PELATIHAN

LRMPHP telah banyak melakukan pelatihan mekanisasi perikanan di stakeholder diantaranya yaitu Kelompok Pengolah dan Pemasar (POKLAHSAR), Kelompok Pembudidaya Ikan, Pemerintah Daerah/Dinas Terkait, Sekolah Tinggi/ Universitas Terkait, Swasta yang memerlukan kegiatan CSR, Masyarakat umum, dan Sekolah Menengah/SMK

Loka Riset Mekanisasi Pengolahan Hasil Perikanan

LRMPHP sebagai UPT Badan Riset dan SDM KP melaksanakan riset mekanisasi pengolahan hasil perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 81/2020

Tugas Pokok dan Fungsi

Melakukan tugas penelitian dan pengembangan strategis bidang mekanisasi proses hasil perikanan di bidang uji coba dan peningkatan skala teknologi pengolahan, serta rancang bangun alat dan mesin untuk peningkatan efisiensi penanganan dan pengolahan hasil perikanan

Kerjasama

Bahu membahu untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan dengan berlandaskan Ekonomi Biru

Sumber Daya Manusia

LRMPHP saat ini didukung oleh Sumber Daya Manusia sebanyak 20 orang dengan latar belakang sains dan engineering.

Senin, 30 November 2020

PENTINGNYA FAKTOR LINGKUNGAN ODP DAN GWP DALAM PEMILIHAN REFRIGERAN

Visualisasi efek ODP dan OWP terhadap lingkungan (Sumber : https://www.waroengteknologiac.id/)

Metode pendinginan ikan di atas kapal nelayan ukuran di bawah 30 GT selain penggunaan es balok antara lain adalah air laut yang direfrigerasi (ALREF) atau sistem refrigerated sea water (RSW) dengan refrigerasi kompresi uap.  Air laut didinginkan dengan mesin refrigerasi dan selanjutnya air laut dingin digunakan untuk mendinginkan ikan di dalam palka. Di dalam mesin dengan sistem refrigerasi kompresi uap, perpindahan panas terjadi melalui suatu fluida penukar kalor yang sangat penting, disebut Refrigeran. Namun ternyata substansi refrigeran memiliki dampak yang berbahaya bagi lingkungan yang dinyatakan dengan pengukuran ODP dan GWP. 

ODP adalah singkatan dari Ozone Depletion Potential, secara harfiah diartikan sebagai Potensi Penipisan Ozon, adalah substansi yang merusak lapisan ozon, relatif terhadap CFC-11. CFC-11 dianggap paling merusak ozon, bernilai ODP maksimum atau 1. ODP adalah ukuran relatif degradasi lapisan ozon yang disebabkan suatu senyawa. ODP merupakan nilai perbandingan degradasi lapisan ozon suatu senyawa dalam satuan massa tertentu terhadap CFC-11 dengan massa yang sama. ODP memiliki potensial merusak lapisan ozon. Dampak  rusaknya ozon adalah sinar ultra violet dari matahari akan langsung memancar ke bumi. Sinar ultraviolet yang langsung memancar ke bumi dapat mengakibatkan penyakit, suhu bumi meningkat dan tidak ada perlindungan terhadap bumi dari benda - benda dari langit yang jatuh ke bumi.

GWP atau Global Warming Potential, secara harfiah disebut potensi pemanasan global, menurut UNEP adalah ukuran dari efek pemanasan global relatif dari berbagai gas. Ukuran tersebut memberikan nilai untuk jumlah panas yang terperangkap oleh massa gas tertentu relatif terhadap jumlah panas terperangkap oleh massa karbon dioksida (CO2) yang sama pada jangka waktu tertentu. Karbon dioksida dipilih oleh Intergovernmental Panel on Climate Chang (IPCC) sebagai gas referensi dan diambil GWP-nya sebagai 1. Semakin tinggi nilai GWP, semakin spesifik gas menghangatkan bumi dibandingkan dengan karbon dioksida. Nilai GWP untuk bahan perusak ozon dapat berkisar misalnya dari 2 hingga sekitar 14.000. GWP dari HFC yang umum digunakan dapat berkisar dari <1 sampai sekitar 12.500. GWP berkontribusi pada pemanasan bumi akibat panas yang terjebak di dalam atmosphere sehingga terjadi apa yang disebut pemanasan global.

