lithium bromida
operasi dan pemeliharaan lebih sulit, sulit juga mendeteksi kebocoran
refrigeran.
Berdasarkan
perbandingan sistem kompresi uap, absorpsi uap
aqua-amonia, dan absorpsi lithium bromida maka sistem
refrigerasi kompresi uap
lebih tepat jika digunakan pada kapal ikan terutama kapal kecil 5-30 GT karena
teknologi yang sederhana, tidak membutuhkan energi panas tambahan, investasi tidak besar dan tidak memerlukan ruang yang besar. Walaupun terdapat kelemahan
yaitu memerlukan energi listrik yang relatif tinggi,
namun secara teknis sistem kompresi uap lebih bisa diterapkan apalagi untuk
kapal yang berukuran relatif kecil.
Penulis : Ahmat Fauzi, Peneliti LRMPHP