Refrigeran terdiri dari banyak jenis sesuai dengan unsur-unsur penyusunnya. Pertimbangan dampak terhadap lingkungan penting dalam pemilihan refrigeran selain kriteria pemilihan yang lain (tingkat penyerapan panas, mudah terbakar, nilai ekonomi, dan lain-lain). United Nations Environmental Programme (UNEP) adalah organisasi PBB yang menangani lingkungan dan saat ini sangat fokus untuk menanggulangi efek ODP dan OWP. UNEP didukung penuh oleh banyak pihak salah satunya ASHRAE. 

Pemilihan refrigeran untuk aplikasi HVAC & R menjadi semakin kompleks. Masalah lingkungan telah mennjadikan potensi perusak ozon (ODP), potensi pemanasan global (GWP), efisiensi energi, dan life-cycle climate performance (LCCP) menjadi hal yang sangat penting. Beberapa negara telah menanggapinya dengan mengembangkan batasan regulasi, protokol internasional, atau perjanjian sukarela. Sejak pelaksanaan Protokol Montreal 1987 (UNEP 2017), chlorofluorocarbons (CFCs) dan hydrochlorofluorocarbons (HCFCs) mengandung klorin (misalnya, CFC-11, CFC-12, HCFC-22, R-502, dan HCFC-123) sedang dihapus karena ODP. Pada Oktober 2016, Amandemen Kigali pada Protokol Montreal (UNEP 2016) dinegosiasikan karena kekhawatiran tentang perubahan iklim, yang mendorong transisi pada pilihan GWP yang lebih rendah juga. Kebutuhan refrigeran GWP yang lebih rendah telah menyebabkan peningkatan pengembangan dan pemanfaatan opsi refrigeran yang mudah terbakar untuk memenuhi target GWP. Akibatnya, standar keselamatan sedang dinilai kembali dan diperbarui untuk memenuhi meningkatnya minat pada cairan kerja yang mudah terbakar atau agak mudah terbakar. Karena standar sedang dikembangkan dan penelitian tentang refigeran baru sedang dilakukan, pergeseran dari hidrofluorokarbon (HFC) untuk menurunkan GWP terjadi di negara maju dan beberapa negara berkembang. 

Masing-masing kelas refrigeran memiliki kinerja dan / atau aspek lingkungan yang menguntungkan masing-masing, tidak ada yang memiliki sifat yang ideal dari keduanya. Bahkan yang disebut refrigeran alami seperti amonia, hidrokarbon, dan karbon dioksida (CO2) memiliki masalah, termasuk sifat mudah terbakar, toksisitas, tekanan tinggi, dan dalam beberapa kasus memiliki efisiensi pengoperasian yang lebih rendah, bergantung pada fluida. Beberapa campuran hydrofluoroolefin (HFO) dan HFC telah dikembangkan untuk mengoptimalkan kinerja dan meminimalkannya aspek negatif. 

Gambaran ODP dan GWP pada refrigeran saat ini ditunjukkan seperti pada Gambar 2. Tampak bahwa refrigeran CFC mempunyai nilai ODP dan GWP yang tinggi, HCFC masih cukup tinggi dan HFC paling rendah. Saat ini refrigeran HCFC sudah dikurangi penggunaanya dan ditargetkan berakhir pada tahun 2030 dan R-22 pada 2020. Beberapa refrigeran HFC masih digunakan karena memiliki nilai ODP dan GWP yang cukup rendah. 

ODP dan GWP pada beberapa refrigeran CFC dan non CFC relatif terhadap CFC-11 (Sumber: World Meteorological Organization)

Beberapa refrigeran yang sudah ada antara lain CFC-11 atau R-11, memiliki nilai GWP 5000 dalam rentang tahun 20 tahun atau 5000 kalinya dampak efek rumah kaca yang disebabkan CO2. HCFC-22 atau R-22 yang saat ini masih banyak digunakan memiliki nilai GWP 4300 dalam rentang tahun 20 tahun atau 4300 kalinya dampak efek rumah kaca yang disebabkan CO2 sedangkan ODP HFC-22 bernilai 0.05 atau 0.05 kalinya besar degradasi lapisan ozon yang disebabkan CFC-11. Untuk HFC-134a memiliki ODP bernilai 0, namun GWP refrigerant tersebut masih bernilai 1300 dalam rentang waktu 100 tahun atau 1300 kalinya dampak efek rumah kaca yang disebabkan  CO2.

Dengan pertimbangan dampak lingkungan, maka nilai ODP dan GWP ini sangat penting untuk diperhatikan pada pemilohan refrigeran. Sebaiknya refrigeran yang dipilih memiliki nilai ODP nol dan GWP yang rendah. Sebaik apapun sistem tetap masih ada kebocoran dan juga adanya pembuangan limbah refrigeran yang dapat terbuang dan merusak lingkungan.

Saat ini banyak sistem pendingin pada kapal ikan di Indonesia yang masih menggunakan R-22 sebagai refrigeran karena saat ini R-22 yang banyak tersedia, sementara jenis refrigeran lain masih terbatas untuk kalangan nelayan. Alternatif refrigeran yang dapat digunakan sebagai pengganti R-22 yaitu R410A dan R-407C karena memiliki ODP nol dan GWP rendah dan kinerja dan suhu kerja yang hampir sama dengan R-22. Alternatif lain pengganti R-22 yaitu R-507A & R-404A dengan mengganti valve dan lubricant namun memiliki tekanan operasi dan kapasitas yang lebih tinggi. R-417a (Nu-22) dapat juga dipilih namun dilaporkan bermasalah pada oli balik dan kapasitas turun pada suhu rendah. Sedangkan pada pembekuan suhu rendah dengan freezer yang menggunakan antara lain CFC 502, dapat dipilih refrigeran alternatif R-404A (HFC) dan R-507A (HFC).


Penulis : Ahmat Fauzi


Jumat, 27 November 2020

Semarak Peringati Harkannas 2020, KKP Catat Rekor Muri dan Launching Aplikasi Gemarikan

Pandemi covid 19 tak mengurangi semarak peringatan Hari Ikan Nasional (Harkannas) yang jatuh setiap tanggal 21 November, dimana  pada tahun 2020 ini merupakan peringatan yang ke-7. Berbagai event digelar dalam rangkaian peringatan Harkannas dengan tetap memperhatikan  protokol kesehatan Covid 19.  Dan pada puncak peringatan Harkannas yang diselenggarakan pada Kamis (26/11) digelar acara serentak yang dipusatkan di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan di Jakarta dan diikuti seluruh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi di Indonesia.

Acara dimulai dengan makan ikan bersama secara serentak  terhubung melalui aplikasi zoom yang dikomandoi dari Jakarta dan diikuti oleh seluruh Provinsi di Indonesia. Acara makan ikan ini merupakan pertama kalinya dilakukan di Indonesia, sehingga diganjar penghargaan oleh Museum Rekor Indonesia  dengan menciptakan rekor baru  “Makan Ikan Serentak dilokasi terbanyak di Seluruh Indonesia.”

“Penghargaan dari MURI semoga semakin menumbuhkan kesadaran masyarakat di seluruh Indonesia untuk terus mengkonsumsi ikan. Makan ikan merupakan investasi kesehatan untuk masa depan,” ujar  Artati Widiarti, Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan.

Lebih lanjut Artatti menyebutkan bahwa tema Peringatan Harkannas  tahun ini  adalah Makan Ikan Tingkatkan Imunitas Lawan Covid dan Stunting,  dengan pertimbangan bahwa pangan dan gizi adalah hal yang saling terkait dan saat ini masih menjadi masalah nasional yang perlu diselesaikan. Konsumsi ikan dianggap salah satu solusi untuk melawan stunting dan covid karena ikan  mempunyai keunggulan diantaranya mengandung asam lemak Omega 3 tinggi untuk perkembangan mata, otak, dan jaringan syaraf serta memiliki komposisi asam amino lengkap, mudah dicerna dan diserap tubuh, serta sumber vitamin D dan Kalsium bagi pertumbuhan tulang.

“KKP terus  menganjurkan masyarakat untuk mengkonsumsi ikan guna meningkatkan imunitas tubuh.  Untuk itu ayo makan ikan berkualitas untuk meningkatkan imunitas,” terang Artati.

Selain makan ikan, dilakukan juga pameran virtual yang juga diikuti oleh seluruh  daerah di Indonesia.  Masing – masing daerah secara bergiliran menampilkan produk produk olahan unggulan yang khas dari daerah masing-masing. Berbagai inovasi menu dan produk produk olahan berbahan baku ikan ditampilkan pada pameran kali ini. Seperti dari Maluku yang menampilkan ikan tuna asap cair dan ikan abon tuna plus teri. Tak hanya dipasarkan di daerah Maluku saja, produk ini bahkan sudah dibawa keluar negeri sebagai oleh oleh.  Dari NTB tak kalah menarik menarik dengan menampilkan produk produk olahan dari rumput laut yang dibuat menjadi coklat dan biskuit.  Dan masih banyak daerah daerah lainnhya yang menampilkan produk inovasi dengan memanfaatkan hasil hasil tangkapan nelayan setempat.

Tak kalah menarik dan inovatif, KKP pada kesempatan ini melaunching aplikasi tentang  Gemarikan yang bisa diakses melalui smartphone.  “Tinggal instal aplikasi “Gemarikan” dari playstore, masyarakat akan mendapatkan semua informasi yang terkait dengan Gemarikan mulai dari katalog ikan, olahan ikan, resep masakan, restoran hingga umkm perikanan,”terang Artati.

Rangkaian seminar online yang dikemas dalam format webinar  juga dilakukan dalam rangka peringatan Harkannas tahun 2020 ini  dan dilaksanakan secara berkala sebelum acara puncak peringatan.  Pada Webinar seri ke-1, telah dibahas manfaat ikan untuk meningkatkan imunitas khususnya menghadapi pandemi COVID-19. Kemudian webinar seri ke-2, diulas tips bagaimana mengajak anak untuk lebih menyukai dan mengonsumsi ikan. Tak kalah menarik pada seri ke-3 dibahas tentang makan ikan untuk kesehatan dan kecantikan. Dan sebagai penutup  pada acara puncak digelar webinar dengan mengangkat tema ikan untuk Indonesia maju.

“Semoga dengan adanya Harkannas yang diperingati setiap tahun membangkitkan kesadaran masyarakat Indonesia bahwa sebagai negara kepulauan, bangsa kita memiliki potensi perikanan yang perlu dimanfaatkan secara optimal dan lestari untuk bangsa.  Selain itu  dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dan mendukung ketahanan pangan dan gizi nasional, diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya ikan sebagai bahan pangan yang mengandung protein berkualitas tinggi,” pungkas Artati.

  

Sumber : KKP


Rabu, 25 November 2020

Monitoring Kesegaran Ikan Menggunakan Smart Packaging

Smart packaging (Sumber gambar : https://www.idipac.com/)

Penelitian yang dipublikasikan pada jurnal Sensors and Actuators pada tahun 2020 telah mengkaji mengenai monitoring kesegaran ikan menggunakan metode smart packaging dengan mode ganda. Saat ini konsumen telah sangat peduli terhadap kualitas ikan terutama yang berhubungan dengan kesehatan. Oleh karena itu perlu ada terobosan baru mengenai metode monitoring kesegaran ikan. Salah satu teknologi yang digunakan adalah smart packaging. Smart packaging sendiri adalah kemasan yang dapat memantau perubahan produk baik di dalam  maupun di lingkungan sekitarnya. Pada smart packaging dilengkapi sensor kimia atau biosensor untuk memonitor kualitas dan keamanan makanan mulai dari produsen hingga sampai ke konsumen. Smart packaging dipilih karena lebih simpel dan cepat jika dibandingkan dengan metode lainnya seperti sensori dan kimia.

Smart packaging yang dikembangkan dilengkapi dengan sensor hybrid yang terbuat dari bahan tetraphenylethylene (TPE) dan polyaniline (PANI). Sensor ini menerjemahkan pH ikan menjadi warna yang digunakan sebagai dasar penentuan kesegaran ikan. Sensor ini dapat menampilkan dua macam indikator warna yaitu secara colorimetric dan fluorescent. Sensor ini berbentuk bulat dengan diameter 2 cm yang ditempelkan pada kemasan (packaging). Smart packaging diuji menggunakan ikan jenis red drum. Pengamatan perubahan warna pada sensor dilakukan setiap 2 jam. Perubahan warna ditampilkan dalam bentuk nilai L, a, dan b. Selain itu juga dilakukan pengujian nilai TVB-N (total volatile basic nitrogen) sebagai pembanding pembacaan warna sensor.

Penelitian ini menghasilkan smart packaging yang memiliki mode ganda yang dapat memonitor kesegaran ikan secara cepat, sensitif dan tanpa perlu merusak produk. Keuntungan menggunakan kombinasi PANI dan TPE adalah perubahan warna indikator kesegaran ikan dapat dilihat dalam dua mode yaitu secara langsung dan dengan menggunakan bantuan sinar ultraviolet (UV) yang lebih akurat dan sensitif. Hal ini ditunjukkan dengan nilai regresi linear antara pembacaan warna sensor smart packaging dan TVB rata-rata diatas 0,9.


Penulis : Toni Dwi Novianto - LRMPHP


Senin, 23 November 2020

SPEECTRA, Cara KKP Selamatkan Ikan Endemik

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah menyiapkan fisheries park yang mengusung model pengelolaan kawasan perikanan lahan rawa di Patra Tani, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Model yang diberi nama Special Area for Conservation and Fish Refugia (SPEECTRA) ini dipilih lantaran sesuai dengan tipologi lahan rawa banjiran yang banyak terdapat di Provinsi Sumatera Selatan.

"Model ini kita usung untuk menyelamatkan ikan ekonomis penting seperti ikan belida sumatera (Chitala hypselonotus), ikan gabus (Channa striata), dan ikan toman merah (Channa moruloides)," jelas Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia (BRSDM) KKP, Sjarief Widjaja.

Sjarief mengungkapkan, perairan rawa banjiran (flood plain area) mempunyai posisi strategis dan berfungsi sebagai tempat spawning, nursery dan feeding ground untuk ikan. Atas dasar tersebut, dia menilai pemanfaatan rawa banjiran bisa memberikan manfaat dalam pemenuhan sumber pangan sekaligus mencukupi kebutuhan gizi masyarakat dari protein ikan.

"Optimalisasi pengelolaan di perairan rawa dengan cara memaksimalkan fungsi lebung buatan bisa mendukung peningkatan produktivitas rawa banjiran," sambungnya.

Dikatakannya, fisheries park seluas 50 hektare tersebut akan dibuat kolam-kolam dengan luasan masing-masing 1 hektare yang terdiri dari kolam untuk domestikasi, pembesaran serta kolam pemancingan. Tak hanya itu, untuk mencukupi kebutuhan air kolam, dibuat pola buka-tutup pintu air dari Sungai Musi sekaligus agar pada saat-saat tertentu, anakan ikan bisa keluar dari Patra Tani ke sungai.

Sjarief memastikan Speectra akan dikemas dengan gaya menarik dan informatif serta dilengkapi dengan saung-saung pusat informasi tentang ikan, lengkap dengan tanaman asli rawa banjiran seperti meranti.

"Model Speectra ini merupakan yang pertama di Sumsel dan tidak menutup kemungkinan dikembangkan di daerah lain sebagai tempat sumber plasma nutfah lingkungan sekitarnya," jelasnya.

Sementara Kepala Balai Riset Perikanan Perairan Umum dan Penyuluh Perikanan (BRPPUPP) Palembang, Arif Wibowo memaparkan ide kemunculan Speectra dilatarbelakangi oleh kegelisahannya melihat rawa banjiran sebagai ekosistem yang rentan. Akibatnya keanekaragaman ikan lebih cepat mengalami penurunan dibandingkan ekosistem lain.

"Kerusakan lingkungan ini diindikasikan dengan rendahnya keanekaragaman ikan dan besarnya dominasi komunitas ikan oleh spesies ikan kecil," jelasnya.

Arif menambahkan, Speectra sebagai model rehabilitasi sekaligus ekosistem buatan pada daerah rawa yang berupa lebung-lebung. Selain cocok untuk tempat penebaran benih (restocking), kolam-kolam Speectra tersebut bisa menjadi tempat perlindungan atau suaka perikanan bagi ikan perairan umum di daratan.

Menurutnya, hadirnya Speectra menjadi penyeimbang antara konservasi dengan pemanfaatan ekonomi sebagaimana semangat Menteri Edhy Prabowo.

"Pada saat kita buat percontohan seluas 3 hektare, ikan yang masuk kesitu ada ikan Sepat Siam (Trichogaster pectoralis), Sepat Rawa (Trichogaster trichopterus), Gabus (Channa striata), Betok (Anabas testudineus), Tambakan (Helostoma temminckii), Lele (Clarias spp.), dan Sepatung (Peristolepis fasciatus)," tandas inovator Speectra tersebut.

 

Sumber : KKP


Sabtu, 21 November 2020

Harkannas ke-7 : Makan Ikan Tingkatkan Imunitas Lawan Covid dan Stunting

 


Tahun 2020  merupakan peringatan Harkannas yang ke-7, dan  peringatan Harkannas tahun ini  mengangkat tema “Makan Ikan Tingkatkan Imunitas Lawan Covid dan Stunting,” dengan pertimbangan bahwa pangan dan gizi adalah hal yang saling terkait dan saat ini masih menjadi masalah nasional yang perlu diselesaikan dan juga terkait pandemic covid 19 yang memerlukan imunitas sebagai daya tangkal terhadap penularannya.

Kamis, 19 November 2020

KKP Terima Anugerah HKI

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), melalui Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM), menerima penghargaan dengan kategori Jurnal Ilmiah Indonesia Berkualitas Menuju Indeksasi Standar Internasional, Rabu (18/11), pada acara Anugerah Hak Kekayaan Intelektual Produktif dan Berkualitas, yang diselenggarakan oleh Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) / Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), di Jakarta. Anugerah tersebut diserahkan oleh Menristek / Kepala BRIN Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro kepada Kepala Pusat Riset Perikanan (Pusriskan) KKP Yayan Hikmayani.

Acara tersebut digelar dalam rangka mengapresiasi Sumber Daya Manusia (SDM) Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) Indonesia. Tujuan pemberian penghargaan adalah untuk menigkatkan motivasi kepada dosen, peneliti, perekayasa, dan SDM iptek lainnya untuk terus berkarya kapanpun juga dalam bentuk publikasi, kekayaan intelektual dan juga pengelolaan jurnal.

Terdapat beberapa penghargaan yang diberikan, antara lain Penghargaan Hak Kekayaan Intelektual Produktif, Penghargaan Artikel Ilmiah Berkualitas Tinggi Bidang Kesehatan dan Obat, Penghargaan Artikel Ilmiah Berkualitas Tinggi Bidang Non Kesehatan dan Obat, Penghargaan Penulis Produktif, serta Penghargaan Peningkatan Kualitas Jurnal Ilmiah.

Dalam sambutannya Menteri Ristek/BRIN menyampaikan bahwa acara Penganugerahan Hak Kekayaan Intelektual Produktif dan Berkualitas merupakan salah satu bentuk hilirisasi hasil riset. Ekosistem riset di Indonesia sudah menunjukkan kondisi yang semakin baik, dibuktikan dengan semakin banyaknya penulis Ilmiah Indonesia yang tuliannya banyak dimuat di jurnal internasional bereputasi. Indonesia menduduki jumlah penulis ilmiah terbesar di ASEAN, namun demikian dari sisi kualitas masih harus diperbaiki terus. Disampaikan pula, peneliti harus merespon kebutuhan masyarakat dan industri sehingga output yang dihasilkan dapat digunakan langsung oleh pengguna.

“Kita memberikan penghargaan pada mereka yang mendedikasikan sebagian waktunya, energinya untuk bisa tidak hanya sekedar memenuhi persyaratan administrasi kredit untuk naik pangkat, tapi menghasilkan hak kekayaan intelektual produktif, artikel ilmiah yang berkualitas tinggi dan jurnal ilmiah Indonesia bereputasi internasional,” ujar Menristek Bambang.

Menurutnya, penghargaan diberikan kepada mereka yang menghasilkan hak kekayaan intelektual produktif, menghasilkan artikel ilmiah berkualitas tinggi dan jurnal ilmiah Indonesia bereputasi internasional.

Sementara itu Kepala Pusriskan Yayan Hikmayani mengaku bersyukur dan menyadari betapa penting dan berharganya penghargaan bergengsi tersebut bagi BRSDM KKP, khususnya Pusriskan.

“Penghargaan yang diperoleh ini sangat berharga dan penting sebagai pembuktian eksistensi institusi bahwa Pusriskan telah menjadi lembaga yang menghasilkan jurnal bereputasi internasional dan tinggal selangkah lagi menjadikan jurnal IFRJ (International Food Research Journal) terindeks Scopus. Tentunya pencapaian ini tidak mudah dan perlu upaya yang lebih keras lagi untuk mencapai kualitas yang lebih baik lagi. Penghargaan dapat lebih memacu semangat peneliti untuk menulis di IFRJ dan meningkat pula penulis dari luar untuk mempublikasikannya di IFRJ,” ujarnya.

Ia berharap penghargaan yang diperoleh dapat menjadi penyemangat untuk terus meningkatkan kualitas jurnal menjadi jurnal terindeks Scopus dan Directory of Open Access Journals (DoAJ).


Sumber : KKP


Selasa, 17 November 2020

UJI KINERJA REFRIGERATOR DC SEBAGAI MESIN PEMBUAT ES MENGGUNAKAN TENAGA SURYA

Ilustrasi, sumber : https://news.energysage.com/solar-panels-work/

Salah satu kendala yang dihadapi oleh para nelayan kecil di daerah pesisir adalah jumlah pasokan es yang terbatas untuk penanganan ikan segar hasil tangkapan. Hal ini disebabkan pasokan listrik PLN untuk pembangunan pabrik es mini masih kurang sehingga suplai es harus diperoleh dari lokasi yang jauh. Menurut Rahmi, et al. dalam Fisika Berkala (2015) menyatakan bahwa sulitnya akses pelayanan dan pemasangan jaringan listrik di daerah sekitar pesisir menjadi salah satu penyebabnya. Oleh karena itu diperlukan alternatif energi terbarukan yang mudah diaplikasikan di daerah pesisir, salah satunya yaitu energi matahari.

Tsalikis & Martinopoulos dalam Solar Energy (2015) menyampaikan bahwa pemanfaatan energi matahari saat ini sangat banyak digunakan, dan pemanfaatannya dapat berupa panas (solar thermal) atau mengubahnya menjadi listrik (photovoltaic) melalui panel surya. Panel surya merupakan sumber energi yang bersih, ramah lingkungan, aman dan andal.

Pada umumnya aplikasi panel surya di Indonesia digunakan sebagai sumber energi untuk peralatan listrik arus AC. Di sisi lain, output panel surya adalah listrik arus DC sehingga membutuhkan inverter untuk mengubah arus listrik DC menjadi AC. Penggunaan inverter tersebut menyebabkan terjadi kerugian konversi. Menurut Jain, et al. dalam IOSR-JEEE (2017) menjelaskan bahwa kerugian-kerugian konversi terjadi pada inverter karena pada dasarnya inverter sendiri merupakan beban yang dapat mengkonsumsi daya berupa standby power consumption. Selain itu penggunaan inverter juga akan menambah kompleksitas rangkaian sistem panel surya. Oleh karena itu penggunaan peralatan DC yang langsung terhubung dengan output panel surya diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi kompleksitas. Peralatan DC yang terhubung langsung dengan ouput panel surya dapat diaplikasikan pada refrigerator menggunakan kompresor DC yang bisa berfungsi sebagai mesin pembuat es. Di sisi lain, penelitian tentang refrigerator DC menggunakan sumber energi dari panel surya dengan karakteristik cuaca di Indonesia belum dilakukan.

Berdasarkan uraian diatas pada tahun 2017 LRMPHP melakukan penelitian tentang penggunaan DC refrigerator menggunakan energi tenaga surya sebagai mesin pembuat es. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja refrigerator DC menggunakan tenaga surya yang meliputi pengujian daya input refrigerator, penurunan suhu ruang refrigerator, beban pendinginan dan COP sistem. Uji kinerja dilakukan dengan sistem tanpa beban dan menggunakan beban. Pengujian dilakukan selama 8 jam yaitu pukul 08.00 - 16.00 WIB setiap harinya. Data yang diperoleh dianalisis sehingga didapatkan nilai daya output panel surya, daya refrigerator DC, kerja refrigerator dan COP sistem. 

Hasil pengukuran dan analisis data menunjukkan bahwa daya output panel surya pada bulan September dan Oktober dapat memenuhi kebutuhan daya refrigerator DC baik tanpa beban maupun menggunakan beban. Daya output rata-rata panel surya yang diperoleh pada bulan Oktober lebih besar daripada bulan September. Konsumsi daya refrigerator DC saat menggunakan beban yaitu 68,74 watt, nilai ini lebih besar daripada saat tanpa beban yaitu 60,94 watt. Selain itu, pada pengujian menggunakan beban, penurunan suhu ruang refrigerator jauh lebih lama dibandingkan dengan tanpa beban. Hal ini disebabkan karena beban pendinginan pada saat pengujian menggunakan beban menjadi lebih besar. Hasil uji coba juga menunjukkan rata-rata COP sistem yaitu 0,96 dan rata-rata berat es yang dihasilkan sekitar 43,71% dari berat air.

Penulis : Wahyu Tri Handoyo - LRMPHP